1. RENCANA

10.4K 1.5K 40
                                    

Ray menghembuskan asap rokoknya sembari menatap papan yang ia tempeli dengan berbagai macam desain, rencana dan impiannya. Air mata mengalir di pipi Ray ketika ia mengetuk-ngetukkan batang rokoknya di lantai.

Kariernya hancur berantakan, begitu juga dengan impiannya.  Ray dipecat, karena satu keluhan dari klien yang mencemarkan nama baiknya. Saat itu, Mas Ardi lagi-lagi sedang tidak berada di tempat, sehingga Ray-lah yang harus menggantikan tugasnya. Ia harus mengambil ukuran tubuh seorang pejabat. Dan ia dilecehkan ketika pengambilan ukuran itu. Mbak Ana melihatnya sendiri. Ray membela dirinya, namun hal itu berakhir dengan ia dipecat, karena dinilai tidak sopab dan tidak memenuhi etika profesi.

Seolah itu belum cukup, tak lama setelah Ray dipecat, ibunya meninggal karena komplikasi ginjal yang kronis. Nyatanya, ibunya selama ini menyembunyikan rasa sakit itu, sehingga Ray mengira ibunya baik-baik saja. Kini, Ray tidak memiliki siapa-siapa. Ia juga tidak memiliki karier atau impian. Tak ada lagi yang bisa ia pertahankan atau ia kejar. Semuanya hancur berantakan. Jika seperti ini akhirnya, bukankah ia sebaiknya menyusul ibunya?

Ada satu sisi dalam dirinya menyetujui ide itu. Namun, ada sisi lain dalam dirinya yang tidak menerima ide itu. Ray masih ingin menikmati kehidupan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, kehidupan yang ia inginkan membutuhkan uang yang banyak dan dalam keadaan seperti ini, ia tentu tidak akan bisa kaya dalam waktu cepat. Ray juga tidak ingin kembali ke pekerjaan lamanya dan harus menjalani neraka dengan pria tua itu. Ia lebih baik bunuh diri daripada harus mengotori mulutnya lagi.

Lama Ray terdiam. Tatapannya masih terpaku pada foto Paris, Saint-Tropez dan Monaco; destinasi impiannya. Tatapannya beralih pada jas feminin Chanel yang ia tempel di bawah foto-foto destinasi wisata itu. Apa rasanya bisa menonton fashion show dari dekat dan menikmati pemandangan kota Paris di malam hari? Bagaimana rasanya berjemur, bersantai di atas yacht sembari meminum champagne? Atau mungkin berjudi di kasino dengan gaun cocktail yang mewah?

Apakah Ray bisa menikmati semua itu, sebelum ia meninggal?

Ray kembali menghisap rokoknya dan menghembuskan asapnya perlahan. Tiba-tiba saja ide gila terlintas dalam benaknya. Jika ia tidak bisa menjadi orang kaya, bagaimana jika Ray menjadi seorang penipu?

Tetapi bagaimana caranya? Menjadi penipu pun membutuhkan modal yang banyak.

Kalau begitu tipu sesama penipu. Penipu tidak akan mengadukan orang yang menipunya pada polisi, sebab hal itu sama saja ia menggali kuburnya sendiri. Dan lagi, orang-orang yang ia tipu untuk rencana awal ini haruslah preman dan rentenir ilegal yang berkeliaran sembunyi-sembunyi di pasar dan gang sempit, sebab mereka adalah orang-orang yang bodoh, namun berlagak.

Lalu, apa yang harus ia gadaikan pada preman itu?

Surat tanah yang ia manipulasi dengan photoshop. Surat tanah mungkin kurang meyakinkan, karena itu, Ray juga akan memanipulasi KTP dan surat-surat penting lainnya dalam peminjaman uang. Itu mudah -sangat mudah dilakukan. Ia hanya membutuhkan komputer dan aplikasi photoshop. Jika wajah saja bisa dimanipulasi di photoshop apalagi hal-hal kecil seperti pemalsuan KTP dan surat tanah. Itulah mengapa yang ditipu haruslah preman dan rentenir ilegal yang berkeliaran di gang-gang gelap, sebab mereka buta teknologi. Dan lagi, jika mereka akhirnya tahu mereka ditipu, tak banyak yang bisa mereka lakukan, selain mencari sang pemilik KTP tentunya -dan hal itu mustahil, sebab KTP tersebut fiktif. Melapor polisi adalah hal yang sangat-sangat tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang seperti itu.

Setelah ia mendapatkan semua uang itu, Ray akan mengubah dirinya menjadi salah satu dari orang-orang konglomerat itu.  Satu hal yang Ray tahu pasti bahwa ia akan membuat semua orang bertekuk lutut padanya dan takkan meragukan jika dia adalah bagian dari 'mereka'. Maka dengan begitu, Ray akan menikmati semua hal yang tidak pernah ia nikmati sebelumnya.

Ray melempar rokoknya ke lantai, kemudian diinjaknya benda itu. Ia meraih pensilnya dan mulai menuliskan rencananya. Tak lupa, ia juga merancang jalan cerita dan latar belakang dari alter egonya.

Malam itu, Ray tak tidur, namun untuk pertama kalinya, ia merasa 'hidup'.

***

"Lo mau ngapain sama surat-surat ini?" tanya pemuda ceking bernama Tono dengan wajah gelisahnya.

"Cepetan," desak Ray kesal, berusaha meraih surat-surat penting yang sudah ia manipulasi dengan bantuan photoshop di warnet, sekaligus tempat print sederhana milik Tono.

"Eh Ray, sumpah ya. Kalau lo ngelakuin aneh-aneh dengan surat-surat ini, gue juga yang kena masalahnya," ucap Tono resah. Tono kaget ketika melihat dokumen yang ingin dicetak oleh temannya adalah dokumen palsu. Yang menyadarkan Tono adalah gambar KTP yang memakai foto Ray, namun nama dan data dirinya berbeda dari nama dan data diri Ray yang sebenarnya. Dugaannya semakin menguat ketika ia tahu Ray menghabiskan hampir lima jam di warnetnya.

"Paling lo cuma diinterogasi," gumam Ray dengan nada malasnya. "Memangnya pemilik warnet kecil kayak lo bisa ngelakuin hal kriminal sebesar apa?"

Tono mengerutkan keningnya keberatan mendengar ucapan terang-terangan Ray. Ya, semua orang yang tinggal di gang sempit itu tahu jika Ray adalah perwujudan sempurna dari kejelekan generasi milenial yang sering digunjingkan orang-orang dengan umur lebih dari setengah abad. Ray tidak segan mengatakan apa yang dipikirkannya tanpa mempedulikan perasaan orang yang mendengarnya. Ia juga sering pulang malam dan selalu digunjingkan sebagai 'kupu-kupu malam' -yang mana dulu memang benar, namun sekarang tidak lagi. Maka tak heran, Ray tidak memiliki banyak teman di gang itu, kecuali Tono -pemilik warnet dengan hati baja.

"Sebesar ini," ucap Tono sembari mengacungkan surat manipulasi itu di tangannya.

"Ya udah, ngomong aja yang sejujurnya ke polisi kalau gue ditangkap," gumam Ray santai sambil merampas surat-surat itu dari tangan Tono dan mengeceknya kembali.

"Sumpah ya... lo makin nggak waras sejak Bu Lastri meninggal," gumam Tono dengan wajah prihatinnya.

"Sejak?" ulang Ray sembari mendengus tidak percaya tanpa menghentikan pemeriksaannya.

"Apa pun yang lo pikirin, Ray, jangan lo lakuin. Emangnya Ibu lo bangga lo jadi penipu seperti ini?" ucap Tono mulai menceramahi Ray.

"Ibu gue juga nggak bangga kalau gue tiba-tiba nyusul dia," balas Ray acuh tak acuh.

"Lo kayak nggak punya motivasi hidup tahu nggak," cela Tono lagi.

"Emang." Ray langsung membalas tanpa ragu sambil merapikan dokumen-dokumen itu, kemudian memasukannya ke dalam map. "Satu-satunya motivasi gue sekarang hanya rencana ini."

"Lo nggak bakal bahagia hidup dengan motivasi kayak gitu."

Ray menegakkan tubuhnya kemudian menatap Tono dengan tatapan mengejeknya. "Kata seorang pemilik warnet di gang kumuh yang akan menghabiskan seluruh hidupnya di bawah atap bocor ini," ucap Ray dengan nada tenangnya, kemudian menaruh uang di meja Tono. Setelah berkata demikian, Ray langsung meninggalkan warnet itu, menyisakan Tono yang masih kaget dengan sikap Ray yang berbeda.

TBC...

Tidak untuk ditiru ya cerita ini, termasuk rencana Ray.

Selamat menikmati

HOW TO BE A (FAKE) CRAZY RICH✔Where stories live. Discover now