Prolog

9.7K 654 29
                                    

My love, sebelum membaca mohon beri vote (bintang) dulu sebagai bentuk apresiasi pada penulis.

Thank you and happy reading!

***

Banyak yang mengatakan hidup Jecelyn adalah sebuah keberuntungan. Dia terlahir cantik tanpa perlu banyak usaha, bahkan ia berasal dari keluarga cukup berada.

Kendati bukan primadona sekolah, tapi dia bisa mendapatkan pangeran negeri dongeng sebagai suaminya. Semua orang tahu, bagaimana Jeffrian Pradja begitu mencintai istrinya.

Di setiap wawancara keberhasilannya yang terbit di majalah bahkan televisi, Jeffrian selalu menyebut bahwa Jecelyn adalah pilar kesuksesannya.

Meskipun seorang pewaris utama dari Pradja Steels, perusahaan pengolahan baja terbesar di negeri ini dan seorang cucu laki-laki satu-satunya, tak dapat dipungkiri bahwa semangat dan dorongan Jecelyn lah yang membawanya sebagai CEO termuda di bidang tersebut.

Selain sosok pasangannya yang membuat iri, karir Jecelyn sendiri bahkan tak kalah gemilang. Setelah berhenti dari posisi kepala pastry di hotel berbintang, dia membuka toko kue sendiri dengan berbagai cabang.

Banyak orang iri dan memimpikan hidup sebagai Jecelyn. Tapi apakah semua orang sanggup setelah mengetahui kisah peliknya? Bahwa kesempurnaan yang menjadi sumber keiridengkian sebenarnya adalah kehancuran.

Tawa yang selalu orang bayangkan, adalah tangis yang Jecelyn sembunyikan. Dan cinta yang sempat ia agungkan, adalah sakit yang tak terkirakan.

***

Jecelyn baru keluar dari kamarnya di lantai dua, menuruni tangga yang langsung membawanya ke ruang tengah. Matanya menatap ke setiap sudut ruangan. Mencari seseorang yang tak ada di sampingnya ketika ia membuka mata.

Tapi ketika tiba di ruang tengah bahkan dapur, sosok yang ia cari tidak ada, hanya asisten rumah tangga yang didapatinya sedang menata sarapan di meja makan.

"Non Celyn nyari Tuan Muda?" tanya ART tersebut.

"Bibi tahu?"

"Tuan baru saja keluar Non, sepertinya mau ke kantor."

Alis Jecelyn menukik. 'Di hari libur begini ke kantor? Tumben sekali', batinnya sambil melirik sarapan yang bahkan belum tersentuh.

Kakinya yang terbalut sendal rumah berwarna merah muda lantas terayun menuju halaman depan. Ternyata suaminya masih ada di sana. Memasuki mobil dengan tergesa-gesa.

Jecelyn memanggilnya. Namun sang suami tidak mendengar. Mobil Jeffrian sudah meluncur cepat ke jalanan. Melihat itu Jecelyn mendengkus kesal sebelum menelepon sang suami.

"Mas, kamu mau ke mana?" serbunya setengah sebal.

"Halo, Sayang, kamu sudah bangun? Maaf tidak sempat bilang, nggak tega bangunin kamu," jawab Jeffrian di ujung telepon. Suaranya hampir tertelan ramainya jalan raya.

"Mau ke mana sih, buru-buru banget. Kamu belum sarapan."

"Ada masalah di kantor, aku harus meeting dadakan."

"Tapi ini weekend?" Jecelyn tak mengerti dengan pekerjaan suaminya. Mengapa di hari libur masih ada meeting?

"Memang, maaf ya Sayang, ini urgent."

Jecelyn melipat tangan, masih kesal karena Jeffrian tetap bekerja di hari libur. "Sampai jam berapa, kamu nggak lupa kita harus ke butik kan?"

Di seberang sana suami Jecelyn itu langsung menepuk jidatnya, lupa bahwa mereka akan ke butik untuk membuat baju seragam yang akan digunakan saat menghadiri pernikahan adik Jecelyn bulan depan.

Night In BaliWhere stories live. Discover now