15 ~ Bungsu yang Berulah

1.6K 181 1
                                    

Mungkin benar, apa yang aku lakukan adalah kesalahan.
Sedikit benar saja tidak pernah terlintas.
Bagi mereka, akulah kesalahan itu.
Sebab mereka benar, dan hanya aku yang salah.

(L.K)

🍁🍁🍁

Keluarga Renandito dilanda kepanikan yang luar biasa. Sebab ini adalah pertama kalinya si bungsu pergi tanpa pamit. Apalahi saat dihubungi, nomer teleponnya tidak aktif. Jika dikategorikan dalam tingkat gawat, ini adalah gawat yang tertinggi.

Tidak membutuhkan waktu lama, Bang Asa, Ibu Laras, Salsabila dan Yaya sudah tiba di rumah dengan selamat. Ibu Laras langsung berhambur ke dalam pelukan sang suami. Disusul oleh Bang Asa yang bersalaman dan mencium tangan Pak Renan.

"Satya ada di mana?" tanya Pak Renan.

"Kakak ada acara di kampus, Pak. Berangkat tadi pagi setelah Ibu ke rumah Asa."

"Bang, bawa Yaya masuk dulu. Biarkan dia dan bundanya istirahat."

Perintang Pak Renan langsung mendapat anggukan dari Bang Asa. Ibu Laras mengurai pelukannya dan memilih untuk duduk di teras. Disusul oleh sang suami yang masih terlihat kelelahan setelah perjalanan dari luar kota.

Keduanya terdiam beberapa saat, yang terdengar hanya suara jangkrik dan serangga lainnya yang terdengar. Temaram lampu teras menemani kesunyian kali ini.

"Teman-teman Dama, gimana, Bu?"

"Kata Satya, biasanya kalau malam itu Dama nongkrong di warung depan sebelum jalan besar, tapi barusan Asa cek dulu ke sana, dia nggak ada. Kata teman-temannya seharian juga nggak lihat Dama."

Pak Renan berdecak sambil mengetuk lengan kursi di sisin kanannya. "Ke mana itu anak. Nggak biasanya dia pergi begini. Dama ada bilang apa waktu dibilang Bapak sampainya terlambat?"

"Nggak bilang apa-apa, bilang iya-iya saja pas dikasih tahu."

"Re, tumben di teras malam-malam? Ada rapat keluarga apaan, nih?" suara cempreng nan familiar itu mengisi keheningan malam.

Sosok paling dihindari kala keluarga Renandito terkena masalah. Sebab, tidak ada masalah saja, manusia satu ini terlalu ikut campur. Terkena masalah apalagi. Semakin kencang mulutnya menjajah keluarga ini.

"Lagi santai, To. Aku baru balik dari luar kota."

"Owalah, banyak oleh-olehnya? Boleh dibagi, dong?" pinta Om Tito.

"Besok saja, aku belum bongkar semuanya. Ntar biar Satya yang antar ke rumahmu."

"Siplah! Eh, ngomong-ngomong, anak-anak pada ke mana? Sepi amat, serasa dunia milik kalian berdua, dan aku yang ketiga."

"Setan kau, To! Asa sama istri dan cucuku lagi di dalam. Satya ada kegiatan."

"Dama? Keluar ju-ga ... Eh, Dama naik bus, pasti ada keperluan juga, ya?"

"Naik bus gimana?" tanya Ibu Laras tampak panik.

"Sudah agak lama, sih. Dama nyegat bus terakhir yang lewat."

"Ke arah kota, To?"

Om Tito hanya mengangguk, kemudian Pak Renan bergegas memasuki rumah untuk memanggil Bang Asa. Mereka keluar bersamaan dan menarik Om Tito juga untuk masuk ke mobil.

"Bu, tunggu di rumah saja. Bapak cari Dama dulu."

🍁🍁🍁

Waktu masih menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Mang Rizal sudah mulai menyalakan kompor dan memasak air untuk keperluan warungnya. Ia juga mulai membereskan sisa-sisa gelas pelanggan yang belum dicuci.

Susahnya Jadi Badboy Tanggung ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora