- • Oliver Theoderick • -

125 33 38
                                    

Elena menepuk pundak keponakannya dari belakang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Elena menepuk pundak keponakannya dari belakang. Secara tidak langsung menyalurkan energi positif untuk acara kumpul keluarga yang entah sudah terjadi berapa kali dalam kurun waktu satu atau dua hari ini.

James tidak tampak batang hidungnya. Elena bilang kepada Esme bahwa ayahnya itu sedang keluar sebentar, entah berbelanja atau apa. Lalu, sebelum sempat ditanya, Elena berkata, “Clara di ruang kerjanya. Sedang, yah—”

Yah, memangnya apa lagi selain berkutat dengan pekerjaan sampai lupa dengan eksistensi anak sendiri?

“Aku tahu.”

Setelah berkata demikian, Esme memalingkan wajah. Pura-pura tidak tahu saat bibinya itu beradu tatap dengan Peter.

Lama-lama gadis itu semakin memaklumi ketiadaan ibunya sendiri. Rasanya miris.

Selang beberapa menit kemudian, Oma Mandalyn datang. Tersenyum lembut dengan beberapa hadiah di tangan.

Sebagai cucu keempat, Esme harus sedikit lebih bersabar ketika dikelompokkan bersama Leonard dalam pembagian hadiah Natal dan tahun baru. Biasanya ukuran bungkus hadiah cucu tengah sampai akhir akan sedikit lebih besar karena mereka dipandang “lebih muda”. Isi hadiahnya pun tidak begitu mempengaruhi kesuksesan masa depan, tetapi tetap bernilai dan Esme pasti menyimpannya baik-baik.

Lain dengan Peter dan Feodora yang tergolong “cucu-cucu pertama”, biasanya mereka akan mendapatkan hadiah yang lebih sederhana, tetapi bergunanya bukan main untuk tahun-tahun berikutnya.

Peter bahkan pernah mendapat selembar cek berisi angka bernominal besar sebelum resmi menjadi mahasiswa.

Di sanalah terkadang Esme menyesal kenapa bukan dia yang menjadi cucu pertama.

“Apa yang kaudapat tahun ini, anak kecil?” Peter bersandar mendekat, berkedip penasaran melihat bingkisan di tangan Esme tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Bahkan cenderung kecil, mirip sekotak cokelat untuk Hari Valentine.

“Entah,” ucap Esme seraya membolak-balikkan kotak tipis di tangannya. “Boleh kubuka sekarang?”

Oma Mandalyn tersenyum. “Itu milikmu, Sayang.”

Entah itu efek kalimat yang dilontarkan Oma atau karena memang dia yang mendadak berdebar-debar, Esme mulai melepas pita biru dari sana. Bak peti harta karun penutup kotak itu diangkat pelan-pelan. Wajahnya gemas. Seolah-olah tidak sabar untuk melihat sekumpulan permata yang siap bersinar begitu bertemu dengan pantulan cahaya lampu.

Tidak mungkin semahal itu, memang—tetapi Esme terkadang bisa menjadi lebih imajiner saat menerima benda bagus. Ekspektasinya terkadang terlalu tinggi.

Saat tutup kotak hadiah terbuka, Feodora adalah orang yang terperangah kedua setelah Esme. Dari matanya terlihat sorot kagum ketika bersibobrok dengan visualisasi benda di dalam kotak. Tak henti-hentinya dia mendesis kagum. Terlebih lagi begitu Esme mengangkat benda berkilau itu dengan telapak tangannya. Benda yang tampak rapuh sekaligus agung.

ALICE: A Tale From Another WonderlandWhere stories live. Discover now