7. Imagination

39 7 39
                                    

Jaket cokelat yang membungkus tubuh Zeevaya sama sekali tidak menyelamatkan gadis itu dari kedinginan. Kendati ia sudah menyeruput coffee latte di sebuah kafe di dekat rumahnya. Niat awalnya hanya membeli Cheese Cake yang akan dimakannya di rumah, tapi kursi-kursi kosong di kafe tersebut menyeret tubuhnya untuk sekedar duduk. Lagipula ini juga belum terlalu malam untuk sekedar melepas penat. Jadi ia memutuskan untuk duduk dengan minuman hangat yang barangkali bisa membuatnya hangat.

Sayangnya Zeevaya lupa, yang paling dingin dari dirinya adalah relung hatinya. Kapan terakhir ia melihat senyum orang lain? Ah tidak-tidak , kapan terakhir kali ia senyum? Sejak setahun terakhir ia terlalu sinis pada dunia. Sampai-sampai ia tidak bisa membalas senyuman orang lain.

Pada awalnya Zeevaya menganggap takdirnya menyedihkan, sudah itu saja. Tetapi semakin lama, Zeevaya menganggap dunia begitu sinis terhadapnya. Ia tidak hanya merasakan sedih, tetapi juga marah. Apalagi pada sesuatu yang sama sekali tidak dapat diperbaikinya.

Meski dengan mudah ia bermimpi lagi, memulai hidup baru lagi, seolah-olah semua akan baik-baik saja jika dilalui. Kenyataannya ia tidak benar-benar mau memulai senyum. Ia tidak benar-benar baik-baik saja.

Misalnya sekarang, memangnya sudah ada yang mau berteman dengannya sejak hari pertamanya? Kalau permusuhan ada.

Hash!

Gadis itu menekuk lehernya ke belakang dan meletakkan kepalanya di sandaran meja, disusul dengan mengacak-acak rambutnya sendiri.

"Sungguh! Mudah sekali Darren mengatakan nasib orang tidak ditentukan oleh ujian Fisika! Bullshit! Lalu maksud dia, nasibnya ditentukan oleh nilai olahraga? Memangnya dia tahu nanti mau jadi apa? Memangnya dia tahu kalau Fisika benar-benar tidak akan menyentuh hidupnya kelak? Boleh kalau Darren kukutuk sekarang?"

"Dia bicara begitu karena ia merasa bisa mendapatkan segalanya tanpa Fisika. Aku? Aku bahkan harus memperbaiki semua nilaiku terus-menerus! Hash!"

Zeevaya tahu maksud Darren, tapi itu benar-benar tidak bisa diterapkan untuk hidupnya sekarang.

"Misal nih, tiba-tiba dia jadi dosen Fisika tapi dia bego gimana? Eh nggak mungkin! Nggak ada dosen Fisika yang bego! Eh namanya juga misal! Aku bersumpah akan jadi orang pertama yang akan menertawakannya! Mati kau Darren!"

Suara tepukan tangan mengalihkan pandangan Zeevaya. Siapa itu?

Manusia bertepuk tangan itu membalik topinya dan sekarang wajahnya terlihat.

Kell? Gila! Sejak kapan dia di sana?

"Imajinasimu bagus sekali!"

Dia mendekat pada Zeevaya dengan satu minuman di tangan kirinya. Dengan santainya duduk di depan Zeevaya dan meminum minumannya pelan. Setelah itu, ia meletakkan kedua tangannya di meja, menekan meja dan memajukan kepalanya.

Sekarang Zeevaya baru melihat jelas jika yang menatapnya sekarang benar-benar seorang Shakaell.

"Maksudku, imajinasimu mengerikan sekali!" Ujarnya. Dan itu berhasil membuat Zeevaya mematung.

"Sejak kapan k-kau—?"

"Sejak kau mengumpat."

Sialnya Shakaell tersenyum.

Zeevaya terkejut pada dua hal; pertama, jelas ia kepergok mengumpat, kedua, penampilan Shakaell benar-benar 180 derajat berbanding terbalik dengan di sekolah. Imej siswa teladan runtuh di pikiran Zeevaya. Dengan jaket hitam kebesaran, celana jins hitam yang robek di dua lututnya, dilengkapi dengan sepatu yang juga berwarna hitam. Yang lebih mencengangkan adalah, ia mengenakan piercing di bibirnya. Ya Tuhan! Ditambah senyum seringai yang jelas tidak pernah ia lihat di sekolah.

Blue DaysWhere stories live. Discover now