#35 [Ikhlas Namun Rindu]

245 13 18
                                    

Boleh yuk, pencet Vote bintangnya sebelum memulai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Boleh yuk, pencet Vote bintangnya sebelum memulai. Lalu, Comment cerita saat membaca. Bismillah...

.

.

.

Menemani Atifa konser hari ini benar-benar menguras energi Zafa, belum lagi ia harus menjemput kembali Kaiyi yang dititipkan di rumah Umi Feriha. Perempuan itu baru bisa melepas penat setelah menidurkan Kaiyi di kasurnya.

Baru sekarang ia dapat terduduk tenang di kursi balkon sambil meratapi bintang yang entah mengapa hadir malam ini. Malam biasanya mana ada bintang yang terlihat walau hanya satu. Tapi entah mengapa malam ini bintang tengah menampilkan diri di langit polos atas sana. Bulan purnama pun ikut menyertai. Rindu yang menyelip di hati ikut melengkapi.

Netra hitam yang kosong nan polos itu menatap sendu langit yang tengah menampilkan keindahan. Lagi-lagi rindu atas Ustadz Hasan hadir walau sekuat apapun ia mencoba mengubur. Ustadz Hasan mungkin bisa ia ikhlaskan, namun kerinduan berada di luar kendali hati. Walau hati berkali-kali mencoba mengubur, namun rindu itu teguh berakit.

"Mas, mas. Sampai kapan cuman mau hadir di rindu Zafa?"

Nafas gusar yang halus keluar dari hidung Zafa. "Bukannya lebih baik ada di hadapan Zafa?" tutur perempuan itu.

Zafa mengangkat kedua kaki yang terayun di bawah keatas kursi, menyatukan keduanya menjadi satu dan mempererat dengan kedua tangan yang menganggur. Kepala ia jatuhkan di atas tangan yang melingkar.

"Gak kasian kamu sama Kaiyi yang selalu tanyain abinya kemana. Walaupun Kaiyi masih sekecil itu mas, tapi dia ngerti kalau dia punya abi, dia lihat uminya yang punya abi, tapi kenapa dia gak punya"

Tanpa izin pun air yang menggenang di dalam mata terjatuh. Gerakan cepat tangan Zafa menghapus air mata yang kurang ajar jatuh dari tempatnya. Dia ini sedang berusaha kuat untuk tidak melemah dengan keadaan, cukup untuknya mengeluh, tidak untuk menangis.

Menangis membuat dirinya tidak percaya diri, menangis membuat dirinya berpikir dia tidak kuat, menangis membuat dirinya berpikir bahwa dia tidak mampu merawat Kaiyi. Jika dia selemah itu untuk menangis, bagaimana dia akan menguatkan Kaiyi yang lemah.

Tangan Zafa menghapus kembali air mata yang jatuh tanpa izin dengan cepat saat merasakan tarikan pada bajunya. Mata sembab itu melirik ke bawah, dimana Kaiyi tengah menatapnya.

"Umi..." panggil Kaiyi sedikit serak karena efek terbangun, suara sendu juga keluar tanda batita itu sedang khawatir.

"Nak..." Zafa mengangkat Kaiyi ke atas pangkuannya. Ia berikan kecupan lama di pelipisnya.

Di Luar Rencana Sang Murobbi [Hiatus]Where stories live. Discover now