25. Tersirat

45.6K 5.8K 101
                                    

"Om, tante... Besok pagi, Luna mau pulang ke Jakarta." Ujar perempuan itu tiba-tiba, di sela sarapan bersama.

Viani sontak meletakkan sendoknya lalu menatap kaget ke arah Luna.

"Kok pulang sih? Kita kan belum jalan-jalan." Sahut wanita itu.

"Luna sudah hampir satu minggu di sini, Tan. Aku nggak bisa tinggal lebih lama, kasihan Tami kalo harus urus restoran sendiri." Viani mengangguk maklum, meski dengan raut tampak sedih.

"Tapi keluarga kami masih ada beberapa pekerjaan di sini. Jadi kemungkinan, om sama tante nggak bisa pulang bareng kamu, Lun." Celetuk Brams.

Luna tersenyum kecil. "Nggak pa-pa om, tante. Luna bisa kok pulang sendiri."

"Aku juga pulang besok pagi ma." Seru laki-laki itu. padahal sejak tadi, Rayhan hanya diam sambil menikmati makanan.

"Kok kamu ikutan pulang? Katanya mau barengan papa sama mama." Protes Viani.

"Besok sore meeting sama investor Turki."

"Jadwal meeting sama investor Turki masih minggu depan, Ray!" Brams ikut menimbrung. Pria itu cukup tahu semua hal yang berkaitan dengan perusahaan Rayhan. Jadi bukan hal aneh jika dia tahu jadwal sebenarnya.

"Dimajuin jadi besok sore. Udah nggak usah tanya lagi, pokoknya aku besok pulang." Melihat tingkah sang anak yang tampak aneh, Viani dan Brams hanya mampu menatap datar.

Laki-laki itu tetap santai melanjutkan sarapannya dalam diam. Padahal tatapan ketiga orang di meja makan terus mengganggunya.

"Luna udah cari tiket?"

"Belum tan, nanti siang pesan lewat aplikasi aja." Sahut Luna pelan.

Tidak lama kemudian, Rayhan meletakkan sendoknya ke piring. Mengambil ponsel di dalam saku, lalu menyodorkan ke arah Luna.

"Pesan sekarang, sekalian beli dua tiket. Jadi satu pesawat aja." Serunya membuat Luna mematung. Terlebih saat Rayhan mengatakan, semua pembayaran akan diurus laki-laki itu.

Sejak tadi mencermati tingkah sang anak tiri yang begitu konyol, sontak membuat Brams terkekeh geli. Pria itu berdehem beberapa kali, membuat sang istri menjadi paham apa yang terjadi.

"Ambil, buruan beli sekarang. Daripada besok kehabisan tiket nggak bisa pulang." Decak Rayhan mengabaikan godaan Brams.

"Pesan Lun... Jadi satu pesawat aja biar nggak pisah-pisah." Celetuk Brams dengan nada jahil.

"Pokoknya harus dapat kursi yang deketan." Timpal Viani sembari melirik sang anak yang hanya menatapnya jengah.

Luna menghela nafas perlahan, lalu mengambil ponsel Rayhan dan segera memesan tiket. Meski begitu, dirinya tetap was-was pada sikap laki-laki itu.

"Lun, berhubung besok pagi kamu udah pulang, siang ini main dulu yuk ke rumah orangtua tante!" Luna berkedip pelan, lalu menatap bingung pada Viani.

"Ehmm... Maksud tante?"

"Ke rumah kakek neneknya Riri sama Rayhan, mereka tinggal di Singapura. Kebetulan, Riri juga masih di sana. Semalam sepulang dari acara kantor, dia minta menginap di rumah neneknya."

Oh pantas, sepasang suami istri itu terlihat bebas merdeka bercinta di ruang tengah. Ternyata memang nggak ada orang lain tadi malam. Pikir Luna.

Namun, bukan perkara ingat dengan kejadian semalam, yang membuat Luna ingin menolak permintaan Viani. Pergi ke rumah orangtua wanita itu, sama saja dengan Luna muncul di hadapan keluarga besar Rayhan.

Sepaket Luka & Obatnya (Versi benar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang