LB ~50~

13.6K 1.2K 67
                                    

Wirawan, Miswanto, dan juga Rendi menatap bingung pada remaja laki-laki yang di rangkul oleh ibu mereka, baru saja memasuki pintu utama ruang tamu.

Ketiganya beranjak dari duduknya masing-masing, lantas berjalan menghampiri dua orang itu.

"Bima nggak jadi pulang, Bu?" Tanya Miswanto setelah ia dan kedua adiknya berada di depan ibunya.

"Enggak, ada sesuatu yang mengharuskan Bima tetep di sini," jelas ibu Nur.

"Oh..."

Miswanto dan kedua adiknya mengangguk-anggukan kepalanya.

"Yang betah ya Bim," ucap Wirawan.

Bima mengulas senyum, namun tipis. "Iya pak..."

"Bapak sama kang Prapto udah berangkat ke tempat Hendro, Bu?" Tanya Miswanto kemudian.

"Udah, barusan..."

"Oh iya Bu kayaknya nanti malam kita rencananya mau pulang bareng," beritahu Wirawan merubah topik pembicaraan. "Habis jemput istri di rumah mertua, kita nggak ke sini lagi Bu. Langsung pulang ke rumah."

Ibu Nur mengulas senyum, "iya enggak udah papa. Ibu nitip salam buat istri sama mertua kalian ya. Tapi nanti pas nikahan Lanang sama Bima kalian wajib pulang ya."

Bima bergidik merinding.

"Iya pasti Bu, kita wajib pulang," sahut Rendi. "Kapan rencananya Bu."

"Pokoknya nanti dikabarin."

Setelah mengatakan itu, ibu Nur kembali merangkul Bima, lantas melanjutkan langkah meninggalkan ketiga putranya di ambang pintu ruang tamu.

***

"Bu."

Bima menghentikan langkah ibu Nur yang akan mengajak dirinya beristirahat di kamar.

"Ada apa, Bim?" Tanya ibu Nur.

"Aku pengen nemuin kakang Lanang, di kamarnya. Boleh nggak Bu?"

Ibu Nur mengembangkan senyum. Perasaannya begitu bahagia mendengar Bima mengatakan itu. "Ya ampun Bima, ya pasti boleh, dia kan calon suami kamu."

Calon suami?-- Bima membatin. Remaja itu baru tersadar. Kalau menikah dengan Lanang, artinya ia akan menjadi istri, karena kondisinya yang bisa hamil. Demi apapun, Bima tidak pernah membayangkan soal itu.

"-tapi Lanang masih marah lho Bim, ibu khawatir, nanti kamu jadi sasaran kemarahan Lanang." Lanjut ibu Nur.

Bima mengulas senyum. "Bukan kakang Lanang kalau enggak marah Bu. Udah biasa."

Senyum ibu Nur mengembang. "Duh bagus deh kalau gitu, berati kamu udah paham banget sama sifatnya dia-"

Kening Bima berkerut, "-bukan gitu Bu, tapi-"

"Udah nggak apa-apa, ibu malah seneng kok, berati kamu udah enggak kaget lagi kalau nanti tinggal bareng dia."

Bima menelan ludah lantas kembali membatin,-- tinggal bareng? Sumpah demi apa, remaja berkulit sawo matang itu berpikir sampai sejauh ini.

Meraih pergelangan Bima, ibu Nur menariknya pelan. "Yuk, ibu antar ke kamar kakang Lanang."

"Huft..." Bima menghela pasrah.

"Bu," panggil Bima, membuat langkah kaki mereka terhenti.

"Iya, kenapa Bim?"

"Nggak usah diantar deh, saya ke sana sendiri. Kasih tahu aja kamarnya sebelah mana?"

Lanang-nya Bima {Mpreg}Where stories live. Discover now