3. PENDEKATAN

8.6K 1.4K 42
                                    

"Gavyn cerita banyak soal kamu," ucap Ray, sengaja mendekatkan dirinya pada tunangan Gavyn, agar aksesnya ke dunia konglomerat bisa semakin besar.

Ray memanfaatkan situasi di mana Gavyn menyebutkan namanya secara tidak sengaja di lift. Ray memainkan sandiwaranya, seolah ia adalah teman dekat Gavyn ketika mereka masih SMP. Dan pria itu pun juga ikut terseret arus sandiwaranya. Ray bisa mencium dengan jelas aroma cemburu dan was-was yang berasal dari Tatyana. Tidak, Tatyana tidak boleh menjadi musuhnya. Gadis itu menyimpan kekuatan yang besar. Ray harus bisa membuat gadis itu percaya padanya.

Tatyana menoleh dengan wajah kagetnya, kemudian tersenyum lembut. "Apakah itu baik?"

Ray mencuci tangannya sembari menatap pantulan Tatyana di cermin toilet restoran fine dining itu. Ray mengangguk, menanggapi perkataan Tatyana dengan senyuman ramahnya. "Saking baiknya, aku sampai merasa kamu terlalu baik untuk Gavyn."

Tatyana tertawa pelan mendengar ucapan Ray. "Sepertinya kalian dekat," gumam Tatyana lagi.

Ray tampak berpikir, kemudian berkata, "Lumayan."

"Aku nggak lihat kamu di tunangan kita," gumam Tatyana lagi dengan tuturnya yang halus dan sopan.

"Saat itu aku lagi di Hongkong," jawab Ray seadanya, sengaja tidak membeberkan banyak hal, sebab hal itu hanya akan membuatnya terlihat semakin tidak meyakinkan.

"Kamu anaknya siapa?" tanya Tatyana lagi.

Ray tahu bahwa pertanyaan itu akan keluar. Ia sudah menyiapkan dirinya untuk hal ini. "Aku anaknya Harris Widjarnako."

Tatyana memiringkam kepalanya, tampak berpikir. Ray yang seolah mengetahui pikiran Tatyana langsung menambahkan, "Keluarga aku emang nggak terlalu aktif di Indonesia. Waktu tamat SMP, aku udah dibawa ke Hongkong. Dan aku kabur lagi ke Indonesia sebulan yang lalu."

Tatyana mengangguk mengerti, mendengarkan cerita Ray. "Kabur?" ulang Tatyana, baru menyadari kejanggalan.

Ray memasang wajah masamnya. "Orangtuaku strict, aku capek dengan ekspektasi mereka. Aku bilangnya ambil summer course, tapi aku kabur ke Indonesia. Sekalian liburan."

Ray sengaja memberikan cela di ceritanya, agar terlihat semakin meyakinkan dan lebih terlihat manusiawi. "Kamu kelihatan lebih cantik di aslinya daripada di foto," puji Ray, sengaja mengalihkan pembicaraan.

Siapa yang tidak senang dipuji? Semua orang pasti menyukainya. Hanya saja lakukan itu sehalus mungkin dan tidak terlihat agresif sama sekali. Pujian Ray adalah pujian halus dan sederhana. Pujian ini biasanya membuat orang-orang bisa sangat tersanjung mendengarnya.

Tatyana tersenyum salah tingkah. "Terima kasih. Apa Gavyn juga yang menunjukkan fotoku ke kamu?"

Ray mengangguk. "Kenapa kamu kelihatan kaget begitu?" pancing Ray.

Toilet yang sepi memang menjadi tempat terbaik untuk bertukar cerita antar sesama wanita. Entahlah di toilet selalu punya sisi magis tersendiri, bahkan bisa lebih nyaman dari sisi konseling sendiri.

Tatyana menyandarkan tubuhnya di wastafel pualam tersebut sembari menghela nafas panjang. "Gavyn tidak terlihat seperti orang yang akan melakukan itu."

"Bukan berarti dia nggak akan melakukannya, kan?" lanjut Ray, berusaha meyakinkan Tatyana.

"Maaf, aku hanya agak kaget, karena... Gavyn bahkan nggak kelihatan antusias untuk bachelor party kita," ucap Tatyana terbata, namun tak ayal rona merah muncul di pipinya.

Tatyana menatap Ray lama, lalu menundukkan kepalanya dan tersenyum tipis. "Makasih ya," gumam Tatyana pelan.

"Dia sayang sama kamu, hanya saja dia nggak terbiasa dengan afeksi," bohong Ray, padahal kenyataannya ia tidak tahu apa-apa tentang perasaan Gavyn. Namun, tak ayal, binar di mata Tatyana semakin terang, seolah ia mempercayai kebohongan Ray.

Ray berhasil mendapatkan kepercayaan Tatyana. Ia tidak membiarkan rasa bersalah hinggap di hatinya sedikit pun. Ini adalah ceritanya. Hanya Ray yang boleh bahagia, tidak peduli jika itu menyakiti orang lain.

***

Ketika Tatyana sudah lebih dulu keluar daei toilet, Ray sengaja berlama-lama di sana. Ray memiliki firasat Gavyn akan ke toilet setelah Tatyana. Ia keluar dari toilet wanita sembari berjalan perlahan-lahan dan kadang juga menikmati lukisan yang dipajang di lorong temaram itu. Sesekali, Ray mengecek ponselnya dan menghabiskan waktu melihat layar ponselnya, agar ia tidak terlihat mencurigakan.

Benar saja dugaannya, tak beberapa lama kemudian, ia melihay figur pria jakung di ujung lorong yang berjalan ke arahnya. Ray pun juga ikut berjalan ke arah pria itu, sehingga mereka seolah menghampiri satu dengan yang lain.

"Langkah kaki kamu emang khas ya," ucap Ray, membuka percakapan di antara mereka. Gavyn berhenti tepat di depan Ray, menyisakan jarak beberapa senti di antara keduanya.

"Dua kali kita bertemu, kamu selalu menolak aku. Lalu, pertemuan kali ini, kamu bersikap seolah-olah kita teman dekat. Apa maksud kamu, Ray?" tanya Gavyn sembari menaikkan sebelah alisnya, berusaha memahami jalan pikir wanita di depannya.

"Kamu tersinggung?" tanya Ray dengan senyuman miringnya.

"Aku hanya nggak mengerti jalan pikir kamu," jawab Gavyn tidak mengerti.

Ray menyipitkan matanya curiga. "Hm, kamu bukan pria yang terganggu dengan hal sederhana seperti itu, kecuali kamu memang penasaran."

"Ya, aku jengkel, karena kamu selalu menghindari aku," balas Gavyn dengan kerutan di keningnya yang semakin dalam.

"Aku tersanjung mendengarnya," jawab Ray santai dengan senyuman miring khasnya. "Itu artinya kamu baru berguna sekarang."

Ray menyelipkan tangannya di ikat pinggang Gavyn, kemudian menarik pria itu mendekat ke arahnya. Ray sengaja mendongakkan kepalanya, menatap Gavyn tepat di mata untuk menambah keintiman di antara mereka. Ia menyelipkan kartu hotelnya di saku celana Gavyn, begitu juga dengan nomor teleponnya.

"Anggap saja sebagai permintaan maaf," bisik Ray sembari mengedipkan sebelah matanya.

TBC...

Hola bestie, aowkwkkw ini cerita selingan aja sih kawan, aku lagi kesengsem sama cerita kek gini soalnya.

Selamat menikmati✨

Jangan bosan bosan✨

HOW TO BE A (FAKE) CRAZY RICH✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang