RAGU

476 112 3
                                    

"Hah? Tidak apa-apa!" Rafael panik. Gadis di sebelahnya itu sontak merasa bingung.

"Baik. 3 harapan dan 1 pesan yang sudah kau katakan tadi sudah ku tulis. Sekarang aku akan memasukkan kertas ini ke dalam botol itu." Rafael menunjuk pada sebuah botol kaca yang ia keluarkan tadi. Kemudian mengambilnya, hendak memasukkan kertas berisi harapan Alequa dan dirinya itu.

"Sebentar!" Alequa menahan, menggenggam tangan Rafael dengan erat. Pria sahabatnya itu menatap heran.

"Kau belum menulis pesan untuk orang yang paling kau cintai."

Rafael menelan ludah, menunduk.

"Kenapa malah diam?" Alequa mengerutkan kening.

"Aku tak perlu menuliskan pesan untuk orang yang paling aku cintai." Rafael berkata dingin, masih menunduk.

"Kenapa begitu?" Alequa semakin heran.

"Kau tahu kan, aku sudah tak memiliki keluarga lagi? Sama sepertimu...." Rafael mengangkat kepala. Alequa langsung mengangguk.

"Yang ku punya selama ini hanya kau Alequa. Aku tak perlu menuliskan pesan untuk orang yang paling aku cintai, karena aku bisa mengatakan langsung kepadanya. Bahkan detik ini juga."

Alequa mengedip-ngedipkan mata. Raut wajah Gadis itu seketika berubah, keningnya mengerut dalam, menatap Rafael penuh pertanyaan. Jari telunjuk Gadis itu menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Aku?"

"Ya, kau sahabat sejatiku. Kau orang yang paling aku cintai." Balas Rafael.

Mata Alequa berbinar-binar, entah mengapa sekujur tubuh Gadis itu seketika menegang. Rafael langsung menggulung kembali surat berisi harapan tadi. Memasukkan surat tersebut ke dalam botol, dan menutup botol tersebut dengan sebuah penutup kayu berbentuk bulat.

Plukk...
Rafael melempar botol berisi kertas harapan itu ke permukaan laut. Pria itu terdiam sejenak, diikuti dengan Alequa yang duduk di sebelahnya.

5 menit berlalu.
Ombak kecil mulai menghanyutkan botol yang dilempar Rafael tadi. Kini hanya terlihat buntut botol itu yang terbalik di atas permukaan air. Sekitar 35 meter dari batu tempat Alequa dan Rafael duduk.

"Sebenarnya untuk apa kau melakukan itu?" Alequa menoleh, memandang penasaran wajah Rafael.

"Bukan apa-apa, hanya untuk kenang-kenangan sebelum kau pergi meninggalkan kota ini." Rafael fokus menatap botol kaca yang sudah setengah tenggelam.

"Apa fungsinya dihanyutkan?" Alequa bertanya kembali.

"Aku rasa surat dan botol itu akan bermanfaat di suatu saat nanti, kita tunggu saja. Lagi pula tak ada salahnya juga melakukan ini." Balas Rafael. Alequa mengangguk.

"Oh iya, ada 1 hal lagi!" Rafael tiba-tiba berdiri, beranjak menuju kopernya yang tergeletak di belakang.

Pria itu membongkar isi kopernya. Terlihat seperti mencari sesuatu. Alequa ikut menoleh ke belakang. Memerhatikan Rafael penuh rasa penasaran.

"Jangan lihat ke sini! Sebentar saja—" Seru Rafael yang tersadar. Alequa langsung memalingkan wajah kembali.

30 detik setelah seruan itu, Rafael duduk kembali di sebelah Alequa. Tangannya disimpan ke belakang. Persis seperti saat Alaka hendak memberikan bunga 10 tahun yang lalu.

Alequa menoleh, mengerutkan kening. Ekspresi Rafael saat duduk barusan terlihat sedikit aneh. "Kau kenapa?"

Rafael hanya diam, tersenyum manis. Terlihat cukup menjengkelkan.

ALEQUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang