Bab 13

203 15 0
                                    

Gaun biru panjangnya membuat Eve berulang kali mengeluh. Setiap melangkah Eve selalu saja menginjak bagian ujung depan gaunnya. Ia sungguh tidak biasa memakai gaun semacam itu. Sangat disayangkan gaun itu Eve yang memakainya. Pikir gadis itu.

Gaun itu seperti gaun-gaun yang ada di film Disney yang biasa Eve tonton. Dan sekarang Eve seolah menjelma salah satu tokoh Disney di hari pernikahannya. Hatinya memang berbunga-bunga melihat dirinya sangat cantik dengan gaun itu. Tapi gaun itu juga membuatnya kesulitan melangkah. Mencari Avraam saja butuh waktu ekstra karena gaun itu membuat langkahnya lamban.

Eve memutari bagian luar aula

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Eve memutari bagian luar aula. Ia melihat ada anak tangga yang mengarah ke belakang aula. Gadis itu mengikuti apa kata hatinya untuk ke sana. Jadi lah Eve menaiki anak tangga itu dan Eve nyaris membuat seseorang terjatuh. Seorang gadis berbadan seksi dan juga gaun terbukanya segera berpegangan ke dinding.

Eve baru saja hampir menabrak dan mencelakai gadis itu. Beberapa saat mereka saling bertatapan. Buru-buru Eve menunduk. "Maafkan aku, Nona. Aku sungguh tidak tahu kalau ada orang yang juga berjalan ke arahku. Kau baik-baik saja?"

Tatapan gadis itu sungguh membuat Eve nyaris salah mengartikannya. Seolah gadis itu memiliki dendam kepadanya. Tapi melihat detik berikutnya gadis itu tersenyum lebar ke arahnya. Eve melupakan pemikirannya tadi.

"Tidak apa-apa. Justru aku yang ceroboh karena berjalan terlalu cepat. Oh ya, selamat atas pernikahanmu dan juga suamimu." gadis itu segera menyalami tangan Eve yang masih memegangi gaunnya. Mengecup pipi kanan dan pipi kiri Eve.

Eve terkejut. Jelas ia merasa aneh dengan sikap gadis itu yang berlebihan dengan cara memberikan selamat kepadanya. Tapi Eve tak bisa mendorong gadis itu begitu saja hanya karena Eve merasa aneh dengan caranya. Diberikannya anggukkan pada gadis itu.

"Kau juga salah satu tamu dipernikahan ku, ya." balas Eve.

Gadis itu tersenyum. "Aku harus kembali ke dalam. Adikku mungkin sedang mencariku sejak tadi. Sekali lagi selamat atas pernikahan kalian."

Eve memandangi perginya gadis tadi. Jelas-jelas Eve merasa ada yang aneh dengan bagaimana gadis tadi memandanginya. Juga bagaimana perubahan ekspresinya yang berubah secepat itu. Eve yakin jika pandangan matanya tidak salah melihat. Atau mungkin memang Eve salah melihat dan juga salah mengartikan gadis tadi?

Eve kembali meneruskan mencari Avraam. Dan pria itu ada di sana. Sedang mengisap sebatang rokok dengan kedua tangan yang bertumpu di pagar kaca balkon. Gadis itu menghampiri suaminya. Mengejutkan Avraam dengan pelukannya dari belakang tubuhnya. Avraam pikir itu Alea yang kembali ke sana.

Ketika ia melirik mungil tangan itu melingkari tubuhnya. Segera ia mematikan rokoknya dan menginjaknya di lantai. Memutar tubuhnya dan menemukan istri kecilnya sedang tersenyum dengan pipi bersemu merah.

"Kau di sini rupanya. Aku mencarimu," rajuk Eve dengan bibir yang mengerucut sebal.

Avraam terkekeh tanpa suara. Menangkup wajah Eve. "Kau sangat merindukan aku rupanya. Kenapa kau mencariku, Istriku?"

Eve mendengus. Berusaha memperlihatkan bahwa ia sedang marah sekarang. Dan bukannya Avraam takut Eve benar-benar marah. Pria itu justru merasa gemas dengan tingkah Eve. "Kau sungguh menanyakannya padaku kenapa aku mencari suamiku sendiri?"

Avraam mengangkat bahunya. Eve mendelik. "Kau benar-benar membuat aku kelelahan menyalami para tamu sendirian. Sementara kau benar-benar asyik dengan para pria tadi. Siapa mereka? Temanmu? Ah, dan lagi. Kau juga tiba-tiba menghilang. Jadinya aku mencarimu sampai ke sini-sini."

Jakun Avraam naik turun. Menelan ludahnya sendiri saja seolah menelan batu kerikil. Sulit. Segera dipeluknya Eve dengan erat. Memberikan kehangatan dan juga kenyamanan untuk istrinya. Eve merasa aman berada di dekapan tubuh Avraam. Seolah pria itu bisa melindungi Eve dari hal buruk di sekitarnya.

Avraam mengecup puncak kepala Eve cukup lama. "Maaf aku menghilang. Aku sedang mencari udara segar. Karena di dalam para pria yang kau tanyakan barusan, terus saja menggodaku. Mereka teman-temanku. Ada teman sekolah, kuliah, juga teman yang bertemu saat menjalin bisnis."

Eve hanya menyimak saja dan mengangguk sesekali. Teringat dengan sosok gadis yang tadi hampir dicelakainya tanpa sengaja. Eve langsung mendongak. Seharusnya gadis itu juga habis dari arah balkon ini. "Apa tadi ada seorang gadis ke sini?"

Pertanyaan Eve jelas membuat detak jantung Avraam berpacu hebat. Gadis yang dimaksudkan Eve bukan gadis yang bernama Alea kan? Tanya Avraam dalam hati. Karena kalau iya, itu berarti kemungkinan besar Eve menyaksikan apa yang Avraam lakukan dengan gadis itu.

"Kenapa kau diam saja, Avraam? Aku sedang bertanya," desak gadis itu tak sabaran.

Avraam buru-buru menggeleng. "Tidak. Aku tidak dengan siapa pun. Aku sejak tadi sendirian. Memang kenapa?"

Sesaat, Eve hanya terdiam. Mencari celah kebohongan di mata Avraam. Tapi tidak ditemukannya. Pria itu jujur padanya. "Ya sudah. Aku hanya bertanya saja. Avraam, aku lelah. Bisakah kita istrirahat lebih awal?"

Diam-diam Avraam bernapas lega. Itu berarti Eve tidak melihat apa pun. Jadi Avraam bisa tenang untuk sekarang meskipun di dalam hatinya yang paling dalam ia tak merasa tenang.

"Kita kembali ke dalam. Dan berpamitan dengan para tamu yang hadir. Karena tidak sopan pergi meninggalkan tamu tanpa ucapan perpisahan. Dan Eve, jangan berpikir kau bisa istirahat dengan tenang. Karena malam ini aku akan memilikimu seutuhnya. Mengerti gadis kecilku?" Avraam menyentil pelan hidung Eve. Gadis itu setengah protes. Segera menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Namun tiba-tiba gadis itu mengecup bibir Avraam secepat kilat. Berlari sekencang yang ia bisa untuk menjauh dari Avraam.

Eve malu. Dadanya bergemuruh hebat. Eve tahu apa yang dimaksud Avraam. Mana mungkin Eve tidak mengerti maksudnya. Meskipun ia baru 19 tahun tapi Eve tidak sepolos itu untuk tidak mengerti maksud Avraam. Meskipun tak berpengalaman tapi Eve sering mendengarkan teman-teman sekelasnya yang saling bercerita vulgar tentang pengalaman mereka dengan pasangannya secara diam-diam.

Eve pikir akan terasa mudah melewati malam pertamanya. Tapi nyatanya, jangankan bertemu malam. Di siang hari pun ia sudah merasa gugup. Apalagi Avraam yang justru mengingatkan Eve akan hal itu. Gadis itu berusaha menenangkan dirinya sendiri. Tapi sentuhan, belaian, juga usapan jari panjang Avraam di sepanjang garis lehernya menyentak gadis itu ke kenyataan.

"Apa yang kau lamunkan, Eve?" suara pria itu terdengar serak.

"Bukan apa-apa." jawab gadis itu lugas. Seolah ingin menunjukkan pada suaminya kalau Eve tidak sedang gugup dengan malam pertama mereka nanti.

Seringai misterius membuat Eve bergidik. "Hmm.. Biar aku tebak, Eve. Kau sedang memikirkan malam pertama kita, dan kau merasa gugup karenanya. Apa aku salah?"

Suara kesiap halus menyenangkan Avraam. Gadis itu terkesiap. Ketika Avraam dengan nakal menyentuh sebelah bokong Eve. "Avraam!" peringat gadis itu. Setengah marah. Tapi Avraam tidak bisa dibohongi dengan kepura-puraan marah gadis itu. Karena pipi yang bersemu itu jawabannya.

Avraam mendekatkan dirinya. Berbisik serak di telinga Eve. Sesekali sengaja mengembuskan napasnya. Merangsang Eve. "Bokongmu menggemaskan. Bulat, juga kenyal. Aku menyukainya, Sayang."

Pelototan gadis itu berikan. Sial! Avraam malah membuatnya malu juga salah tingkah. Pun Eve merasa ia menjadi sedikit bergairah. Pikirannya mendadak kotor membayangkan sentuhan lainnya yang diberikan Avraam ke sekujur inci tubuhnya.

TRAPPED IN YOUR LOVEWhere stories live. Discover now