- • Behind The Stage • -

92 21 25
                                    

"Kunci ruang pribadi Alice?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kunci ruang pribadi Alice?"

Si pemuda bermata rubi mengetuk-ngetuk lantai dengan sepatu pantofel hitamnya yang mengilap. Suara ketukannya halus walau terdengar jelas. Meskipun temponya pelan, gerakan itu cukup menggambarkan kegelisahannya karena biasanya dia dikenal sebagai pribadi yang tenang.

Sebagai informasi, lorong Istana Putih sudah cukup dingin tanpa adanya perapian—dan kali ini tingkat dingin itu semakin menjadi ketika Mad Hatter mengernyit dengan tatapan menginterogasi.

Pembicaraan dengan Mad Hatter bukanlah suatu hal yang menyenangkan. Andai bisa, kali ini pun dia tidak ingin melakukannya. Karena apabila kondisi hati Mad Hatter sedang bagus, seseorang akan kecewa. Lalu apabila kondisi hati Mad Hatter sedang buruk, seseorang akan habis di tempat.

Itulah mengapa hari ini Ruviane de Anshumant merasa berada di ambang kematian.

Secara filosofis, semoga saja.

Baginya, antara Mad Hatter ataupun Esmephia Sonata hampir tidak memiliki perbedaan signifikan. Keduanya sama-sama berhasil membuat Ruviane rajin menghela napas sampai paru-parunya terasa luar biasa sehat. Saking melelahkannya, pemuda itu sempat terpikir untuk banting setir saja menjadi pelayan ratu.

Namun, Ruviane juga tahu bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan ratu. Baik dalam hal kekuasaan maupun dalam hal "membuat seseorang rajin menghela napas".

"Permintaanmu agak gegabah, Tuan Muda." Mad Hatter tersenyum seraya menelengkan kepala. Topi tinggi usangnya yang berbalut pita koyak diam tak berkutik sekeras apa pun pria berbedak tebal itu bergerak. "Aku bahkan tidak tahu kalau Alice-mu sudah tiba."

Sang Warden mengangkat bahu. "Belum lama."

"Dan jangan bilang kalau rekanmu yang lain pun sudah tahu, tapi tidak ada yang memberitahuku?"

"Tidak semua, tapi—"

"Tidak semua, hm? Apa itu artinya kalian para anjing penjaga menginginkan hukuman berjamaah?"

Ruviane melengos. Sudah menduga kalimat serangan itu akan meluncur.

"Kami masuk lewat pintu taman samping istana. Hanya Melv dan Caleb yang baru melihatnya secara langsung. Tolong jangan hakimi mereka." Tatapan semerah batu rubi pemuda itu turun ke karpet yang melapisi lantai pualam selama menjelaskan. "Lagipula, aku tidak mencoba menyembunyikannya dari ratu ataupun darimu. Aku hanya mencoba menjauhkannya dari para petinggi."

Mad Hatter bersedekap. "Dan kenapa kau mencoba menjauhkannya dari petinggi?"

"Karena gadis itu belum sepenuhnya hadir." Ruviane mengangkat wajah, memberanikan diri untuk beradu tatap dengan Mad Hatter.

Masih tersenyum, Mad Hatter mengerutkan kening. Kedua alisnya yang lebat dan sewarna jahe saling bertaut. Matanya yang entah sebenarnya dominan kuning atau hijau terbuka lebar seolah tertantang.

ALICE: A Tale From Another WonderlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang