10

1.8K 114 16
                                    

" Itu mungkin dua hari lagi. Kapal barang berjalan dengan lambat, Dean. "

Aku mengangguk. Menghisap tembakau yang asapnya mengepul sejak setengah jam lalu. Lima batang rokok tandas bersama tiga kaleng minuman. Menemani petang di mana aku memilih singgah di sebuah toko kelontong yang sepi pengunjung.

Ada dua belas juta hasil curianku di pasar. Itu akan cukup untuk bertahan hidup memenuhi kebutuhan Lana selama kami menanti terbukanya pelabuhan.

Menumpangi kapal yang sibuk memang bukanlah hal mudah. Mereka membawa ribuan barang dagang dan impor ilegal. Ada banyak sekali pantangan bagi mereka untuk melakukan pemberhentian di setiap pelabuhan. Mereka harus menanti waktu, tidak mudah mengambil tempat singgah di saat mereka bahkan tidak memiliki surat ijin apapun.

Itulah alasan mengapa aku tetap memilih jalan ini. Kapal barang ilegal berisi orang-orang yang tidak akan peduli pada apapun yang mereka bawa, mereka hanya bekerja untuk uang haram, menghidupi istri mereka, atau bahkan untuk kegilaan tanpa akhir.

" Aku bertemu Sean kemarin. "

" Itu bagus. Katakan padanya untuk membayar hutangnya padaku. " Ben mengoceh bercanda.

Kekehanku pun terurai berat. Ben dan Sean, dua manusia idiot yang sayangnya mampu berguna untukku. Jika Sean adalah penyelundup narkoba yang bekerja di tangan orang-orang berkantung tebal, Ben adalah wadahnya. Pria itu memiliki sebuah kelompok besar yang bekerja dalam pemasokan bahan narkotik ilegal.

" Anh Ruu, bagaimana dengan wanita itu? "

" Dia mati. Tidak ada yang mengambil nyawanya tentu saja. Penyakitnya tidak bisa sembuh. "

Wanita yang malang. " Bagaimana dengan Lana? "

" Dia tidur, ku rasa. Kepalaku pusing sekali mendengarnya terus menangis. Lana memintaku membawanya pulang. "

Ben terkekeh. Terdengar dentingan gelas dari seberang, tampaknya dia tengah menikmati minuman keras. " Jangan terlalu menyakitinya, Dean. Dia bisa kabur. Burung tetap memiliki sayap.. "

Senyumku terukir tipis. " Tapi aku pemiliknya. Sayapnya sudah ku potong. Dia tidak bisa kemana-mana."

" Dasar sinting. "

.....

Tepat tengah malam saat aku sampai ke rumah. Rusun senyap, tentu saja. Semua orang tidur, dan lebih tepatnya tidak ada banyak orang yang bersedia tinggal di gedung lawas yang mungkin bisa kapan saja rubuh.

Mataku memandang datar pintu depan yang sudah terbuka. Perasaan aneh lantas merasuk, aku masuk terburu-buru hingga sebuah tendangan keras tiba-tiba memukul dada.

Paman Sam?

Manikku lantas menatap tajam. Keterkejutan tidak sampai di sana saat ku dapati Lana berada di dalam pelukan Bibi Woel. Wanita paruh itu menangis dan menatapku dendam.

Apa yang salah?

" Apa ini? " Lirihku rendah. Ku tatap wajah marah Paman Sam yang tampak siap menghabisi nyawaku.

" Kau masih bisa bertanya? Manusia macam apa kau ini? Mengikat istrimu seperti binatang di dalam kamarnya! Dia menangis karena lapar! Menyakiti lehernya untuk meraih pintu di saat kau bahkan tidak peduli! "

Mataku lantas memandangi wajah Lana yang pucat. Tidak, aku tidak mengasihaninya. Rasanya marah menatap wajah gadis itu. Aku benar-benar ingin memukulnya setelah ini. Senyumku dengan segera terukir penuh seringai. " Kamu lapar ya, sayang? Kemari lah, Lana. Aku sudah membelikanmu makanan. "

Lana hendak mendekat mendengarku. Namun wanita paruh di sampingnya terus memeluknya, menatapku semakin tajam. Membuatku tersinggung. Lanaku. Mengapa dia menghalangi gadisku?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'M Obsessed[OnGoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang