TUJUH

943 186 127
                                    

"Dimana sih sepatu gue!" seru pemuda yang sedang mengobrak-abrik kamarnya.

Kamar yang semula tertata rapi kini menjadi berantakan karena ulah pemuda itu.

Pagi ini kamarnya seperti kapal pecah. Ia kembali mencari sepatunya di kolong meja belajarnya, tetapi tidak ada.

Padahal sebelum liburan kenaikan kelas tiba, sepatu sekolahnya di letakkan di kolong meja belajarnya.

"Arrgghh," erangnya dengan mengusap kasar wajahnya.

"Cari ini?" tanya gadis dengan seragam sekolah yang sama dengannya.

Pemuda itu langsung menghampiri gadis yang masuk ke kamarnya tanpa permisi.

Ia merebut sepatunya dari tangan gadis itu.

"Gue nyari dari tadi lo cuma diem aja!" protes pemuda itu.

Gadis itu maju selangkah lebih dekat.

"Emang lo minta bantuan gue? Ngga kan?" bantahnya.

Pemuda di depannya hanya tersenyum miring lalu berjongkok memakai sepatunya.

"Kalo ngerasa butuh bantuan, ngerasa punya adik perempuan, dan ngerasa masih butuh gue, harusnya lo manggil gue kan?" sindirnya dengan tangan yang bersendekap.

Pemuda itu berdiri lalu memojokkan gadis berambut cokelat itu ke dinding kamarnya.

Kedua tangannya memegang pundak kecil gadis di depannya ini.

Ia meremas pundak gadis itu dengan jari-jarinya.

"Aww," pekiknya menahan rasa sakit.

"Ga usah nasihati gue, gue ga butuh nasihat apapun dari lo," suruh pemuda itu dengan sorot mata yang tajam.

"Lepasin!" pinta gadis itu.

Kedua tangannya berusaha untuk melepaskan tangan pemuda itu dari pundaknya. Tapi nihil, tenaganya lebih kecil daripada pemuda di depannya.

"Sakit, lepasin!" pinta Dira dengan menahan rasa sakit di pundaknya.

"Satu lagi, ga usah hubungi gue. Gue ga butuh!" seru pemuda itu.

Merasa sudah di puncak emosi, gadis itu dengan sekuat tenaga mendorong tubuh tinggi pemuda di depannya. Sontak membuat pemuda itu terhuyung ke belakang.

"BERANI LO YA!" bentaknya.

"LEO DIRA CUKUP!!" jerit ibunya.

Mirah yang sedari tadi menyiram bunga di depan kini harus masuk ke dalam setelah mendengar suara pertengkaran kedua anaknya.

"Ada apa lagi sih ini?!" tanyanya dengan marah.

Keduanya hanya diam tak menjawab pertanyaan sang ibu. Keduanya sedang di puncak emosi yang membara.

"Ga ada yang jawab pertanyaan ibu?!" seru sang ibu.

"Kalian itu udah besar, mau sampe kapan kalian terus bertengkar seperti ini? Terutama kamu Leo!" murka Mirah.

Leo, ialah yang selama ini membenci Dira.

Ialah yang selama ini membuat kekacauan di sekolah.

Ialah yang selama ini membuat Mirah kecewa dengan sikap dan kelakuan yang semakin menjadi-jadi setiap harinya.

Dan ialah yang membuat penyakit Mirah sering kambuh.

Pemuda itu segera mengambil tasnya di atas tempat tidur. Ia melewati Dira dengan sorot mata seperti biasanya.

Sorot mata yang penuh dengan kebencian. Sorot mata yang selama ini Dira benci. Sorot mata yang membuat hidupnya kacau.

"Leo berangkat," pamitnya kepada sang ibu.

Secret & Truth [END]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon