18 ~ Mencari Masalah

1.2K 162 0
                                    

Ada sebuah kesengajaan yang aku lakukan.
Demi sesuatu yang disebut perhatian.
Hanya demi kata tersebut, aku akan bisa.
Jika dibilang salah, biarlah!
Aku ingin egoku yang bermain kali ini.
(L.K)

🍂🍂🍂

Terhitung dua hari lamanya Dama mendiamkan Satya. Meski sudah beberapa kali mencoba mendekat dan mengajaknya berbicara, Satya seolah berbicara pada ruang hampa. Tidak ada respon apa-apa.

Bahkan sang ibu juga turut campur tangan karena merasa tidak enak melihat si tengah dan bungsu tidak berbicara. Ya, meski memang sebenarnya kadar berbicara Dama sangatlah sedikit.

Hari ini Bang Asa dan keluarga memilih untuk bermalam, sudah pasti Yaya juga ikut bersamanya. Tidak kekurangan akal lagi, ibu negara meminta si sulung untuk menengahi perang dingin diantara kedua adiknya.

Hingga saat berkumpul bersama, Bang Asa mencoba membuka suara, harapannya adalah keduanya bisa akur kembali.

"Gimana mengajarnya, Sat? Sudah betah?"

"Sudah, Bang. Lagian di sana juga guru sendiri. Banyak yang membantu untuk adaptasi."

"Syukurlah kalau begitu. Kamu nggak terlalu kesulitan. Apalagi Dama juga masuk siswa di sana. Iya kan, Dam?"

Seperti biasanya, Dama hanya mengeluarkan jurus angguk-angguk untuk menanggapinya.

"Kalau ditanya itu jangan pakai bahasa isyarat, Dam. Angkat kepalanya, tatap orang yang mengajak berbicara. Berapa kali Bapak harus katakan untuk menghargai orang yang mengajak berbicara."

"Iya, Bang." Dama mengangkat kepalanya sambil menatap manik mata sang abang.

Merasa mendapat kesempatan, Satya berupaya melanjutkan percakapan dan mengisi suasana makan malam saat ini. Ia memandang si bungsu yang duduk di hadapannya dan menata bahasanya sebaik mungkin.

"Dam, sudah ada anak Pramuka yang menemui kamu? Kakak yang minta karena Kakak ditunjuk sebagai pembina Pramuka di SMA."

"Sudah."

"Terus? Kamu jawab apa? Nanti kegiatannya itu setiap akhir pekan. Berikutnya akan ada kegiatan, yah, seperti pas kamu ikut Pramuka di SMP, jadi ...."

"Aku nggak mau ikut, Kak," ucap Dama datar sambil membalas tatapan kakaknya.

"Kenapa nggak ikut? Bukannya semua keluarga sudah biasa ikut Pramuka?" bukan Satya yang menanggapi, melainkan Pak Renan langsung yang membalas ucapan Dama.

"Hm ... Bapak lupa? Bukannya kita wajib ikut itu hanya sampai SMP? Dama ingin yang lain, nggak di sana terus."

"Sekarang itu kakakmu yang jadi pembinanya. Masa adiknya nggak gabung, apa kata orang-orang nanti?"

"Ta-tapi Dama ... Kan itu sudah kesepakatan? Apa nggak boleh ambil jalur yang berbeda?"

"Jalur yang bagaimana? Kamu mau ikut jalur tawuran sama teman-temanmu yang dulu? Bapak diam saja waktu itu, dan waktu kamu pergi dari rumah, Bapak rasa temanmu yang memberi pengaruh buruk. Itulah kenapa Bapak mau kamu gabung lagi di sana. Supaya kepribadian dan karaktermu itu terbentuk di Pramuka."

Suara Pak Renan memenuhi ruangan. Intonasinya terdengar sedikit tertahan. Antara tidak ingin terlihat galak di depan cucu pertamanya, tetapi ingin terdengar tegas di hadapan si bungsu.

Sorot mata Ibu Laras bahkan sudah tidak bisa disembunyikan lagi. Ia ingin perang dingin anak-anaknya berakhir, tetapi justru perang antara bapak dan anak yang tercipta.

"Aku bisa ikut ekstra yang lain. Masih ada pencak silat, sepak bola, bulu tangkis, basket, nggak harus ikut Pramuka, Pak. Aku bosan! Dari SD sampai SMP kegiatanku di situ saja. Boleh pilih yang lain?"

Susahnya Jadi Badboy Tanggung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang