49. Marahan

31 7 0
                                    

  Borgol yang ada di tanganku ini adalah bukan borgol biasa dan tidak sembarangan penyihir bisa melepaskan borgol ini. Jika penyihir melepaskan borgol di tanganku maka diriku tidak selamat. Kata Gita penjaga toko peralatan sihir bahwa borgol di tanganku ini adalah borgol kutukan dan menyangkal sihir serta melindungi dari serangan senjata sihir. Seperti milik Ika hanya saja punyaku berubah borgol.

Semua sorotan penyihir di sini melihatku heran, tujuan mata mereka tertuju ke borgol yang melingkar di tanganku dan aku di suruh Gita untuk mengalirkan mana ke borgol itu maka borgolnya akan terlepas lalu berubah menjadi gelang yang bagus sama seperti yang dikenakan oleh Gita di kedua tangannya.

Dalam hati pasti Gita memilih borgol ini karena dia penyihir dan bisa mengalirkan mana sihirnya dengan muda. Maksudku mana sihirnya sudah bangkit saat ia terlahir di dunia ini sedangkan aku. Salsa menoleh ke arahku dan mencoba untuk membujuk diriku agar tidak marahan sama Leo.

"Ayolah, Sheira. Kamu jangan begitu, kasihan loh pangeran sihir, dari tadi kamu diam aja dan teman-teman tidak enak padamu." kata Salsa nada baik-baik.

Aku mendengus sebal dan menoleh ke Salsa, berkata,"tapi lihatlah ini! Aku tidak bisa mengalirkan mana sihir dan pasti tidak akan bisa melepaskannya dari tanganku. Apalagi menjadi gelang seperti Gita pakai!" ucapku begitu kesal dan membuat Salsa sedikit takut karena ia tahu, kalau aku marah sangatlah menyeramkan.

Sama seperti waktu aku di sekolah dan semua murid juga menontonnya. Aku ini memang gadis bar-bar, tanganku telah di borgol dan aku sendiri tidak bisa mengeluarkan mana sihir membuatku bertambah melas dan tidak bersemangat. Lalu Salsa membisikkan sesuatu padaku, sesuatu yang sama sekali tidak pernah ku pikirkan.

Aku menoleh ke Salsa yang tersenyum sumringah dan mencoba untuk menghampiri Leo yang berjalan beriringan dengan Sean sesekali menoleh ke arahku. Dan aku segera mengalihkan pandang ke arah lain, Salsa tertawa kecil melihatku yang sok-sokan marah. Berbeda dengan Alan yang berjalan beriringan sama Arya dan juga Ika. Gadis itu berada di tengah-tengah mereka berdua, nampaknya Ika sudah terbiasa sama Alan walaupun ia sering salting kalau sendirian.

Katanya telah menghabiskan waktu bersama Ayang Alan.

Seulas senyum terukir jelas di bibirku dan teringat kata-kata Leo yang ingin membantuku membangkitkan mana sihir maka dari itu ia menawarkan diri menjadi guru privat. Aku sama sekali tidak tahu, apakah nanti setelah liburan sihir sistem pembelajaran di SMK Dirga Jaya berubah atau diperketat?

Pak James hanya berkata hal-hal penting saja terutama di penyihir pilihan mendapatkan pembelajaran sihir khusus dan aku yakin, penyihir umum juga mendapatkan sihir khusus hanya saja pembelajaran sedikit berbeda. Semenjak aku datang kesini, aku belum melihat guru-guru SMK Dirga Jaya dan setahuku hanya beberapa guru biasa yang melatih sihir-sihir biasa.

Aku pernah mengintip dibalik jendela saat mereka penyihir belajar sihir di dalam kelas. Mereka diajarkan sihir dasar yang muda dan sangat cepat mereka belajar teknik dasar tersebut kecuali aku. Menganggap teknik dasar yang muda tersebut menjadi sulit dikarenakan mana sihir belum sepenuhnya bangkit.

"Semuanya! Bentar lagi kita ke taman hiburan dan langit sudah mulai sore nih! Semangat dong terutama kamu, Sheira." teriak Sean antusias dan mengacungkan tangannya ke atas lalu burung merpati yang bertengger di bahu Sean memilih terbang melintasi langit.

"Sepertinya ini bakal ada yang beberapa dari kita berkencan." sahut Arya. Entah ia menyindir siapa dan apakah ia menyindir Alan sama Ika?

Itu lucu sekali, batinku.

Salsa menepuk bahuku dan mengkode mata untuk menghampiri Leo, pangeran sihir. "Cepatlah kau ada di sampingnya! Meminta maaf dan bilang terima kasih." bisik-nya tapi aku menggeleng pelan.

Sekolah Sihir [S1-End]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant