13. Mimpi Buruk

177 43 2
                                    

"Yakin gak mau dianterin? Aku udah punya SIM, lho

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Yakin gak mau dianterin? Aku udah punya SIM, lho."

"Ini ketiga kalinya kamu pamer SIM, Sya. Gak bosen? Lagian, pamer itu gak boleh. Sombong!"

"Gak apa-apa kalau pamer sama pacar sendiri."

Suara gelak tawa langsung terdengar di area parkir sebuah sekolah. Tulisan SMA Trinitas terpampang jelas di atas gerbang. Sementara sepasang anak manusia tampak saling bercanda di atas salah satu motor yang terparkir di sana. Warna langit yang menjingga enggan membuat keduanya cepat beranjak pulang.

"Lagian kenapa nolak mulu dari tadi, sih? Harusnya kamu terima-terima aja kalau aku maksa buat anterin kamu pulang, biar kita bisa romantis-romantisan lebih lama," lanjut sang pemuda, setelah sekian lama diam. Kemudian, dia memicing dan berkata, "Kamu gak cintalagi sama aku, ya? Udah bosen sama aku?"

"Kamu ngomong apa, sih, Sya? Jangan ngaco, deh! Biarpun udah punya SIM, tapi kamu bawa helm satu. Jadi, kamu gak bisa anter aku pulang," ucap si siswa yang mengenakan rok selutut. Nama 'Pelangi Bratarini' tercetak di tanda pengenal seragamnya.

"Bukan karena udah gak cinta lagi, nih? Bukan karena udah gak sayang lagi sama aku?"

"Bukan, Sya."

Si Pemuda mengangguk puas akan jawaban kekasih hatinya. Walaupun pertanyaan itu hanya sekadar candaan, tetap bahaya jika Pelangi berkata bahwa dia memang sudah bosan dan tidak cinta lagi. "Iya, sih, gak mungkin aku kasih helm ke kamu. Belum dicuci, entar ketahuan baunya."

Pelangi geleng kepala. "Dari minggu kemarin kamu bilang mau cuci helm, sampai sekarang masih belum juga? Hersya ... Hersya ... betah banget pelihara barang bau!"

"Kemarin udah niat, kok. Cuma lupa karena diminta ibu bantu bikin kue. Sorenya aku juga jaga toko. Malem tadi ngerjain tugas. Jadi, bablas," bela pemuda itu—yang tak lain adalah Hersya. "Ya udah, sekarang kamu mau naik apa?"

"Angkot," sahut Pelangi dengan cepat. Dia menepuk bahu Hersya dan perlahan mundur menjauhinya. "Aku pulang, ya. Nanti aku kabarin kalau udah sampai rumah. Kamu hati-hati di jalan. Dadah!"

Hersya mengangkat tangannya dan melambai pada Pelangi. "Dadah, Pelangiku. Sampai ketemu lagi besok!"

Untuk menyembunyikan semburat kemerahan di pipinya, Pelangi pun berbalik dan melangkah cepat, meninggalkan area parkir sekolah. Dia beruntung langsung mendapatkan angkot begitu sampai di depan gerbang. Bahkan, saat sudah duduk manis pun, Pelangi masih bisa merasakan panas di wajahnya karena panggilan Hersya tadi, Pelangiku. Cowok itu, memang selalu bisa mengacaukan kewarasan Pelangi hanya dengan hal kecil.

Ini adalah bulan kelima Pelangi dan Hersya menjalani hubungan asmara. Masa SMA yang selalu indetik dengan banyaknya aturan dan tugas memusingkan, berbalik menjadi menyenangkan karena kehadiran satu sama lain. Walaupun Hersya sangat sering menggodanya sampai berteriak kesal, tetapi Pelangi tetap merasa beruntung menjadi pacar cowok berkulit sawo matang itu. Selain jahil, berisik, dan menyebalkan, Hersya adalah cowok yang perhatian, menghormati lawan jenis, juga menyenangkan.

Melodi Tentang Kita [Tamat]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora