Chapter VIII

89 6 0
                                    


**

Tak terasa sudah beberapa bulan aku menjadi seorang wanita tak bersuami. Sama sekali tak terlintas dalam benak'ku bahwa diusia yang masih dibilang muda aku sudah menjadi janda. Tak pernah terfikirkan oleh'ku bahwa pernikahan'ku akan hancur. Dan aku berpisah dengan seseorang yang sangat aku cintai, saat ini dan mungkin hingga nanti.

Dan menjadi single parent untuk putra'ku Revan. Banyak yang bilang, bahwa menjadi seorang janda adalah buruk. Tidak baik. Hina. Tapi buat'ku, tidak, aku lebih memilih jalan ini karena aku merasa lebih baik seperti ini. Sendiri tanpa ada yang menyakiti aku atau putra'ku. Meski pasti sangat sulit. Bagi aku yang benar-benar sendiri.

Deringan ponsel membuyarkan apa yang sedang aku fikirkan.

" Wa'alaikum salam, mah "

" ...."

" iya, ada tawaran disana, kalau ga ada halangan, anggun ambil, mah"

" ... "

" Insha Allah, Mah. aku bawa Revan kesana, Mah. Aku punya beberapa kenalan disana, Mah. Nanti kalau mau berangkat, Anggun kabarin ya, Mah. Iya salam buat papah,

Assalamualaikum,"

" Bunda, tante reina bilang, kita mau ke Australi ya? Itu dimana sih, Nda?"

tanya Revan.

" Jauh sayang, Kamu mau ikut bunda kan?" tanyaku sambil merapihkan rambutnya yang berantakan.

" Iya dong Bunda," sahutnya sambil tertawa.

Sampai saat ini aku masih tidak mengerti, apa yang difikirkan revan,

revan tidak pernah menanyakan ayahnya. Seolah-olah dia mengerti dengan perpisahan kami, dan ayahnpun hanya bertanya kabarnya lewat ponsel, hanya beberapa kali bertemu setelah perpisahan kami. Dan aku tak pernah memberitahunya rencana ini, haruskah aku memberitahunya? Apakah dia akan peduli? Dia sudah bahagia dengan keluarga barunya, aku dan revan tak'kan menganggu'nya.

**

" apa kamu harus pergi,nak?" tanya mamah saat mengantarkan aku dan revan ke bandara.

Aku tersenyum. " Iya mah, aku dapat pekerjaan disana,"

" apa tidak bisa bekerja disini?" tanya mamah lagi.

Aku menggeleng," anggun ingin memulai hidup baru,mah"

" nanti kamu lupa sama mamah dan papah" ujarnya sambil terisak.

Aku meraihnya dalam pelukan'ku.

" bagi anggun, kalian udah anggun anggap orang tua anggun sendiri, jadi mana mungkin anggun bisa ngelakuin itu,"sahutku.

" nanti,kalau mamah kangen anggun dan revan, mamah bisa kesana, pintu rumahku akan selalu terbuka untuk mamah dan papah" lanjutku.

" kamu gak akan pulang lagi,?" tanya mamah.

Aku tak mengangguk ataupun menggeleng. Karena aku juga tak tahu, bagaimana kedepannya.

" Wanita itu sudah melahirkan, tapi anak itu sama sekali tak mirip adrian,," ujar mamah.

" benarkah, semoga dira dan bayinya sehat terus."ujarku.

Mamah hanya tersenyum mendengar penuturanku.

" setelah beberapa bulan anaknya mulai besar, adrian akan melakukan tes DNA, karena adrian merasa, bayi laki-laki itu tak mirip dengan'nya" ujar mamah menjelaskan perihal anak dira.

" salam untuk papah ya mah," ujarku beranjak dari kursi.

Ku genggam jemari revan yang sedang asyik bermain game dengan gadgetnya.

AnggunWhere stories live. Discover now