MeReKa || 17

145 20 0
                                    

"Sebagai hukumannya, hari ini Ibu akan berikan tugas Matematika berkelompok, ya. Tugasnya ada di halaman 55-62, dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Untuk nama anggota-anggota nya, Ibu tuliskan di papan tulis. Ini tidak bisa diganggu gugat!"

Ucapan Guru bernama Winda di depan sana, bagaikan sambaran petir menurut Aqila dan teman-teman sekelasnya. Bagaimana tidak? Tugas sampai tujuh halaman, dengan jumlah soal mencapai 150 lebih. Sedangkan pertemuan matematika selanjutnya adalah nanti lusa, tidak Kira-kira sekali Bu Winda ini.

Ini semua gara-gara Rendi, murid tersebut tadi malah tidur dan tidak memperhatikan penjelasan Bu Winda. Sudah tahu Bu Winda orangnya kejam jika sudah memberi hukuman, bahkan semua warga kelas yang akan menanggungnya, seperti sekarang.

"Nah Anak-anak, ini untuk anggota kelompoknya sudah ibu bagi, ya.  Tidak ada yang boleh protes!" ucap Bu Winda setelah selesai menuliskan Nama-nama yang dibagi kedalam empat kelompok, terdiri dari kelompok A, B, C, dan D.

Awalnya Aqila biasa saja, tidak terlalu peduli dengan siapa kelompoknya nanti. Dia lebih fokus memperhatikan soal-soal yang ada di buku, yang harus dikerjakan nantinya. Tapi tepukan dari Dira di pundak kanannya dan juga isyarat suruhan melihat papan tulis, membuatnya memperhatikan tulisan yang tertata rapih di depan.

Aqila langsung mengangkat tangan dan berdiri dari kursinya, saat melihat siapa saja yang menjadi Anggota kelompoknya. "Bu maaf, kenapa di kelompok saya ceweknya cuman dua? Padahal di kelompok lain ada yang tiga, empat, kenapa gak dituker bu?"

"Ibu bilang tidak bisa diganggu gugat, tidak ada yang bisa protes! Ini sudah Ibu acak, dan inilah hasil yang keluar. Lagian di kelompok kamu ada Haikal, dia cukup pintar dalam bidang matematika."

"Baiklah, sebentar lagi waktunya habis, Ibu cukupkan saja untuk hari ini. Jangan lupa dikerjakan tugasnya, Ibu pamit, Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Bu Winda langsung keluar setelah mengucapkan itu, tidak lama setelahnya bel pulang pun berbunyi.

"Yang bener aja, masa banyaknya cowok," keluh Aqila. Dia mengedarkan padangannya ke sekitar mencari Tuti yang menjadi partner kelompoknya. "Mana si Tuti gak sekolah, ya allah," keluhnya lagi. Sudahlah malas jika begini.

Dia membereskan bukunya, berniat untuk pulang saja dulu. Tapi Cowok bernama Haikal menghampirinya. "Qil, gimana kalo hari ini aja dikerjain separo dulu? Soalnya kalo sekaligus gak bakal selesai," usul Haikal.

Benar juga sih, sepintar-pintarnya Aqila, dia tidak bisa mengerjakan 150 soal lebih dalam waktu singkat. Kecuali saat ujian, mau tidak mau, bisa tidak bisa, harus bisa.

"Emang maunya kapan? Maksud Aku jam berapa gitu?" tanya Aqila.

Haikal mengedikkan bahunya, lalu mengatakan, "Ya terserah lo maunya kapan, kalau gue kan waktunya free free aja, jadi sesuain sama jadwal luang lo."

Aqila manggut-manggut. "Yaudah abis pulang ini aja, selesai sholat. Kerja kelompoknya jangan dirumah, ya. Di cafe aja kalo bisa, jangan dirumah Cowok," ucapnya.

"Tenang, yaudah nanti kabarin aja, ya. Lo aja yang pilih tempatnya, gue sama yang lain ngikut aja," balas laki-laki itu.

Mereka keluar dari kelas, Haikal menuju parkiran, sedangkan Aqila menuju gerbang. Eh tapi, kok Devan tidak ada di gerbang, ya? Tumben sekali.

Aqila membuka handponenya barangkali Kakaknya itu mengirimi dia pesan, tapi tidak ada. Aqila mencoba menelpon Devan, tapi malah seorang wanita yang berbicara, mengatakan bahwa nomor Devan sedang tidak aktif.

Aqila berjalan menuju halte depan, mungkin saja Kakaknya sedang di jalan, dan handponenya lowbet. Jadilah gadis itu memutuskan untuk menunggunya. Sampai lima menit kemudian, ada Perempuan yang memakai seragam yang sama dengannya, memberhentikan motor di depan Aqila.

Meraih Restu Kakak [TAMAT] #WRITONwithCWBPWhere stories live. Discover now