Rapat OSIS

1.2K 202 28
                                    

Adek 🐻
Abang
Gem hari ini pulang telat
Ada rapat OSIS hari ini
Abang pulang duluan saja

Luntur sudah senyuman di bibir Halilintar. Awalnya dia sudah sangat semangat untuk mengajak Gempa pergi ke toko buku. Setelahnya makan di cafe kesukaan Gempa, menghabiskan waktu bersama adik kecilnya itu agar tidak dimonopoli oleh sang Ayah.

Namun, harapannya hancur seketika saat notifikasi dari Gempa muncul di ponsel pintar milik Halilintar. Dia tersenyum miris karena rencana yang sudah dia atur sedemikian rupa kini hancur hanya karena rapat OSIS sialan itu. Ingin rasanya Halilintar menghapuskan OSIS sekolahnya yang telah berani merebut perhatian Gempa darinya.

Suasana di sekitar Halilintar perlahan berubah. Halilintar yang awalnya tampak bersahabat kini kembali berubah menjadi seekor singa yang siap menerkam siapapun yang berani menganggunya.

"Woy! Halilintar sudah kembali normal! Kita selamat!" teriak salah satu murid kelas itu.

Taufan dan Solar yang awalnya sudah bersiap untuk meng-exorcist Halilintar pun berdecak kesal. Sia-sia mereka menyolong tasbih milik anak Rohis serta membawa sebotol air suci yang nampak seperti bukan air suci karena airnya yang keruh.

"Loh? Gue kan belum mulai exorcist-nya! Masa setannya sudah out saja! Nggak bisa gitu, ya! Setan! Balik nggak lo!"

Taufan menunjuk-nunjuk Halilintar yang kini menatap nyalang kepadanya. Tangannya sudah menggemgam erat ponsel di tangannya itu seakan bisa saja dia meremukkan ponselnya detik itu juga.

"Fan, gue tahu kalau Halilintar senyum kayak tadi itu nyeremin. Tapi, gue sebagai teman lo cukup lama, gue saranin lo berhenti sekarang sebelum nyawa lo jadi taruhannya."

Solar sudah mundur beberapa langkah dari tempatnya sekarang. Dia menyadari bahwa Halilintar sedang dalam mood yang buruk.

"Lo takut sama Hali? Astaga, lo lupa kalau kita masih harus meng-exorcist setan di tubuhnya! Ayolah, jangan jadi pengecut seperti itu!"

"Bukan gitu, Pintar! Dia lagi mode maung! Lo mau mati, huh?!" bentak Solar dari jauh.

Taufan terdiam sebentar, pantas saja dia merasakan aura dingin yang mencekam di dekatnya. Dia melirik Halilintar sejenak--tersenyum canggung setelahnya.

"A-haha, h-halo Hali. A-apa kabar?" tanya Taufan gugup.

"Beruntung lo datang. Gue pengen mematahkan sesuatu. Mungkin satu atau dua tulang cukup," ucap Halilintar dingin. Dia tersenyum miring, beruntung Taufan datang di saat yang tepat seperti saat ini.

"Setan maungnya lebih serem, astaghfirullah! Solar! Helep mee!" teriak Taufan dramatis.

Solar? Ah, Solar sedang sibuk sekarang. Dia menyiapkan ponselnya untuk mengabadikan detik-detik Taufan melawan maung yang bersarang di dalam diri Halilintar.

"Fan! Gue yakin lo bakalan kalah! Tapi, gue tetap dukung lo! Semangat!"

"Damn it! Woy! Hali, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Gue yakin wajah gue terlalu tampan buat terima bogeman dari tangan badak lo itu," kata Taufan.

Sungguh, jantungnya berpacuh sangat kencang sekarang. Beruntung saja dia tidak punya riwayat sakit jantung. Tapi, melawan Halilintar sekarang juga bukan pilihan yang bagus untuk menikmati masa muda.

"Ayolah, hanya satu tulang saja. Setelah itu gue bakalan berhenti," jawab Halilintar.

Satu doang kepalamu peang! Lo kira nggak sakit apa?! Sialan! Ganteng-ganteng tapi pintar banget! gerutu Taufan dalam hati.

Langkah demi langkah Halilintar mendekati Taufan. Langkah demi langkah juga Taufan mundur dari Halilintar. Halilintar masih mempertahankan senyumannya, sedangkan Taufan berusaha mati-matian untuk tidak mengompol di tempat ini gara-gara Halilintar.

"Permisi," suara itu mengalikan seluruh atensi satu kelas yang awalnya ricuh menjadi senyap. Mereka semua menatap pada sosok yang dikenal dengan jabatannya sebagai ketua OSIS itu.

"Permisi, kakak dan abang semuanya. Saya ke sini atas perintah Pak Tarung untuk membagikan ulangan harian kelas ini. Jadi saya harap kakak dan abang sekalian bisa kembali duduk di tempat masing-masing."

Gempa tersenyum manis. Seisi kelas itu pun mulai duduk di tempatnya masing-masing. Taufan mendapat kesempatan untuk lari dari Halilintar. Dia bersyukur bahwa Gempa datang di saat yang tepat. Dia akan memberikan sesuatu nanti sebagai balasannya.

"Bang Lintar kenapa tidak duduk?" tanya Gempa polos.

Halilintar hanya menatap Gempa. Tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya berada. Gempa hanya bisa tersenyum. Dia berjalan mendekati Halilintar.

Namun, belum sempat Gempa sampai, Halilintar sudah terlebih dahulu berbalik. Meninggalkan Gempa dan keluar dari ruang kelas itu. Gempa hanya bisa menggelengkan kepalanya. Halilintar sedang merajuk kepadanya.

|《¤》|

"Baiklah, agenda rapat kita hari ini adalah tentang kemah akhir tahun sebagai bentuk acara pelepasan anak tingkat XII. Untuk itu, saya harap semua yang hadir pada rapat hari ini memberikan partisipasinya berupa pendapat di mana tempat yang akan dijadikan bumi perkemahan tahun ini. Waktu dan tempat saya persilahkan," ucap Gempa.

Dia langsung duduk setelah mengatakan kalimat pembuka rapat pada hari ini. Setiap tahun, Galaxy High School memang mengadakan kemah akhir tahun sebagai bentuk perpisahan dengan siswa-siswi kelas XII. Kemah itu juga berperan penting untuk mencari calon pengganti kepengurusan OSIS. Kemah itu juga sering dibarengi dengan serah terima jabatan organisasi lainnya.

Selain itu, kemah ini juga dilakukan agar siswa-siswi Galaxy High School refreshing agar tidak terbenani saat ujian nantinya. Oleh karena itu, perencanaan yang matang diperlukan agar acara ini dapat berjalan dengan lancar.

Satu per satu anggota OSIS memberikan suaranya. Semuanya diterima baik oleh Gempa. Dia tidak menolak apapun saran yang diberikan kepadanya. Karena prinsip Gempa, jika pilihannya terlalu banyak, maka akan dilakukan voting agar keputusan tidak diambil secara sepihak.

"Baiklah, ada yang ingin kemah tahun ini dilaksanakan di dekat pantai, ada juga yang ingin di daerah perkebunan teh, di dalam hutan, dan satu lagi daerah pegunungan. Baiklah, kita bahas satu per satu," putus Gempa.

Gempa mulai menjabarkan sedikit kelebihan dan kekurangan masing-masing pilihan yang tersedia. Dia tidak menyampaikan argumen yang terlalu mendukung ke satu pilihan saja. Gempa benar-benar menjabarkan pilihan itu secara adil.

"Gempa, menurutku, bagaimana jika kali ini kita mengadakan kemah di daerah pegunungan saja. Biasanya, tempat itu masih jauh dari kata polusi. Selain itu, ini bisa jadi pengalaman baru karena biasanya sekolah hanya mengadakan kemah di daerah perkebunan teh ataupun di dalam hutan," komentar Yaya--wakil ketua OSIS.

"Benar juga. Tidak perlu sampai di puncak, selagi tempatnya terjangkau dengan sungai, aku rasa itu sudah cukup," sahut anggota OSIS yang lainnya.

Gempa mengangguk perlahan. Apa yang diajukan mereka memang benar. Gempa rasa juga mereka tidak pernah mengadakan kemah diluar wilayah perkebunan teh. Mungkin ini pilihan yang bagus.

"Sepertinya saran ini cukup bagus. Apa yang lain setuju atau punya sanggahan lainnya?"

Mereka semua menggeleng pelan. Gempa tersenyum hangat. Keputusan sudah diambil.

"Baiklah, kemah tahun ini akan diadakan di daerah pegunungan. Kepada sekretaris agar segera membuat laporan serta proposal yang akan diajukan kepada pihak sekolah. Saya ucapkan terima kasih kepada kalian yang sudah hadir hari ini. Kalian sudah boleh pulang. Selamat sore."

Satu per satu dari mereka mulai keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Gempa yang masih harus membereskan berkas-berkasnya yang masih berserakan.

Seseorang tersenyum sinis kepada Gempa. Dia meninggalkan ruangan itu dengan bahagia. Rencananya akan berjalan lancar.

Kau memilih tempat yang tepat, Gempa. Bahkan kau memilih tempat yang bagus untuk akhir ceritamu. Aku tidak sabar menunggunya.[]

╔ 《To be continued》 ╝

Childish | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang