03

8.7K 570 32
                                    

Menjadi begitu dingin. Kakak seolah terus menancapkan banyak paku padaku dari setiap gerak-gerik dan tatapannya. Aku tahu jelas bahwa kakak telah sepenuhnya takut padaku. Tapi aku tidak peduli.

Karena aku sangatt bahagia. Mengapa? Karena segala hal yang dulunya hanya sebatas angan-angan, detik ini juga telah terkabul.

Gadisku, diatas ranjangku, menjadi milikku. Aku tertawa keras. Sayang, betapa hari ini telah ku tunggu-tunggu.

Membawa nampan makan berisi semangkuk bubur dan segelas air. Aku bersenandung dengan tarian kecil berjalan menuju kamar. Berdiam diri sebentar, gembok kamar ku buka hingga senyumanku dibuat semakin lebar.

Aku masuk. Menarik bibir saat kakak tampak beringsut menjauh walau aku tahu tali-tali dimasing-masing tangan juga kakinya akan lebih kuat menjerat.

Meletakkan nampan, aku merangkak mendekat padanya. Tersenyum lebar saat tubuh kakak bergetar hebat seolah batinnya benar-benar ku guncang. " Sayang, bagaimana harimu? "

Dia memalingkan wajah setelah maniknya melempar tatapan benci. Aku terkekeh, surainya ku usap sayang sebelum ku ciumi wajahnya yang pucat. Kakak memejamkan mata disana, aku semakin terhibur saat mendapati kakak terus mencoba untuk tidak menangis.

" Apa kamu bisu? Mau ku buat meracau tanpa henti, hm? "

Tubuhnya menegang. Aku tersenyum saat air matanya tetap mengalir walau kedua tangan kecil itu mengepal kuat. " Bagaimana harimu?"

Kakak mengangguk kecil, " B-baik, Dean-"

" ..Sayang? "

Dia semakin banjir saat aku melotot marah. Kepalanya mengangguk keras. " B-baik, sayang. "

Tubuh kecilnya ku peluk erat. Tersenyum bahagia. Acuh pada isakanya yang mengeras. Lana, kemana perginya keberanianmu? Sejak awal kamu bertingkah keras bahkan berani, sekarang kamu tak lebih dari kucing kecil yang lugu.

Betapa manisnya, sayangku.

" Kamu lapar? " Dia mengangguk cepat. Aku sukses tersenyum untuk kesekian kali.

Nampan itu ku tarik, semangkuk bubur hangat sudah ditangan. Kakak membuka mulut saat ku suapi penuh sayang. Aku tidak bisa berhenti tersenyum. Kakak begitu penurut. Dia bergerak bagai boneka walau aku tahu maniknya selalu memancar siaga.

Gadis baik, gadisku. Aku semakin mencintainya.

" Minum? "

Kakak mengangguk lagi. Ku arahkan bibir gelas padanya, gadis itu menegak air rakus. Air matanya masih mengalir deras seolah bukan nasi dan air yang telah ia telan. Melainkan duri.

Pasti sakit kan sayang. Betapa aku ingin tahu seberapa sakit batinmu.

Selesai. Aku tersenyum lebar setelah nampan itu ku singkirkan. Kakak menjauh lagi, menarik selimut hingga aku yakin kaki-kaki kecilnya membiru lantaran tali-tali itu mengencang.

" Kenyang? "

Kakak menarik nafas dalam dengan anggukan kecil. " Ya.. "

Aku hanya berdiam diri. Menatapinya walau jujur saja, rasanya aku tidak akan pernah merasa puas. Gadis ini, begitu candunya ia untukku.

Tangan-tangannya ku genggam. Ku tarik kasar saat ia hendak memberontak. Aku tersenyum manis, yaa sangat manis. Hanya untuknya. Tapi kakak malah menangis dengan tubuh bergetar hebat. Aku mendengus.

Apa yang salah, sayang?

Ku kecupi jari-jari cantiknya penuh sayang. " Ada yang ingin kamu katakan? "

" Hiks, aku benci kamu, Dean.. "

Kakak menggeleng keras saat tubuhnya hendak ku tarik mendekat. Gadis itu memeluk tubuh setelah beringsut menjauh. Alisku naik tertarik, senyumanku melebar.

Benci, dia bilang?

Mari kita lihat si kucing nakal ini.

" Akh! Lepas! Lepas! "

Aku tidak peduli. Kedua kakinya ku tarik kasar hingga tubuh kecilnya telentang. Kakak memberontak saat pinggulnya ku tekan setelah ia ku tindih. Kepalanya menggeleng acak.

" Tolong.. Tolong, Dean, jangan begini.. "

Kakak melirih seolah raganya telah lelah. Aku memilih menulikan rungu. Ku cengkram rahangnya hingga manik kami bersibobrok. Oh, Tuhan. Tubuhku meremang saat mendapati seberapa hancur dan bengis tatapannya.

Sangat cantik.

" Tidak boleh benci karena kita pasangan. Sayang, aku tidak suka membuatmu sakit, tapi kamu nakal dan kurang disiplin. "

Kakak menatapku takut. Namun jelas sekali manik hitam itu memancar kebencian dan amarah besar. Aku tersenyum miring, menundukkan kepala untuk menciumi lehernya.

" Tidak! Akh-Lepas! "

Memberontak lagi. Aku menggeram saat kakinya berhasil menendang perutku. Gadis ini benar-benar.

Kesabaranku habis. Aku menjauh saat tenaga kakak membesar. Gadis itu bahkan tak berhenti menendang saat aku sudah tak lagi menindihnya. Ia beringsut panik, menarik selimut lalu berteriak saat kakinya lagi-lagi memperkecil gerakan. 

Hening sesaat. Aku mendengus saat kakak melempar tatapan benci untuk kesekian kali. Gadis itu menarik selimut lebih tinggi seolah tubuhnya benar-benar telanjang.

" Nakal. Kamu menyakitiku. " Aku berbisik marah padanya. Memecah hening diantara isakan kecil kakak.

Diam sebentar. Ku lirik pergerakannya sebelum aku cepat-cepat membuat tubuh kecil itu ku tindih lagi. Kakak berteriak, lagi. Menangis lebih keras disaat aku meringis telah ditampar.

" LEPAS! LEPAS! "

" Ssshhh, sayang-"

" LEPAS-"

" DIAM, LANA! "

Kakak membeku. Isakanya mengecil walau tubuhnya bergetar hebat. Bibirnya melengkung kebawah, gadis itu menatapku hacur. " Kamu jahat, Dean. Kamu jahat sama kakak! Kenapa kamu jadi begini. Sakit, Dean. Kamu buat kakak sakit.. "

" Begini? " Aku membeo. " Begini, mencintaimu maksudmu? " 

Kakak tidak menjawab. Dia terus menangis sembari memalingkan wajah. Kesal. Lehernya ku cekik. Kakak mendongak seolah nafasnya hendak ku renggut. Ku cium harum nafasnya.

Oh, Tuhan.

Beginikah harum milikku? Sesuatu yang ku damba sejak lama, jiwanya ingin ku genggam begitu pula raganya yang ku jerat. Beginikah saat segala hal itu telah terkabul?

Surainya yang tergerai ku usap sayang. Bibirnya ku baui hingga rasanya dahagaku telah terpuaskan. Tubuhku sukses bergetar.

Tersenyum miring. Cengkramanku pada lehernya menguat. Aku berbisik rendah ditelinganya, " Dengar, sayang, jika kamu berbicara tentang rasa sakit, maka jawabannya adalah cinta.
Dan jika kamu berbicara tentang cinta, maka jawabannya adalah aku. "

Air matanya mengalir. Nafasnya tersendat dengan manik terkunci benci. " A-aku membencimu.. "

Bibirku tertarik ke atas. Ku tekan lehernya kuat setelah bibirnya ku cumbu. " Aku juga mencintaimu.. "















______________________________________

MINE, HONEY!

I'M Obsessed[OnGoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang