4 - Familiar

4.4K 439 59
                                    

Jeffrian membimbing istrinya untuk masuk ke ruang kerja. Jecelyn juga menurut tanpa banyak tanya, meski pertemuannya dengan Dion terasa mengganggunya. Di hidangkan bekal yang dibawanya. Jeffrian menikmati makan siang itu. Mulutnya mengembung penuh.

"Mahakan kamu enhak banget, Hang," (masakan kamu enak banget, Yang) ujar Jeffrian tidak jelas, membuat Jecelyn tersenyum lebar.

"Kamu tuh kalau mau ngomong ditelan dulu makanannya," Jecelyn menegur sembari mengusap sudut bibir suaminya yang terkena kecap. Suaminya ini memang kadang bisa kekanakan layaknya anak kecil, jadi perlu diberi pengarahan.

"Dasar bayi besar," gumamnya gemas. Masih dengan mulut penuh, Jeffrian mengangguk lucu. Seperti anak anjing yang kesenangan mendapat elusan dari majikannya.

"Masakan kamu tuh emang the best banget tahu," puji Jeffrian lagi.

"Enakan mana sama masakan Mama kamu?" panncing Jecelyn, walau tahu tentu saja mertuanya di urutan pertama.

"Kamu."

"Bohong, coba bilang begitu ke Mama, emang berani? Paling nanti nggak dibawain kepiting saus Padang lagi."

Jeffrian tertawa, kemudian menyuapkan potongan ayam pada Jecelyn. Dia menggeleng, masih kenyang karena sarapan yang nyerempet makan siang dengan mertuanya tadi.

"Ayo aaaaaa, aku udah lama juga nggak nyuapin kamu."

"Aku masih kenyang," bibir Jecelyn mengerucut lucu, tapi pada akhirnya tetap menerima suapan tersebut.

Sembari mengunyah pikirannya berkelana lagi. Tentang Dion, tentang ucapan suaminya, dan aroma disinfektan yang terpatri di pikirannya sampai saat ini.

'Jika bukan karena Dion, untuk apa Mas Jeffrian di rumah sakit? Kenapa dia berbohong?'

'Apa dia sering berbohong seperti ini?'

'Sejak kapan dia melakukannya'

Berbagai pertanyaan tanpa jawaban menumpuk di benaknya. Terutama karena kelakuan Jeffrian yang belakangan semakin aneh. Sering pulang larut malam, bahkan ketika weekend selalu beralasan ada urusan di luar.

Mendadak Jecelyn meragukan ucapan suaminya. Entah Jeffrian benar-benar sibuk bertemu klien atau tidak. Jecelyn tidak tahu sejauh mana dia harus mempercayai sang suami, juga sejauh apa kebohongan yang sudah pria itu ciptakan. Berbagai izin dan alasannya mulai terdengar meragukan.

"Sayang, kok melamun?" tegur Jeffrian membuat Jecelyn meraih lagi kesadarannya.

"Kamu kenapa, nggak enak badan?"

Jecelyn menggeleng. "Mas, boleh aku tanya sesuatu?" ucap Jecelyn agak ragu. Sungguh dia ingin mengeluarkan segala macam pertanyaan yang bercokol di kepalanya. Kira-kira bagaimana tanggapan Jeffrian?

Apakah pria itu akan tersinggung jika Jecelyn bertanya tanpa alasan yang pasti, sebab hal ini hanya berdasarkan kecurigaan-kecurigaannya saja?

Apakah Jeffrian akan menganggapnya istri yang posesif dan tidak percaya pada suaminya?

"Mau tanya apa sih, Yang? Tanya aja nggak perlu ragu-ragu. Emang sesulit apa pertanyaannya, nanti kalau aku nggak bisa jawab boleh buat PR ya?" canda Jeffrian, menelan suapan terakhirnya dan meneguk air putih. Badannya sudah condong ke depan untuk menyimak pertanyaan sang istri. Walau bibirnya mengeluarkan guyonan, sejujurnya batinnya berdisko. Takut tiba-tiba Jecelyn mencercanya karena berbohong.

Ketika melihat Jecelyn di depan lift dengan Dion tadi, dia sangat panik. Lupa tidak mem-briefing Dion untuk pura-pura pincang selama di depan istrinya.

Night In BaliDove le storie prendono vita. Scoprilo ora