02

9.4K 656 31
                                    

Kakak banyak menghindar sekarang. Memilih pulang disaat lampu-lampu rumah telah mati, dan pergi pagi-pagi sekali setelah menyiapkan sarapan. Dia selalu terburu-buru seolah kakak benar-benar enggan bertemu denganku.

Aku hanya diam. Menatapnya dalam diam dan menikmati bagaimana ia sekarang takut padaku. Segalanya terasa dingin namun hal itu malah membuat gairah dalam tubuhku untuk memilikinya melambung tinggi.

Kakak, mau sampai kapan kabur?

Hari-hari ku habiskan tanpa meninggalkan tujuan awal. Membuat kakak marah, khawatir, dan merasa sakit.

Sejujurnya aku ingin lebih bermain lembut. Tapi kakak benar-benar totalitas membuat kesabaranku habis.

Aku lihat kakak bertemu laki-laki yang sangat ku tahu siapa sosoknya. Aku hanya diam, menikmati bagaimana kedua pasangan itu tampak sangat serasi. Betapa aku ingin melepas kepala pria itu untuk ku jadikan hiasan kamar.

Lagi.

Membawa pria ke rumah, makan malam mesra bahkan tertawa setelah berhari-hari abai pada keberadaanku. Jika kakak ingin membuatku marah, maka ia berhasil. Jika kakak ingin aku berbuat lebih jauh, maka akan ku kabulkan.

Lana, kamu benar-benar menguji kesabaranku.

Sangat nakal. Mungkin memang aku terlalu lembut padamu.Mari kita lihat, sayang. Apa yang akan mampu ku lakukan.

Membawa gadis cantik ke rumah. Tentu gadis murahan yang akan mau melakukan apapun setelah ku beri setumpuk uang. Aku sengaja membawanya ke kamar, berdiam diri disana tanpa melakukan apapun. Menunggu kakak menggedor pintu kamar, marah, dan bomb!

" Kenapa kita tidak melakukan sesuatu? "

Si menjijikan ini. " Berharap aku mendorongmu dari lantai dua? Atau ke ranjangku? "

Aku mendengus jijik saat gadis itu malah menggigit bibir seolah tergoda pada ucapanku. Gadis gila!

Derap langkah terdengar mendekat. Aku segera berdiri untuk menarik gadis berpakaian kurang bahan itu untuk ku tindih. Gadis itu memekik, melengkungkan tubuh saat lehernya ku jadikan sasaran cumbu.

Pintu kamar digedor kasar. Aku tersenyum miring dan tidak peduli. Ku cumbui kasar gadis dibawahku hingga pekikannya mengeras. Ku cekik emosi dan ku robek pakaiannya.

Tubuhku panas. Aku hampir ditelan gairah sebelum tangan kecil menarik tubuhku menjauh. Setelahnya tamparan keras menyentuh pipiku.

Itu kakak. Dia berdiri dengan tubuh bergetar. Air matanya mengalir deras seolah ia telah menangis terlalu lama. Aku terdiam, mataku melirik pada gadis diatas ranjang.

Dia mengenaskan. Lehernya merah, pipinya membiru dengan luka sobekan dibibir. Pakaiannya bahkan sudah tak berbentuk. Gadis itu juga menangis, menarik diri untuk meringkuk diantara selimut.

" Apa ini Dean?! "

Kakak berteriak. Maniknya melotot dengan satu tangan membekap mulut. Aku mendengus puas ditempat. Menikmati bagaimana kacaunya kakak seolah raganya benar-benar ku hancurkan.

" Membawa gadis ke dalam kamar bahkan melakukan hal menjijikan?! APA ITU YANG KU AJARKAN PADAMU?! "

Tubuhku didorong kasar. Pipiku ditampar lagi seolah kakak tidak akan merasa puas. Aku tersenyum miring, mengusap sudut bibir yang berkedut nyeri. " Kakak cemburu? "

Ucapanku sukses membuatnya semakin marah. Dia tersenyum lebar walau aku tahu maniknya tengah menancapkan banyak panah padaku.

" Kamu sadar apa yang baru aja kamu bilang? " Air matanya lagi-lagi mengalir. Aku tetap mengunci tatap walau kakak seolah jijik menatapku.

" Cemburu? Kamu tanya kakak CEMBURU?! Dimana akal sehat kamu, Dean! Apa kamu benar-benar hilang akal? Kamu bertanya hal menjijikan seolah kamu buta akan status?! "

" Kita memang punya hubungan!"

" AKU KAKAK KAMU! "

Kakak menarik nafas disana. Wajahnya banjir seolah air matanya enggan berhenti. Oh, sayang, betapa cantiknya kamu.

Membuang pandangan. Kakak berjalan ke ranjang untuk membantu gadis itu berbenah diri. Pandanganku seketika menggelap, nafasku memburu saat kakak berlagak tidak peduli padaku.

" Ayo, saya antar ke depan. "

Hendak berjalan keluar kamar, Kakak ku cegat setelah gadis yang kubayar itu ku dorong menjauh. " DEAN! "

" DIAM! " Aku mengacung padanya. Kakak melotot seolah nafasnya terhenti. " Sampai kapan kakak begini, hm? Sampai aku harus pakai cara kasar?! Iya?! "

Tubuhku didorong. Kakak menjauh saat aku hendak mengambil langkah mendekat. " Cukup! Kamu benar-benar keterlaluan! Kakak kira setelah tamparan itu kakak beri, kamu bakal jadi lebih waras, "

Kakak menunduk dengan gelengan kecil. " Tapi kakak salah. Kamu tambah gila, Dean! Kamu gila! "

" YA! YA! " Aku balas melotot. Tubuh kecil yang telah lama ku kagumi ku peluk sekali lagi. Kakak memberontak walau gerakannya sia-sia. Dia berteriak seolah sentuhanku adalah hal yang sangat menjijikan.

Surainya ku tarik. Kakak terisak dengan kepala mendongak, tubuhnya bergetar saat lehernya ku cumbui. " Aku memang gila, Lana. Gila. Perasaanku gila. "

Aku mendongak, ku tatap sendu pancaran matanya yang benci. " Tapi apa salahku? Bukankah cinta itu wajar? Kak, jelaskan mana yang salah. Aku, hanya ingin mencintai.. "

" Sakit, Dean, sakit. Jangan begini.. "

Aku terang-terangan menggeleng. Surainya ku tarik lebih kencang hingga kakak memekik. " Sakit mana kak? Aku, lima tahun penantian, tapi kakak malah membalas perasaanku dengan rasa sakit.. Huh? "

Kakak menangis, histeris. Tapi aku tidak peduli. Ku ciumi air matanya penuh sayang, pipi juga rahangnya yang cantik. Tubuhku meremang.

Isakan lain terdengar. Gadis itu, yang sekarang tengah duduk meringkuk disisi ruangan dengan kausku. Ia tampak ketakutan. Aku menyeringai kosong. Tubuh kakak ku putar begitu pula jambakan yang menguat.

Kepalanya ku dorong kasar. " Lihat! Lihat! Harusnya kakak yang disana! Di atas ranjangku! "

Kakak terus menggeleng, menatapku takut seolah tubuhnya tidak lagi berani melawan. Gadisku sayang, inilah yang ku mau. Gadis baik yang disiplin.

" Dean.. "

Aku menggeleng. Wajahnya ku dekatkan ke wajahku. Hidung kami bersentuhan, ku hirup wangi nafasnya yang hangat. " Harusnya kakak yang ku ikat disana. Menjadi milikku. Menangis, tersenyum, bahkan berteriak untukku. "

" Tidak, Dean.. "

" YA, KAK! " Kakak berteriak saat surainya ku tarik lebih keras. " Sayang, hatiku sakit. Jangan tolak aku lagi. Aku tidak bisa untuk terus bersabar. "

" Sakit, Dean.. "

Alisku naik tertarik. Kakak menatap memohon dengan derai air mata. Seketika aku mengerjap, melepas jambakanku hingga kakak jatuh terduduk.

" Sakit, sakit.. "

" Sakit? Seberapa sakit, kak? Ayo katakan. " Bibirku tertarik ke atas. Tubuh kakak ku peluk erat. Ku ciumi aroma tubuhnya puas. " Begini, sayang. Ini yang ku mau. Menangislah. Menangis yang banyak."

Aku menyeringai lebar, " Setelah itu, akan ku beri kamu banyak rasa sakit yang lain, "

Sangatt lebar. " Lanaku. "

















______________________________________

MINE, HONEY!

I'M Obsessed[OnGoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang