LB ~47~ (2)

11.1K 1.1K 34
                                    

Tidak ada pilihan lain, selain harus melakukan syarat itu hingga waktu yang telah ditentukan oleh eyang Turonggo itu telah tiba.

Setiap malam Jum'at manis dan malam Selasa Kliwon, Suta bersama istrinya harus datang ke Goa Batu Padang, untuk melakukan ritual wajib itu.

Meski selalu banjir air mata, namun Nurhasanah tetap setia menunggu suaminya, bersetubuh dengan wanita bernama Laras.

Sebagai imbalannya, Nurhasanah akan mendapatkan satu kantung emas, bahkan berlian, tiap kali suaminya selesai melakukan hubungan intim yang menjadi syarat utamanya.

Sepuluh bulan sudah berlalu, Suta dan Nurhasanah melakukan ritual, tanpa diketahui oleh para warga. Semua berjalan baik-baik saja, tanpa ada halangan sedikit pun.

Lambat-laun, Nurhasanah mulai bisa mengendalikan emosi saat sedang menunggu sang suami, sedang bercinta dengan Laras.

Namun kegelisahan dan ketakutan mulai dirasakan oleh pasangan muda itu, setelah Laras menyatakan keinginannya untuk menikahi Suta, dan membawa laki-laki itu tinggal bersama di alamnya.

Ketampanan yang dimiliki oleh Suta tidak hanya membuat para wanita yang hidup di alam nyata, tergila-gila, wanita yang hidup di alam gaib pun, ikut jatuh cinta.

Wajah kharismatik Suta, dan keperkasaannya saat bersetubuh, membuat Laras ingin memiliki laki-laki itu, seutuhnya.

***

Suta menjatuhkan pantatnya di tepi ranjang, wajah gelisahnya menatap Nurhasanah yang sedang duduk merunduk di sebelahnya.

"Gimana ini Nur, aku nggak mau nikah sama Laras, dan tinggal di alamnya."

Menggunakan telapak tangan, Nurhasanah menyeka air mata di wajahnya. Suara isakan tangis, sesekali keluar dari mulut wanita muda itu.

"Aku juga enggak mau kehilangan kamu kang. Aku mending nggak punya harta yang kita punya, dari pada aku harus ditinggal kamu." Nurhasanah kembali terisak, sebelum akhirnya ia kembali berkata. "Aku takut kang, kita mesti gimana sekarang?"

Suta menghela napas, lantas terdiam sambil memikirkan jalan keluar yang bisa menyelamatkan dirinya.

"Nur," panggil Suta, yang membuat istri yang belum pernah di sentuh itu, menoleh padanya. "Gimana kalau kita langgar saja pantangan eyang Turonggo."

Nurhasanah menggeleng cepat, "enggak kang, aku takut sama kutukan itu."

"Tapi lebih takut lagi, kalau aku harus tinggal di alam mereka-" tandas Suta.

Nurhasanah terdiam, lantas menelan ludah, wanita itu merasa seperti tidak diberi sebuah pilihan.

"-ayolah Nur, kita enggak punya cara lain," tegur Suta membuat Nurhasanah tersentak sadar. "Lagi pula Nur, syarat buat menggugurkan kutukan itu sangat gampang, kita cuma butuh mantu laki-laki. Percaya sama aku Nur, kita pasti akan punya anak perempuan, jadi kita bisa dapat menantu laki-laki."

"Terus, kita musti ngapain kang?"

"Nanti, pas kita ke sana malam Jumat Manis, kamu harus bisa kuat liat kakang berhubungan sama Laras. Dan sekarang, kita harus melakukan hubungan suami istri. Gimana? kamu sanggup kan?"

Nurhasanah terdiam, sambil berpikir.

Hasrat yang ia tahan selama berbulan-bulan, dan penangkal kutukan yang menurutnya juga mudah, membuat Nurhasanah akhirnya menganggukkan kepala.

Suta mengulas senyum, laki-laki itu mendekap tubuh sang istri, lantas-

Brug!

Keduanya menjatuhkan tubuh di atas kasur. Pasangan suami-istri itu lantas bergulat, memainkan percikan api, hingga menjadi bara yang membakar.

Lanang-nya Bima {Mpreg}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang