11 - Paradise Club

5K 479 59
                                    

"Sayang, sepertinya aku tidak bisa ikut penerbangan pagi ini. Klien dari Paris tiba-tiba memajukan jadwal temu nanti sore. Aku tidak bisa membatalkannya, karena membuat jadwal temu saja butuh enam bulan. Maaf, akan aku usahakan untuk mencari penerbangan hari Minggu ya. Sebelum pemberkatan."

Setelah kemarin berjanji akan ikut penerbangan Sabtu pagi ke Surabaya, kini Jeffrian beralasan akan mencari perbangan hari Minggu saja dan langsung ke Bali karena klien dari Parisnya. Jecelyn memejamkan mata, tentu saja Jeffrian membohonginya lagi. Jemari Jecelyn menggulir Google Maps di ponselnya, lokasi Jeffrian menunjukkan bahwa pria itu berada di rumah sakit, bukan kantornya.

"Sayang, kamu bisa memahami aku kan?"

"Hemm" Jecelyn berdeham sebab jika ia berbicara suaranya akan bergetar karena tangis yang sudah tak mampu ia tahan.

"Kali ini aku benar-benar berjanji untuk datang dengan penerbangan paling awal."

"Hemm, hati-hati."

"Terima kasih Sayang, aku mencintaimu." Jecelyn tidak menjawab. Ia mendongak, air mata kian berdesakan di pelupuk matanya.

Dia jatuh bersimpuh, memeluk lututnya. Menangis sejadi-jadinya.

Satu kesempatan itu sudah Jeffrian sia-siakan. Mungkin sudah cukup sampai di sini Jecelyn harus bertahan. Nyatanya kesabarannya tidak pernah berbuah manis.

Jeffrian memang tak pernah menjadi miliknya sejak awal.

***



Pemberkatan sudah selesai dilakukan. AdiknyaJuansudah resmi menjadi suami untuk Natasha. Resepsi sedang berlangsung, Jecelyn dan ayahnya menyambut seluruh tamu.

Jeffrian tidak datang.

Bukan hal yang perlu disesali lagi, Jecelyn sudah menduganya. Mungkin sampai di sini saja rumah tangganya. Setelah pulang ke Jakarta besok, dia akan menyewa pengacara untuk mengurus perceraiannya.

Meskipun hatinya terluka dan berdarah-darah Jecelyn tetap tersenyum lebar. Tentu saja, demi ayah dan adiknya yang berbahagia maka dia juga akan menyembunyikan kesedihannya sedemikian rupa. Jecelyn juga mencari segala cara untuk menjelaskan pada ayahnya serta keluarga besarnya terkait absennya Jeffrian.

"Pekerjaan tidak ada habisnya, kalau dituruti sampai kapan pun ya bakal sibuk terus." Sindir tante Jecelyn. Kendati sudah dongkol bukan main, Jecelyn masih meladeninya dengan nada rendah.

"Memang Tante, tapi ini bukan investor sembarangan. Ini lah tanggung jawab Jeffrian sebagai pewaris utama. Jika dilepas begitu saja, kerugiannya bukan hanya ratusan juta, tapi milyaran." Bahkan Jecelyn masih membela suaminya hingga akhir.

Tante Jecelyn sedikit melotot mendengar nominal yang dia sebutkan.

"Wis toh, kamu ngapain ngurusi suami Jecelyn?" Bela ayah Jecelyn.

"Tuan rumahnya kan aku, lah yo wis cukup." Lanjutnya.

"Ndak apa-apa Nduk, Jeffrian sudah izin sama Ayah." Seolah tahu kegalauan Jecelyn, ayahnya mencoba menenangkan. 

Acara itu digelar secara privat maka tak banyak tamu undangan. Hanya kerabat dan sahabat mempelai saja. Setelah menyapa semua tamu, Jecelyn meninggalkan ruang resepsi. Tidak ikut melanjutkan sampai pesta minum-minum.

Karena dia butuh waktu sendiri untuk menenangkan pikirannya.

Masih dengan dress brokat coklatnya  Jecelyn menuju klub di dekat hotel. Dia bukan wanita nakal, tapi juga tidak sesuci itu hingga tak pernah menginjakkan kaki di klub. Dulu sebelum menikah tentu saja Jecelyn pernah mabuk-mabukan beberapa kali bersama temannya—sebelum tahu mereka bermuka dua—saat suntuk. Namun hanya sebatas itu.

Night In BaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang