Change '24'

319 19 0
                                    

Happy reading
.
.
.
.
........

Renata memasuki rumahnya dengan langkah santai, gadis itu sudah cukup bermain di taman dan memutuskan pulang. Mamanya tidak akan kesini hari ini, jadi ia tidak perlu khawatir.

Tapi sepertinya pertanyaan seperti itu harus segera ia ralat, karena kini pintu kamarnya dibuka dengan kasar dari luar.

"Renata!"

Gadis itu menoleh kaget, seorang pria paruh baya kini berdiri di depan dengan tatapan tajam yang mengarah padanya. Pria itu mendekat dan melemparkan satu lebaran kertas ke arah Renata.

"Apa ini?!"

Tanpa melihatnya pun Renata sudah tau apa yang dibicarakan orang dihadapannya.

Gadis itu menghela nafas, "Renata bakalan urus ini."

"Bagaimana kamu bisa mengurus berita yang sudah menyebar ke seantero sekolah?!"

"Biar Renata mengurus urusan Renata sendiri, Papa nggak perlu ikut campur."

"Hei Renata." Pria paruh baya itu mendekat dan mencengkeram bahu anaknya kasar, "Yang malu itu juga perusahaan Papa."

Sedangkan gadis dengan hoodie hitam itu meringis, "P-papa malu sama Renata?"

Pria itu tersenyum miring, "Tentu saja, tidak ada orang yang mau mempunyai anak seorang pembunuh."

Renata memejamkan matanya, ia tau sejak kejadian itu Papanya tidak menyukainya dan terus menyuruhnya pindah ke luar negeri. Tapi bukankah mendengarnya langsung seperti ini, sangat terasa menyakitkan?

"Renata akan urus ini, Papa bisa pergi sekarang," Gadis itu menatap dingin lawan bicaranya, "Papa tenang aja, saham perusahaan nggak akan jatuh cuma karena berita ini."

"Berani sekali kamu sama Papa?!"

"Terus aku harus gimana hah?! Bukannya papa cuma khawatir soal Perusahaan? Emangnya papa peduli sama apa yang aku lewatin sejauh ini? Papa pikir aku nggak pernah sakit?"

Gadis itu menatap tajam, tidak ada air mata, hanya sorot penuh luka yang terlihat jelas menganga dan mungkin berdarah.

"Renata hidup sendiri disini, nggak berharap lagi soal kehangatan keluarga apalagi soal kepercayaan. Beberapa kali pun Renata bilang nggak ada sangkut pautnya sama kejadian itu Papa nggak pernah percaya."

Renata terhuyung ke belakang saat sebuah tamparan mendarat ke arah pipinya sendiri, hingga terasa sangat perih. Gadis itu menatap tak percaya orang di depannya adalah orang yang pernah dengan penuh semangat ia panggil  dengan sebutan Papa.

"Okay, Tuan Abraham silahkan keluar dari sini." Ia bangkit berdiri.

"Renata-"

"Kenapa? Renata bahkan nggak pakai marga apapun dibelakang nama sendiri. Renata nggak punya keluarga kayak gini." Ia tersenyum tipis, "sejak dua tahun lalu, Renata emang udah nggak punya Papa."

Gadis itu lalu berlalu keluar kamar dengan tergesa, tidak membawa apapun keluar rumah. Tanpa tujuan, karena dia ingin menghilang sekarang. Ia hanya terus berjalan tanpa tujuan, persetan akan sejauh apa dia melangkah toh tidak akan ada orang yang mencarinya.

[RGL#2] Change ✓Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz