20. k e b o h o n g a n

380 18 5
                                    

Haiii
Kayak biasa yaa, divote dulu sebelum baca, tinggalin komen juga okee

HaiiiKayak biasa yaa, divote dulu sebelum baca, tinggalin komen juga okee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada diri setiap manusia. Oleh sebab itu, hak asasi manusia ini berbeda pengertiannya dari hak warga negara. Apa itu hak warga negara? Hak warga negara adalah hak yang melekat pada diri manusia dalam kedudukannya sebagai anggota dari sebuah negara."

Gawat!

Siaga satu!

Macan Betina patroli!

Kira-kira begitulah keributan yang tengah berlangsung di balik tempurung kepala Alan. Dengan pasti ia dapat membaca gestur guru PKN mereka yang sedang mengamati satu per satu anak didiknya di tengah aktifitas menerangkan. Ekor mata Alan melirik ke sebelahnya, bisa gawat kalau Arka sampai ketahuan sedang tidur.

Sebagai sahabat yang baik hati, pengertian dan berbudi luhur, Alan mencoba menyikut lengan Arka. Berusaha membangungkan si-paling-ambis-yang-belakangan-ini-jadi-si-paling-kebo. "Bangun lo, Saringan Santen. Bu Mama dari tadi ngeliatin elo," bisiknya. Giginya sengaja dirapatkan, biar tidak kentara kalau dia sedang bicara. Niat hati ingin menyelamatkan Arka, bisa-bisa dia yang kena ceramahan Bu Mama.

Bukan rahasia lagi kalau Bu Mama alias Bu Madona dilabeli guru ter-killer se-Cendana. Sudah banyak testimoni dari para senior yang mengatakan sebuah musibah diajar olehnya. Suka marah-marah, mulutnya pedas ngalah-ngalahin cabe setan, suka mengadakan kuis dadakan, paling senang mengusir murid yang terlambat masuk ke kelasnya, dan masih banyak kesukaan-kesukaan lainnya yang di sisi lain menjadi mimpi buruk bagi murid SMA Cendana. Dari gosip-gosip yang berembus, Bu Mama semenyebalkan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor; sudah menyebalkan dari lahir, atau karena masih melajang di usia hampir menginjak kepala lima.

"Arkatama Davanka!"

Tamat riwayat lo, Ka. Kini Alan mengguncang bahu Arka membuat tidur sahabatnya tersebut terusik. Ia mengerang pelan sebelum duduk tegak sambil mengusap wajah.

"Arka kamu dengar saya?"

Arka mengangguk antara yakin atau tidak. Ia masih berjuang mengumpulkan kesadaranya.

"Coba kamu jelaskan lagi apa yang barusan saya terangkan."

Mampus! Kesadaran Arka kontan kembali sempurna. Dia menoleh pada Alan dan sahabatnya itu justru membuat gerakan seperti sedang menggorok leher. Matanya berputar mencoba mengingat apa yang diterangkan sang guru, tetapi nihil. Arka tidak ingat apa-apa. Sementara seluruh perhatian kini tertuju padanya membuat Arka semakin terintimidasi.

"Kenapa kok diam? Nggak bisa jawab ya?" tuntut Madona berkacak pinggang.

Dengan kepala tertunduk Arka menggeleng pasrah.

"Makanya, kalau saya menerangkan itu disimak, bukannya enak-enakan tidur. Ini peringatan dari saya ya, saya tidak mau lagi menemukan ada yang tidur, makan, atau bersuara tanpa disuruh saat saya mengajar." Madona melepaskan tatapan ke seluruh penghuni kelas XII IPA 1. "Bukan buat Arka saja, tapi berlaku buat semua. Saya nggak peduli mau kamu juara kelas setiap semester, mau kamu anak menteri sekali pun, di mata saya semua sama. Paham?"

I'm (not) FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang