Bunyi alat medis Nathan terdengar nyaring dengan intensitas yang meningkat. Tak lama mata Nathan terbuka perlahan. Menyesuaikan dengan sinar yang masuk ke matanya.
Melihat Nathan yang membuka matanya membuat Lynnea terkejut bukan main. Ia dengan cepat memanggil perawat dan dokter sehingga mereka bisa menilai perkembangan ini karena sudah dua bulan Nathan tidak membuka matanya.
Dua orang profesor masuk ke dalam ruang inap khusus milik Nathan. Mereka meminta Nathan menggerakkan bola matanya sesuai arahan jari mereka dan Nathan mengikutinya.
Trik ini merupakan cara sederhana untuk mengetahui kesadaran pasien. Berhubung Nathan yang sudah 2 bulan hanya terbaring tanpa kesadaran layaknya orang normal ada kemungkinan beberapa syaraf atau bagian tubuh akan rusak atau kaku. Dalam artian, Nathan harus kembali melatih ototnya, melatih sedikit berbicaranya agar otot di wajahnya ikut bergerak, dan semuanya. Bahkan sampai cara menelan sekalipun.
Hari itu ketika Nathan membuka matanya, Lynnea mendapat kabar baik dari dokter yang menangani Nathan. Statistik tubuh Nathan bekerja baik dan tampak normal. Ia juga merespon permintaan dengan menggerakkan matanya sesuai permintaan dokter.
Hari berlanjut. Sudah empat hari setelah Nathan membuka matanya. Ventilatornya sudah di lepas. Begitu pula selang makan Nathan. Pria itu kini tengah berlatih kembali menelan makanannya.
Jerome kecil juga sudah bisa mengunjungi Nathan setelah dua bulan tidak melihat ayahnya secara langsung. Suara Nathan masih terlampau kecil untuk berbicara namun Lynnea berusaha mengerti apa yang ingin ia ucapkan.
"Jerome, ini Papa Nathan," ujar Lynnea yang menggendong Jerome di sisi ranjang Nathan.
Anak itu mengkerutkan keningnya. Kenapa rasanya berbeda bagi Jerome? Papa Nathan tidak memiliki rambut yang panjang. Belum lagi kumis dan rambut halus yang tumbuh di dagunya.
"Papa Than?" tanya Jerome.
Nathan mengangguk pelan. "Papa Jerome," ucap Nathan pelan.
"Papa." Jerome memanjangkan tangannya seperti ingin meminta Lynnea meletakkannya di atas tubuh Nathan. Namun Lynnea tidak memberikannya karena Nathan masih terlalu lemah.
"Nanti ya, Jerome. Papa masih sakit. Boleh, ya?" pinta Lynnea.
Ia menurunkan Jerome dan membebaskan anak itu berlarian di dalam ruang inap Nathan. "Nathan, aku membawa shaver untuk membersihkan dagu dan kumismu. Kau mau?" tanya Lynnea.
"Boleh."
Lynnea menarik kursi untuk duduk di sisi samping kasur Nathan. Namun bukannya duduk, Jerome langsung mengakuisisi bangku itu.
"Jeyom di sini, Mama," ucap anaknya polos membuat Lynnea mau tak mau mengalah. Posisi ini membuat Jerome bisa melihat Nathan dengan jelas. Ia juga melihat boneka dino kesukaannya yang sudah dua bulan menemani Nathan di rumah sakit.
"Papa pegang Dino. Tidak sakit," celoteh Jerome sambil mendekatkan boneka Dino ke tangan Nathan, membuat Nathan tersenyum melihatnya.
Dua bulan tidak sadarkan diri, Jerome tampak jauh lebih besar di mata Nathan. Ia ingin sekali menyentuh putranya. Perlahan Nathan menggerakkan tangannya, mencoba menyentuh tangan mungil Jerome.
"Lihat Jerome, papa sudah bisa mengusap pipimu sekarang," ujar Lynnea bersemangat.
Melihat ibunya bersemangat membuat Jerome ikut senang. Ia sampai menggerakkan tubuhnya kecil tanda ia senang di atas bangku itu selagi Lynnea mencukur kumis dan rambut di dagu Nathan.
Jerome juga terus berceloteh membuat Nathan ikut menimpalinya. Kehadiran Jerome membuat Nathan menjadi semangat berbicara dan menggerakkan tangannya. "Mama, Gr-ranny kasih Jeyom cokelat. Tapi papa tidak boleh," lapor Jerome.

ESTÁS LEYENDO
The Story That Got Changed [COMPLETED]
RomanceMelanjutkan dari cerita sebelumnya, The Story That Got Twisted, di mana Lynnea Adelard memilih lari sembari membawa bayi mungilnya, Jerome Cavero Argana dari sang ayah Nathan Argana. Menceritakan kisah tentang setelah pelarian Lynnea. Kehidupannya b...