5. Hostility

70 12 39
                                    


Di sekolah itu, ada yang lebih mengerikan dari kerusuhan Darren; semua membicarakan siswa bernama Shakaell. Di kantin, kelas, ruang guru, perpustakaan, bahkan di koridor yang Zeevaya lewati sekarang. Yang gadis itu bingung, Shakaell itu siswa apa selebriti? Ada satu benang merah yang bisa disimpulkan Zeevaya dari pembicaraan mereka; Shakaell siswa pintar, populer, ganteng, dan kaya. Jelas itu berpengaruh luar biasa di sekolah, sepertinya begitu. Fiuuuh...

Tampaknya begitu menyenangkan untuk hidup jadi Shakaell, itu setidaknya yang dibayangkan Zeevaya. Seratus delapan puluh derajat berbanding terbalik dengan Zeevaya. Tapi ia sekolah di sana bukan untuk membandingkan diri, bisa diterima di sekolah sudah membuatnya bersyukur. 

Jadi, melihat kemewahan hidup orang lain sama sekali tidak berpengaruh pada tujuannya bersekolah—lulus dengan baik. Zeevaya bukan gadis pintar, tidak suka membaca buku, tapi dia sadar dia membutuhkannya. Jadi mau tidak mau ya memang harus 'berkencan' dengan buku.

"Oiya, jadi ingat Darren! Dia tadi jadinya marah apa nggak?"

Hello...dia siapa? Apa peduliku? Berani-beraninya nyuruh!

Belum juga selesai Zeevaya menggerutu, manusia yang barusan ia bicarakan muncul di depannya. Ya Tuhan! Dia sibuk sekali! Aku lihat aja capek!

Zeevaya mencoba 'menutup mata' dan berlalu. Tapi Jeje memandangnya meminta iba. Apa maksudnya? Dia minta tolong? Padaku? Yang benar saja!

Baru beberapa langkah lewat, Zeevaya menghentak salah satu kakinya. Dia kesal bukan main. Bukan kesal pada Darren apalagi Jeje. Ia kesal pada diri sendiri. Mencoret janjinya yang bahkan masih dibuatnya 2 hari silam. Zeevaya akhirnya benar-benar melakukannya. Ini bukan kekacauan yang akan membuatnya tersorot, jadi itu bisa dimakluminya. Gadis itu melipat kedua tangannya di dada dan berjalan di depan Darren.

"Sebenarnya aku malu untuk melakukan ini. Tapi kau begitu tak tahu malu," ejek Zeevaya.

"Kau bicara denganku?"

"Aku bicara dengan tiang! Kalau tiangnya dengar berarti dia pintar. Kalau tidak, ia dungu!"

Darren tak terpancing ejekan Zeevaya. Ia kembali melirik Jeje dan menjulurkan jari telunjuknya di dagu Jeje. "Angkat wajahmu!"

"Hentikan!" Teriak Zeevaya memukul tangan Darren.

"Jangan berlebihan! Aku hanya menyuruhnya mengangkat wajah!"

Zeevaya mengambil tangan Jeje dan menariknya mundur dari Darren.

"Berhenti aku bilang! Atau akan kulaporkan guru!" Zeevaya menatap mata Darren tajam tapi Darren tersenyum seringai.

"Karena kau cantik, jadi aku akan menurut hari ini. Tapi jangan halangi aku besok!" ancam Darren dan ia berlalu seolah tak terjadi apa-apa.

Zeevaya melirik Darren yang perlahan menghilang dari penglihatannya. Tangannya sebelah kiri menggenggam pergelangan tangan Jeje. Keduanya mematung.

"Kau tak apa-apa Zeev?" tanya Jeje.

"Berhentilah muncul di dekatnya, atau kau akan selalu merepotkanku." Zeevaya melepas genggamannya dan menjauh. Ada yang dipikirkannya sekarang—Darren terlalu keren untuk jadi perundung. Zeevaya membenci Darren, tapi ia lebih membenci siswa di depannya itu.

Kau juga laki-laki! kenapa berpura-pura berani saja tidak bisa?

***

Semua teman tahu, Darren siswa seperti apa. Jeje bahkan sudah terbiasa dengannya. Tapi menurut Darren, siswi baru bernama Zeevaya itu sangat berlebihan menghadapinya. Apa dia pikir itu akan berpengaruh?

Blue DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang