Chapter 49 - Charm

457 75 1
                                    

"Tentu saja, Tuan Turner." ujar Sergio. "Semua pria bahkan bisa melihatnya. Pria mana yang tidak jatuh cinta melihat wanita cantik nan cerdas macam Nona Miles. Bukankah begitu, Liv?"

..........

Tiba-tiba, semuanya terasa hening. Liv terlihat membulatkan kedua mata indahnya dan menatap Sergio dengan intens. Liv tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar oleh kedua telinganya. Apa yang dimaksud oleh Sergio? Apa tujuan pria itu berkata seperti itu di hadapan khalayak ramai?

Sergio terlihat menyunggingkan sedikit bibirnya sambil menatap ke arah Liv. Tampaknya pria itu begitu senang menggoda Liv dan melihat wanita itu gelagapan.

Kini, wajah Liv tampak berubah menjadi merah dan terasa begitu panas. Wanita itu terlihat tersipu malu, apalagi ketika mengetahui Arthur dan Laura tengah menatap dirinya dan juga Sergio secara bergantian.

Dengan sigap, Liv menendang kaki Sergio dengan perlahan di bawah meja bundar itu. Tampaknya pria itu benar-benar tidak dapat menjaga lisannya, terutama di depan kedua orang tuanya. Apa yang akan dipikirkan oleh Arthur dan Laura nanti? Liv tidak ingin merasa canggung ke depannya.

"Ah, benar bukan ucapanku?" ujar Alfred. "Bukan aku saja yang menyadari jika Olivia memiliki begitu banyak penggemar pria, bahkan hingga saat ini. Bukankah begitu, Sergio?"

"Kau benar, Tuan Turner." ujar Sergio.

Liv tampak terkekeh canggung sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. Wanita itu pun meraih gelas wine miliknya lalu meneguknya hingga habis. Waktu masih menunjukkan pukul setengah sembilan malam dan masih sangat panjang perjalanan Liv di tempat itu hingga nanti acara selesai.

"Oh, Tuan Turner, bagaimana dengan proyek penelitian anda mengenai...." ujar Sergio.

Dengan sigap, Sergio mengalihkan topik pembicaraan dan membuat atmosfer di meja bundar yang besar itu kembali hangat. Sesekali Arthur, Laura, Sergio, Alfred, dan beberapa tamu lainnya tampak tertawa dengan pembicaraan mereka bicarakan, yan tentu saja Liv sendiri tidak mengerti.

Di satu sisi, Liv tidak paham mengapa ia ditempatkan di meja itu bersama Keluarga Beckford dan orang-orang penting lainnya. Siapa pula yang megatur tempat duduk tamu malam ini? Hah! Liv berdoa dalam hati, siapapun yang mengatur tempat duduk malam ini agar merasakan sembelit seminggu penuh!

Malam semakin larut. Namun makanan tidak henti-hentinya disajikan. Mulai dari makanan pembuka hingga berbagai macam hindangan penutup dari berbagai negara. Tampaknya hidangan-hidangan itu dibuat oleh koki terkenal karena, harus Liv akui rasanya luar biasa enak!

Ini bukan hanya sekedar masakan koki rumahan. Ini masakan ala restoran bintang lima yang terkenal. Setidaknya ada satu hal yang bisa mengobati kekesalan hati Liv malam ini.

Tak lama kemudian, para tamu terlihat mulai membaur. Beberapa dari mereka bahkan tampak berdansa karena musik yang disajikan pun begitu mendukung. Inilah saat yang tepat bagi Liv untuk pergi dari meja itu dan menghindari kecanggungan yang sejak tadi melanda dirinya.

Liv tampak beranjak dari kursinya. Namun, dengan sigap, Sergio memegang lengan Liv dan menahan langkah wanita itu.

"Mau pergi kemana kau?" ujar Sergio.

"Tampaknya aku membutuhkan minuman beralkohol. Kepalaku sedikit terasa sakit." ujar Liv.

Sergio menatap Liv dengan intens. Keduanya tampak saling memandang lalu Sergio pun turut beranjak dari kursinya sambil memegang lengan wanita itu dengan erat.

"Apa yang sedang kau lakukan?" ujar Liv. "Kemana kau akan membawaku, Sergio?"

"Pergi ke bar." ujar Sergio. "Bukankah itu yang kau inginkan?"

Suddenly YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang