07

37.7K 6.6K 643
                                    

Malam ini gue akan pergi ke pernikahan saudara Sean. Gue kurang tahu ini saudara yang mana karena sepupu Sean itu banyak sekali. Bukan hanya saudara dari nenek yang sama, keluarga Sean bahkan masih menjaga hubungan dengan saudara dari kakek dan neneknya.

Untuk acara penting seperti ini biasanya Sean akan mengajak gue ke professional make up artist. Jadi gue tidak perlu susah payah berdandan sendiri. Untuk acara pesta seperti ini, keluarga Sean akan tampil all out, jadi akan sangat memalukan kalau dandanan gue nggak bagus.

Sedari jam tiga sore, gue sudah melakukan berbagai macam perawatan. Dari ujung kepala sampai ujung kaki semuanya mendapat perawatan. Kalau sedang seperti ini, gue baru merasa menjadi istri orang kaya. Moment seperti ini sangat jarang karena gue tidak sering menemani Sean ke pesta-pesta yang dia datangi.

Sean menatap gue lekat-lekat dari atas hingga bawah saat gue selesai didandani. Kemudian dia mengangguk tanda bahwa dia puas dengan hasilnya.

Malam ini gue dibalut dengan dress berwarna rose gold yang banyak mengekspos bahu. Seleranya Sean ya seperti ini. Gue ingat betul terakhir kali gue pergi ke pesta pembukaan perusahaan baru milik om-nya, gue diberi baju dengan belahan dada yang rendah.

Namanya juga buaya, jadi suka kalau diberi pemandangan yang segar-segar. Atau mungkin Sean sengaja memilih baju-baju haram itu supaya dia nggak jelalatan dan hanya melihat gue seorang?

"Nanti kalau aku masuk angin salah kamu ya, Yan?" kata gue sambil berjalan mengikuti Sean menuju Camry-nya.

Rubicon istirahat dulu. Untuk pergi ke pesta Camry adalah pilihan Sean.

"Mau dikerokin apa?" tanyanya sambil terus berjalan.

Kayak bisa ngerokin aja.

"Nggak lah. Bukannya dikerokin, pasti ntar lanjut yang iya-iya."

"Sekalian yang buka baju," jawabnya santai sambil membuka pintu mobilnya.

Nggak akan ada adegan dibukakan pintu mobil. Jangan berharap ada.

"Eh, Yan," panggil gue lagi.

"Hm?"

"Nggak jadi deh."

Sean berdecak. "Rugi didengerin serius."

"Palingan jawaban kamu kayak kemarin sih," ujar gue sambil memakai sabuk pengaman. "Jadi ya percuma nanya. Nanti kalau lihat Oma, aku mau kabur aja ah. Dia kalau lihat aku kayak lihat musuh, sengit banget."

"Nggak usah ditemuin," katanya enteng sambil menyetir.

"Nggak usah ditemuin, tapi dia nanti nyamperin kamu. Aku males cerita, paling kamu juga udah tahu. Tapi sukanya pura-pura nggak tahu."

"Apa?" tanyanya tanpa menoleh.

"Oma kamu, om kamu, tante kamu, dan saudara kamu yang lain. Kalau ada aku entah kenapa rasanya selalu misahin aku dari kamu atau Mami. Fokus kamu dialihkan sama pembicaraan, terus kamu sama Mami lama-lama kebawa obrolan dan ninggalin aku," cerita gue akhirnya untuk yang pertama kali.

"Tapi ya udah lah. Mungkin karena mumpung ketemu, jadi sekalian ngomongin hal penting," lanjut gue.

Sean nggak menjawab apapun. Biasanya kalau dia diam begini, dia kalah dan nggak bisa membalas gue.

Pesta pernikahan saudara Sean digelar di ball room mewah sebuah hotel. Begitu masuk pemandangan yang ada di depan gue adalah sekumpulan manusia-manusia glamor berbalut pakaian indah dan mewah.

Sean menggandeng gue masuk ke dalam ball room. Gadengan Sean, bagi gue nggak ada romantisnya sama sekali. Biasa aja.

"SEAN! ANJING YA LO!" Baru beberapa langkah suara umpatan seseorang langsung terdengar di telinga gue.

Marvelous HubbyWhere stories live. Discover now