09

1.3K 81 7
                                    

Hampir pukul delapan malam saat aku selesai memindahkan barang-barang bekas ke gudang lantai dasar. Keringat di kening pun ku usap bersama helaan nafas berat.

Mataku memandang Lana yang tengah duduk di ruang tengah bersama kue kering pemberian tetangga sebelah kami. Bibi Woel wanita paruh yang baik. Dia menyambut kedatanganku dan Lana bersama suaminya yang masih gagah.

Setelah mengendarai mobil menyebrangi kota, aku hanya mampu menyewa rusun kuno yang berdiri tak jauh dari pelabuhan. Rasanya tak tega membuat kakak terus tidur di dalam mobil, hingga ku putuskan untuk mengambil tempat istirahat untuk dua hari kedepan sebelum kami benar-benar harus meninggalkan kota.

Menutup pintu depan, aku mendekat pada gadis yang tengah memasukkan potongan kue ke mulutnya yang masih penuh. Senyumku tertarik tipis saat Lana menatapku dengan binar bening di matanya.

" Bibi Woel sangat baik. "

Aku mengangguk kecil. Membiarkan Lana masuk ke dalam pelukanku, gadis itu bahkan tidak peduli pada keringat di kausku. " Tidak ada yang harus di bunuh, Dean. "

Lana begitu polos saat mengatakannya. Jarinya membelai rahangku yang tidak ku urus. Ada rambut yang tumbuh hingga gadis itu tersenyum geli. Alisku lantas menungkik heran pada senyumannya. " Apa yang lucu? "

Dia terkekeh, mengelus pipiku lembut. Jarinya yang cantik, begitu halus, bayi pun bersedia menghisap madu dari lentiknya yang indah.

" Dean adik yang baik. " Ujarnya tiba-tiba. Maniknya kosong, namun Lana tetap tersenyum lebar.

Aku hanya diam saat dia mencium bibirku dengan gerakan lemah. Lana menggerakkan bibirnya dengan cara yang putus asa, membuatku menarik surainya agar dia menjauh.

" Apa kamu akan membunuhku, Dean? "

Nafasnya memburu saat lehernya ku cengkeram. Lana menyentuh lenganku, matanya berembun, membuatku merasa sebuah awan panas tiba-tiba berhembus di hati hingga suatu perasaa kesal mengerubun. " Aku akan membunuhmu jika aku ingin, Lana. "

Dia menangis saat aku mengatakannya. Melepas cengkeramanku untuk mengambil duduk di atas paha. Lihat ini? Lana dan omong kosongnya. Dia begitu mudah menyanyakan sesuatu, membuatku marah, lalu dia akan menangis.

Lana begitu suka saat aku mengucapkan sesuatu yang mampu menyakiti hatinya.

" Ayo tidur. " Ujarku memotong hening.

Lana memelukku, menciumi leherku saat aku menggendongnya menuju kamar yang dua jam lalu sudah ku bereskan. Ranjang yang lumayan empuk untuk kami tidur, ini sudah lebih baik.

" Aku mau di peluk. "

Aku membungkuk saat Lana menarik leherku dengan rengekan melas. Gadis itu memajukan bibirnya. " Aku harus mandi dulu, sayang. "

" Kalau begitu aku juga mandi. "

Nafasku terhembus berat. Aku memang mencintai gadis ini. Namun bagaimana pun aku bukan laki-laki sabar untuk Lana yang mulai menjadi merepotkan.

Menarik tubuhnya untuk ku gendong, akhirnya aku membawa Lana mandi bersama. Memanfaatkan air yang masih bersih. Gadis itu tidak bisa mandi dengan benar, hanya bermain, membasahi wajahku dengan sabun hingga kadang aku harus memarahinya.

Lalu dia akan mengerucutkan bibir, sebelum kembali mengoceh saat aku membasuh tubuhnya.

TAK

Aku tersenyum tipis. Mengambil duduk di kursi yang berhadapan dengan Paman Sam. Suami Bibi Woel datang setelah Lana tidur. Pria itu berkata bahwa dia baru saja mendapatkan sisa buah panennya dan berniat memberikannya pada Lana.

I'M Obsessed[OnGoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang