36. Perpisahan

211 32 5
                                    

"La, yakin?"

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

"La, yakin?"

"Yakin, Sya. Kamu masih aja ragu kalau aku udah bener-bener sembuh. Ayo, lanjut dorong."

Hersya mengikuti kemauan Pelangi, mendorong kursi roda menuju taman samping area rumah sakit. Ia sempat ragu karena melihat ada tambang di salah satu kursi taman. Ya, Hersya masih sangat berhati-hati. Ia takut Pelangi meyakini sudah sembuh, tetapi sebenarnya masih ada trauma di dalam dirinya.

"Anginnya dingin," ucap Hersya sembari memakaikan sweater abu-abunya pada tubuh mungil Pelangi. Lalu, dia duduk di kursi taman, tepat di samping Pelangi. "Udara Bandung seger banget, ya? Beda sama udara Jakarta yang isinya polusi semua. Seminggu di sini, kayaknya paru-paru aku bakal bersih."

"Ini yang aku pengen dari kemarin-kemarin. Bosen banget cuma nonton TV. Kalau gak acara gosip, ya, sinetron yang gak tamat-tamat," balas Pelangi, ikut mengeluarkan keluh kesahnya. Dia mengalihkan pandangan dari langit, beralih pada Hersya. "Gimana UTS kamu?"

Dengan gaya sombong tengilnya yang khas, Hersya mengangkat bahu sembari mencebikkan bibir. "Yah, gampang. Tinggal besok aja tampil sama The Future."

"Berarti harusnya sekarang kalian latihan, dong? Kamu malah ke sini. Aku jadi gak enak sama yang lain."

"Tampil sore, kok. Jadi masih ada waktu buat latihan. Anak-anak juga gak keberatan sama sekali," sambung Hersya dengan cepat. "Oh, iya. Kamu dapet salam dari Cleon sama Elyna. Mereka berharap banget kamu cepet sembuh, biar bisa nonton The Future latihan lagi," lanjutnya, melenyapkan perasan tidak enak hati Pelangi.

Cewek itu tersenyum tipis. "Kirain, mereka udah lupa karena udah lama gak ketemu aku. Ternyata masih inget." Lalu, Pelangi mengangguk kecil. "Sampaikan ucapan terima kasih aku buat mereka. Dan semoga penampilan kalian besok berjalan dengan lancar." Ia menepuk bahu Hersya. "Aku percaya kamu bakal dapet nilai yang bagus."

"Wih ... udah pasti, dong!"

Pelangi memutar bola matanya malas. "Aku lupa kalau kamu cowok paling pede di dunia ini. Gak perlu dikasih dukungan juga udah pasti kamu optimis."

"Tapi, dengan aku dapet ucapan begitu dari kamu, aku jadi lebih semangat, La." Nada bicara Hersya berubah lembut dalam waktu sekejap. Dia membalas senyuman tipis Pelangi dengan senyum manisnya. "Jadi, kalau emang bisa, biarpun kamu tahu aku ini makhluk paling pede, tetep kasih aku dukungan, ya? Karena itu berarti banget buat aku."

Bukannya menjawab, Pelangi justru memalingkan pandangan. Dia lebih memilih menatap bunga dan dedaunan yang bergerak karena sentuhan angin.

Ada perasaan menghangat yang menjalar ke seluruh dadanya saat mendengar ucapan Hersya barusan. Namun, Pelangi tahu, dia tidak boleh goyah. Sekalipun Hersya sudah memberikan senyum manis dan tatapan dalam, Pelangi tidak boleh mundur dan jatuh untuk kesekian kalinya pada cowok itu.

Sekalipun sangat menikmati momen ini, Pelangi tidak boleh terlena. Dia tidak boleh lupa bahwa ada seseorang yang sedang menunggu Hersya menyelesaikan urusannya di sini, lalu kembali padanya. Pelangi tidak boleh lupa pada April barang sedikit pun.

Melodi Tentang Kita [Tamat]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt