2. Jembatan Kebahagiaan

1.4K 238 6
                                    

Hidup ini seperti drama namun bedanya ini nyata, di mana ada sesosok antagonis dan protagonis di tambah adanya figuran yang memperkuat kalau hidup ini memang drama.

Aliva selalu bertanya kenapa dirinya seolah diasingkan dari semua hal? Mereka menyebutnya sosok antagonis jahat yang tak berperasaan bahkan dengan terang-terangan mereka menyebut dirinya seorang jalang hanya karena ia memperjuangkan cintanya.

Keluarga? Hal baik apa yang ada di dalam drama per keluargaan? Bukankah semuanya sama saja? Membuat lalu meninggalkan selayaknya hal yang sepele.

"Gue heran kenapa lo yang jadi adik kandung gue! Kenapa bukan Elina aja! Mungkin gue lebih bahagia kalo Elina jadi adik gue dibandingkan dengan lo." ucap Ethan begitu menusuk di telinga Aliva.

Aliva pernah dengar kalau kakaknya itu tidak suka gadis cengeng maka dari itu ia menahan sekuat tenaga agar air matanya tak turun, ia cukup takut untuk merintikan setetes air matanya di depan lelaki itu.

"G-gue gatau kak ini bukan kemauan gue juga." jawab Aliva memalingkan wajahnya kearah lain.

"Jangan sebut gue kak! Hanya Elina yang berhak manggil itu!" decak Ethan kesal.

Aliva heran, kenapa selalu Elina yang menjadi objek pertama mereka seolah-olah Elina adalah putri yang di penuhi dengan kebahagiaan dan perhatian.

"Kalo sampe gua denger lo ganggu adik gua lagi, lo gak akan selamat!" ancam Ethan.

Setelahnya ia berlalu dari sana tak lupa ia juga menubruk bahu Aliva sampai sang empu terlonjak kebelakang.

Barulah saat ini Aliva menurunkan air matanya, ia menangis menumpahkan rasa sakit dan kecewanya. Semua ini rasanya menyesakan tak ada lagi ruang untuk membuang rasa sakit ini.

Aliva tau yang ia lakukan salah, menggangu Elina adalah bentuk pelampiasan emosi dan Aliva menyukainya, semakin ia melukai Elina maka semakin lega beban di hatinya. Bilang, siapa disini yang lebih salah?

***

Aliva berjalan lesu memasuki manison nya, hari ini sungguh melelahkan dirinya terlebih tadi ia terjebak macet panjang, sungguh sial.

Kala memasuki ruang tengah tangannya terkepal erat melihat pemandangan yang sungguh membuatnya naik pitam.

Ayah, ketiga saudaranya dan Elina yang berada di tengah-tengah mereka sedang asik menonton sebuah film kartun keluarga.

Hal seperti itulah yang Aliva mau sedari dulu namun kenapa sekarang Elina merebut harapannya? Kenapa harus Elina lagi?

PRANG.

Aliva membanting sebuah vas bunga. Mendengar itu seluruh atensi tertuju kepada Aliva.

"BRENGSEK LO SEMUA!" teriak Aliva bahkan sekarang ia tak segan untuk mengeluarkan air matanya.

"Kak Aliva kenapa?" tanya Elina terkejut.

"Apa-apaan lo banting-banting vas bunga segala?" seru Darnel marah.

"Bukannya gua udah peringatin, lo jangan banyak tingkah." ucap Vince mengepalkan tangannya.

"Aliva apa-apaan kamu?" seru Alvin ayah mereka.

"Kalian jahat." ucap Arena mengelap air matanya.

"Lo yang jahat dasar orang gila!" decak Darnel tengil.

"Elina masuk kamar." titah Alvin kepada Elina.

Elina yang tak tahu menahu soal itu pun akhirnya berlari kedalam kamar miliknya. Sungguh Elina sangat takut sekaligus bingung dengan hal seperti ini, ia takut melihat Aliva yang di marahi dan bingung dengan apa yang harus ia lakukan.

PRIKWhere stories live. Discover now