7

994 143 9
                                    

1 tahun kemudian.

Setahun lamanya Osamu menutup kedua matanya dan sampai sekarang masih belum menunjukkan tanda-tanda dia akan membuka matanya kembali.

Awalnya dokter menyarankan untuk melepas semua alat yang membantu kehidupan Osamu dan tentu saja langsung ditolak oleh Atsumu. Osamu sudah menjalani operasi untuk mengangkat tumor nya, itu karena paksaan Atsumu sendiri. Atsumu sendiri mengatakan bahwa dia akan terus memantau adiknya dari dekat.

"Hmm.. Aku akan mencarikan salep supaya bekas suntikan ditangan mu menghilang. Akan sangat jelek jika sampai meninggalkan bekas.." ucap Atsumu seorang diri.

Atsumu bahkan datang ke perusahaan nya sekali dalam sebulan, pekerjaannya juga tidak banyak karena terkadang Suna membantunya ketika sedang ada waktu luang.

.
.

"Osamu... Kumohon bangun.."

Setiap malam Atsumu selalu mengucapkan kalimat itu, berkali-kali sampai dia tertidur tanpa sadar. Atsumu juga kadang memeriksa tangki oksigen nya masih terisi.

Tepat tengah malam, terjadi badai yang sama persis dengan satu tahun yang lalu dan jika itu terjadi Atsumu tidak akan tidur dan memperbaiki wajah damai Osamu.

"Samu?" ucap Atsumu sembari mengucek kedua matanya.

'Siapa...'

Disaat Osamu menggerakkan jarinya atau bahkan bersuara sedikit saja pasti Atsumu akan langsung memanggil dokter, tapi sekarang mata Osamu sedikit terbuka.

'Berisik..'

Duar!

"AK!"

"A-apa yang-"

"Tuan tolong tunggu diluar!"

Untuk kali ini Atsumu mengalah dan memperhatikan dari luar, bisa dia lihat tangan Osamu yang mencengkram sprei. Dia kesulitan bernafas.

'Suara petir tadi pasti membuat nya teringat..' Atsumu mengepalkan tangannya, dia tidak ingin melihat adiknya kesakitan lagi.

Cklek

"Bagaimana..?"

"Untuk saat ini jangan mengungkit apapun yang berhubungan dengan kejadian yang dialaminya karena keadaannya masih belum stabil." jelas sangat dokter panjang lebar.

"Jadi begitu... Aku.. Boleh masuk?"

"Tentu."

Atsumu pun masuk kekamar Osamu dan menutup pintunya, berjalan dengan tenang mendekati Osamu karena tidak ingin membuat nya terganggu.

"Osamu-"

"Hiks... Hiks.. Ke..napa?"

Atsumu terkejut karena Osamu tiba-tiba menangis, dengan segera dia mendudukkan Osamu dan memeluk nya.

"Kena..pa?"

"Sshh, kenapa menangis?"

"K-kenapa... Hiks.. Waktu i-itu kau.. T-tidak.. Hiks... Membiarkan ku.. Saja?" ucap Osamu dengan susah payah.

"Maaf.. Maaf.. Aku ingin memperbaiki semuanya.."

"Hiks.. Kau... S-selalu sibuk dengan p-pekerjaan mu.."

"Sekarang tidak akan lagi..."

"Uungg.."

"Kenapa?"

"Huaaa!"

Bukannya berhenti, tangisan Osamu semakin keras dan membuat Atsumu bingung apa yang harus dilakukan. Untung saja dokter datang dengan membawa obat penenang, tapi ketika Osamu melihat suntikan itu dia langsung menarik tangannya.

"Tidak mau! P-pergi..!"

"Tolong tahan tangannya!"

"Jangan- ukhh!"

Osamu berhenti memberontak dan memegang kepalanya yang sakit, dokter berhasil menyuntiknya setelah itu memeriksa keadaan Osamu kembali. Dapat Atsumu lihat, mata Osamu yang memerah karena menangis.

.
.

Pagi harinya Osamu terbangun dengan tatapan kosong, dia masih tidak bisa menerimanya. Setelah berbagai macam hal yang dilalui nya Tuhan masih membiarkan nya hidup.

'Kenapa membiarkan ku tetap hidup? Aku hanya akan menderita...' batin Osamu

Beberapa saat kemudian Atsumu datang membawa bubur, dia menaruh bubur nya dimeja dan membantu Osamu untuk duduk.

"Bilang aa."

Osamu hanya menggeleng, melihat bubur yang ada dihadapan nya membuat dirinya merasa mual dan ingin muntah.

"Setidaknya makan sesuap."

"Pergi.. Aku tidak mau."

.
.

"Hehehe, aku jadi ingin mengambil adiknya."



TBC.

Take My Life - Miya Osamu [END]Where stories live. Discover now