13. Layu Sebelum Tumbuh

47.6K 5.7K 104
                                    

Luna lupa sudah berapa jam perjalanan yang ia tempuh dengan mobil jenazah ini, tapi tanpa sadar, mobil putih yang membawa jasad Robi kini berhenti tepat di depan area pemakaman.

Para rombongan pelayat sudah banyak berkumpul, termasuk semua mitra kerja di Resto miliknya. Sesuai keputusan, jenazah Robi langsung dibawa ke pemakaman, sempat di semayamkan tepat di masjid samping area makam untuk disholatkan.

Luna turun dari mobil dengan langkah sedikit terhuyung, jika mbak Tin dan Tami tidak sigap memegangnya pasti perempuan itu sudah jatuh.

Beberapa orang mengangkat jenazah Robi menuju tempat peristirahatan terakhir. Sesuai dengan wasiat pria itu yang ingin dimakamkan dekat makam Tamara, istrinya.

Luna terus tergugu sembari menatap pilu pada jasad papanya yang perlahan dimasukkan ke liang lahat. Rasa tidak percaya masih terus berseru, dalam hati semakin berteriak bahwa yang kini berada di bawah tanah itu bukan Robi.

Luna tidak sanggup mengatakan apapun hingga proses pemakaman selesai. Gundukan tanah yang penuh dengan bunga segar itu seperti menusuk hatinya begitu dalam.

"Ya Allah.." Ujar Luna Parau sembari menepuk-nepuk dadanya, memeluk makam sang ayah dengan harapan bisa mengembalikan nyawa beliau.

Dalam hidup yang sudah penuh kehancuran sejak kecil, ini kali pertama Luna merasa benar-benar hancur dan kehilangan harapan hidupnya.

Orang-orang yang melihat bagaimana Luna menangisi kepergian Robi hanya mampu menatap sedih. Ucapan bela sungkawa terus berdatangan namun tidak ada yang Luna pedulikan.

Papaku belum meninggal.... Serunya masih terus menolak kenyataan.

Hampir satu jam Luna betah berada di depan pusara Robi, sepertinya tidak ada niat untuk beranjak meski semua pelayat sudah bubar.

"Dulu, papa pengen banget kan kita sama-sama datang ke makam mama. Waktu itu Luna marah mendengar keinginan konyol papa. Tapi sekarang, Luna akan turuti itu dengan senang hati kalo papa mau kembali lagi." Tami dan mbak Tin yang masih setia menemani Luna di sana tidak berhenti prihatin.

"Sekarang kita udah di makam mama, Pa. Tapi kenapa papa malah nyusulin mama duluan? Kenapa papa tinggalin aku sendiri?"

"Pa, dulu aku nggak tahu kenapa papa begitu ingin memesan satu tempat di samping pengkhianat seperti mama."

"Tapi sekarang aku paham, papa pasti punya rencana licik. Papa mau aku setiap saat ke sini jenguk papa sekaligus mama kan?"

"Sekarang aku nggak akan pernah bisa tolak kemauan papa untuk datang ke makam mama... Karna aku pasti akan ke sini setiap saat.."

"Pa... Ayo pulang ke rumah." Pinta Luna dengan suara lemah.

"Istigfar Non.. Kita doakan pak Robi sama-sama."

"Ayo pulang Lun, kita nggak mungkin di sini terus menerus. Papamu pasti merasa sedih kalo kamu seperti ini." Bujuk Tami dengan lembut.

Luna menghela nafas sampai akhirnya mengangguk pasrah. Tami dan mbak Tin kembali memegangi tubuh lemah Luna sembari beranjak berdiri.

Namun tiba-tiba, brukk!!

"Luna!" Seru Tami panik.

"Tolong!" Teriak Mbak Tin berharap masih ada orang yang bisa membawa tubuh Luna sampai mobil. Mengingat tenaganya dengan Tami tidak mungkin mampu menggotong Luna.

"Dia kenapa?" Tanya Rayhan sembari berlari ke makam.

"Tolong mas, non Luna pingsan." Rayhan segera mengambil alih, Tami berhenti sejenak demi mengamati laki-laki yang kini tengah berusaha mengangkat tubuh Luna.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang