PENGGANTI

736 119 0
                                    

Hening.
Rafael berusaha menenangkan Alequa. Air mata Gadis itu tak berhenti mengalir. Hatinya tergores-gores. Rafael melepaskan pelukannya. Duduk di hadapan Alequa memandangi hamparan laut yang begitu luas.

"Hidupku sangat tidak indah Rafael. Bahkan jauh lebih buruk dibanding hidup menjadi Pribumi." Ucap Alequa tiba-tiba. Suaranya serak.

"Kenapa berpikir seperti itu?" Rafael menoleh. Menatap Gadis itu heran.

Alequa membalas tatapan Pria itu. Menatap lamat-lamat. "Aku tak memiliki apa-apa. Tidak ada yang istimewa sedikitpun dalam hidupku."

Rafael terdiam. Menelan ludah. Ia merasa sakit melihat Alequa bersedih. Wajah sahabatnya itu terlihat sangat pucat. Alequa tengah memendam rasa sakit yang begitu dalam. Rafael kemudian beranjak. Duduk di sebelah Alequa dan merangkul tubuh sahabatnya itu.

"Kau lihat itu?" Rafael menunjuk ke arah matahari.

"Ya, kenapa?" Jawab Alequa dingin.

"Kau tahu itu matahari bukan?" Rafael bertanya kembali.

Alequa menarik napas, "Aku tidak bodoh, Rafael!"

"Nah! Indah itu seperti matahari Alequa!" Rafael masih menunjuk ke arah cahaya matahari.

"Apa yang seperti matahari?" Alequa penasaran.

"Alequa, manusia itu tidak selalu indah dengan apa yang ia miliki. Tetapi bisa dengan apa yang ia berikan. Seperti matahari itu. Ia memiliki panas yang sangat mematikan. Bahkan jutaan orang bisa mati dalam sekejap jika menyentuhnya. Tapi meski begitu, matahari selalu indah. Karena cahaya yang ia berikan untuk menerangi dunia." Jelas Rafael.

"Aku tak butuh nasihat Rafael." Alequa dengan cepat melepas rangkulan Pria itu.

Rafael sontak terdiam. Menatap pasrah wajah Alequa. Ia sudah mencoba untuk menguatkan dan membantu Gadis itu agar tak bersedih. Namun Alequa tidak peduli.

"Kau sebenarnya mau apa, Alequa?" Rafael memberanikan diri untuk bertanya.

"Mau apanya?" Alequa memalingkan wajah dari Pria itu.

"Jangan pura-pura bodoh. Sekarang katakan kepadaku apa yang kau inginkan?" Rafael mengulang pertanyaan.

Alequa menelan ludah. Menunduk. Sedikit ragu untuk menjawab. "Aku sebenarnya rindu keluargaku. Aku ingin bertemu dengan Alaka." Wajah Alequa menciut.

Rafael menggenggam kedua pipi Gadis itu. Menghadapkannya ke depan wajahnya. Alequa sedikit terkejut. Wajah Gadis itu terlihat dingin. Semakin lama terlihat memucat. Matanya menatap sendu.

"Aku bisa, Alequa! Aku bisa menggantikan Alaka!" Seru Rafael sangat yakin.

Sekujur tubuh Alequa bergetar. Kelopak matanya yang sendu terlihat menggelap seperti berlebam. Tatapannya mengecil. Wajah Gadis itu semakin memucat. Napasnya terengah landai. Alequa terlihat sangat lemas.

"Aku bisa, Alequa! Aku bisa menjadi Alaka. Aku berjanji! Sungguh, Alequa! Sungguh!" Rafael meyakinkan kembali. Masih menggenggam pipi Alequa dengan kedua telapak tangannya.

Alequa menghampas tangan Rafael. Beranjak berdiri, dan langsung melompat dari atas batu. "Janjimu itu sangat berat Rafael. Simpanlah janji itu dalam-dalam. Jangan pernah terpikir untuk mengucapkan hal itu lagi." Gadis itu mulai berjalan. Pergi meninggalkan Rafael.

Rafael seketika terdiam. Sedikit terkejut mendengar jawaban Alequa.

"Kau mau ke mana?" Tanya Rafael.

ALEQUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang