14 ~ Sendiri

1.1K 178 6
                                    

Aku harus ke mana?
Aku ada, tetapi bukan lagi prioritas.
Aku ada, tetapi tidak nyata di hadapan mereka.
Aku ada, tetapi tidak ada.

(L.K)

🍁🍁🍁

Ketika seseorang sudah ketahuan salahnya, tentu mereka akan was-was. Begitu juga dengan Dama. Hari itu, ia ketahuan oleh sang kakak sudah membolos berkat laporan dari seseorang.

Awalnya, si bungsu ini takut untuk pulang ke rumah. Sehingga ia sudah menyiapkan berbagai alibi untuk mengelak dan menjawab segala pertanyaan entah dari Ibu atau Satya. Nyatanya? Begitu Dama sampai di rumah, semua tampak tenang dan damai.

Namun, satu hal yang ia tangkap selama beberapa hari ini. Keluarganya terkesan mendiamkannya. Apakah karena kesibukan masing-masing atau memang keluarganya sudah tidak menjadikannya prioritas lagi?

"Kak, besok Abang mau jemput Ibu buat bermalam di rumahnya, Yaya sakit, Kak. Kamu sama Adik di sini saja, ya?" ujar Ibu Laras saat makan malam berlangsung.

"Kakak besok ada acara di kampus, Bu."

"Loh? Bukannya sudah bebas tugas?" tanya Ibu Laras.

"Undangannya khusus buat para mantan pengurus, Bu."

Ibu Laras menghela napas kemudian menoleh pada Dama yang sedang menikmati makan malamnya. "Ibu sudah bilang sama yang di toko untuk libur dua hari, terus adikmu gimana?"

Dama yang merasa menjadi pusat perhatian meletakkan sendok dan mengangkat kepalanya menatap ibu dan kakakny secara bergantian.

"Dama bisa di rumah sendiri," ujarnya."

"Kamu nggak biasa, Dek. Kalau ikut acara Kakak, gimana?"

"Iya, kayaknya seru, tuh! Ikut kakak saja, ya?"

"Dama bisa di rumah. Bukannya Bapak besok malam sudah pulang?"

"Yakin?" Ibu Laras bertanya untuk meyakinkan pilihan si bungsu.

Si bungsu dengan hidung mancung itu mengangguk. Selang beberapa saat, Dama mengangkat piring kotornya dan memindahkannya ke dapur. Ia kemudian berpamitan untuk kembali ke kamarnya.

Dalam langkah gontai, pikirannya turut berkecamuk. Ia sibuk memikirkan, kenapa ibunya tidak menawarkan supaya ikut menginap di rumah Bang Asa. Padahal, keesokan harinya adalah libur akhir pekan.

Sang ibu justru memintanya ikut kegiatan kakaknya yang sudah pasti tidak cocok untuk dirinya yang tidak suka keramaian. Untuk sekali saja, Dama ingin pikirannya berbaik sangka. Mungkin ibu dan abangnya tidak ingin Yaya terganggu dengan keberadaannya.

Ataukah, ada yang akan dibicarakan sang ibu di rumah abangnya itu. Sehingga, jika ia ikut akan tidak kondusif untuk membahas hal-hal penting tersebut. Nyatanya, sampai lewat tengah malam Dama pun sulit terpejam. Kenapa memilih kesulitan jika kemudahan harusnya bisa dipertimbangkan?

🍁🍁🍁

Baru saja selesai sarapan, Bang Asa sudah datang untuk menjemput Ibu Laras. Beberapa tas berisi makanan dan juga pakaian sudah diangkut ke mobil dengan bantuan Dama dan Satya. Setelah beres, barulah Ibu Laras menyusul dengan membawa tas tangam.

Wanita yang berusia lebih dari setengah abad itu tampak anggun dengan gamis bercorak daun dan kerudung berwarna hijau lumut. Si bungsu dan si tengah menunggu sang ibu di teras.

Ini bukan kali pertama ibu negara bermalam di rumah Bang Asa, tetapi ini kali pertama Dama menjadi penghuni terakhir di sini. Sebab sebelumnya, paling tidak ada Satya atau bapak yang menemani Dama di rumah.

Susahnya Jadi Badboy Tanggung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang