16. Pangeran Angin Malam Dingin

37 7 7
                                    

  Kami bertiga berdecak kagum setelah melihat sekolah sihir yang begitu cantik saat malam hari. Namun, rasa hawa dingin menyerang kami bertiga. Kami yang sama sekali tidak mengenakan jaket, kedinginan. Ini seperti berada di pegunungan atau suhunya lebih dingin dari realita?

"Dingin sekali." ucap Ika memeluk dirinya sendiri dan setiap ia berucap, mulutnya keluar asap. Membuat pikiranku berpikir dan mengklaim salju akan turun.

Tapi tunggu dulu, bukannya SMK Dirga Jaya berada di daerah tropis? Dimana hanya ada dua musim bukan ada empat musim?

"Kita jalan aja, dan siapa tahu kita menemukan selimut?" kataku pada mereka bertiga. Salsa mengerutkan kening, "mana mungkin di sekolah malam? Ada seseorang menaruh selimut di sini. Ini bukan hotel, Sheira." katanya.

"I know i know! Tapi kalau ada kan kita bertiga juga untung buat menghangatkan diri. Lagipula sekolah ini tidak seperti sekolah kita tadi yang gelap dan minim cahaya. Sedangkan ini banyak lampu warna warni seperti ada pensi." balasku dan berkomentar tentang sekelilingku.

Sekolah ini cerah benderang tanpa ada kegelapan sedikitpun, kami berjalan sepanjang koridor tanpa ada menemukan satu murid yang berlalu lalang, di sini sepi hanya ada suara derap kaki kami bertiga. Ika sedari tadi menoleh ke belakang membuatku angkat bicara, "kau sedari tadi melihat ke belakang. Cari siapa? Ka?" tanyaku.

"Bukannya Alan tadi bersama kita ya? Kok dia menghilang." jawab Ika yang mencari pemuda menyebalkan bernama Alan membuat moodku seketika badmood, cemberut.

"Ia itu menyebalkan banget. Seharusnya ia memperkenalkan pada kita tentang perbedaan SMK Dirga Jaya yang asli dan sihir. Menjadi pemandu wisata bukan malah ngilang kek gini." komentarku tentang Alan melipat kedua tangan di dada.

"Bukannya tadi ia bersama kita terus di bahunya ada merpati hitam yang kata Pak James waktu itu." kata Salsa memegang dagu.

"Huh, aku sudah bilang dia itu menyebalkan banget." kataku menghela nafas kasar. Kami terus berjalan menelusuri koridor yang terang benderang sembari menahan rasa dingin. Jika membahas Alan terus tidak akan ada habisnya itu membuatku mendengus sebal.

Huh, apakah disini tidak ada selimut sama sekali? Dan Alan adalah adik kelas yang paling-paling aku benci. Ah, tidak ada gunanya bergelud di dalam pikiran sendiri yang bakal membuatku bertambah stress.

Langkah kaki kami bertiga berhenti karena semakin lama hawa di sini semakin dingin membuat kami tidak tahan. "Sheira! Dingin banget seriusan." kata Salsa menoleh ke arahku, setiap kali ia bicara dalam mulutnya keluar asap yang sedikit tebal daripada tadi.

Mataku terbelalak dan mengklaim kalau rasa dingin ini bukan dari alam melainkan buatan. Maksudku sihir es.  Alan sendiri selalu saja menghilang setiap kali kami bertiga berada di sini atau jangan-jangan masuk ke dalam dunia ini, berbeda. Aku sendiri tidak tahu yang penting adalah.

Alan, benar-benar menyebalkan.

"Ya allah, dingin sekali.  Ini sudah kayak mengalahkan suhu di kutub utara." kata Ika memeluk dirinya sendiri. Aku melihat wajah Ika pucat banget, takut kalau ia bentar lagi demam.

"Hachim!" bersinnya membuatku dan Salsa terkejut, sedikit menjauh.

"Kau tidak apa-apa, Ika?" tanya Salsa sembari memegang dahi Ika, menatapku dan berkata,"panas."

"Astaga!" pekikku.

Ika memberitahu kami berdua kalau ia tidak tahan dengan suhu rendah seperti ini dan bertahan sebentar. Selebihnya ia akan jatuh demam, sesuai dugaanku. Aku melihat sekitar tidak ada tanda-tanda keberadaan selimut ataupun kain. Mau tidak mau aku harus pergi mencari selimut, aku menyuruh Salsa untuk menjaga Ika sebentar.

Sekolah Sihir [S1-End]Where stories live. Discover now