Sarapan bersama

425 56 6
                                    

Lulut bejalan kesana kemari mengikuti Renjana, memelas mengeluarkan wajah imut andalannya. Lulut sangat ingin berangkat sekolah menggunakan motor bersama Jana, namun Bunda melarang dengan dalil Lulut baru pulih dari demam.

Lihat saja sekarang dia berjongkok di samping mesin cuci, kucing tetangga yang sering mencuri ikan goreng buatan Bunda mengeong bertanya, kenapa manusia satu ini sudah misuh-misuh pagi-pagi.

"Ck bangun adek, jangan jongkok disitu. Sini makan kakak udah buatin roti bakar."

Kepala batu. Bukannya menuruti perkataan Jana, Lulut malah mengusap kucing Oren pencuri yang akan melarikan diri, rupanya dia sudah memiliki pujaan hati. Kucing anggora dengan bulu putih bersih sedang menatap nelangsa di luar sana.

"Ya Allah Lulut jangan di elus kaya gitu kucingnya, kotor!!" Jana itu alergi bulu kucing sama dengan Jendra. Bunda tidak mengizinkan Lulut memelihara hewan berbulu itu karena kedua kakaknya memiliki alergi yang sama.

"Sekali aja, sekalian nanti pulang sekolah ajarin aku naik motor. Kan sebentar lagi aku mau masuk SMA mau minta beliin motor sama Ayah."Kucing Oren itu berhasil melarikan diri dari pangkuan Lulut, mengeong seksi menghampiri pujaan hati terkasih, mereka bedua bejalan berdampingan saling berbincang.

"Lagi musim kawin pasti, persilangan kucing Oren dan kucing anggora biasanya anak nya siluman." Jana mengelus dada sabar. Kedua adiknya pagi ini membuat darah biru nya mendidih.

Lulut masih enggan beranjak dari posisinya, Jana sudah menyerah dengan Lulut ia menyantap sarapan buatan sendiri dengan tenang, sebelum roti bakar itu di rampas paksa oleh Jendra.

"Hehehe Males bikin, Abang bikin lagi aja ya ya."

Sebelum maung dalam diri kembarannya bangkit Jendra antisipasi untuk meminta maaf terlebih dahulu. Lagi pula di atas meja makan hanya ada sayuran, jenis makanan yang tidak pernah mau berteman dengan lambungnya.

Lulut menatap tidak suka ke arah Rajendra karena kedatangannya Jana semakin mengacuhkan Lulut. Ia memukul pintu kamar mandi kencang membuat kedua kakak kembarnya menoleh ke arahnya.

"Kenapa tuh bocah?"

"Pengen naek motor ke sekolah, nggak gue kasih izin. Yang ada gue di gorok Bunda."

Jendra mengangguk paham, beberapa hari lalu adik bungsu nya baru saja terserang demam, hal itu membuat satu rumah kelabakan,"Lulut ke sini, nanti roti bakar nya kakak habis lho."

Bukannya luluh, adiknya malah semakin marah tatapannya menajam, ia hanya bisa menarik napas tenang.

Pernah suatu sore di temani cokelat panas dengan cemilan buatan Bunda ia bertanya kepada sang adik bungsu kenapa selama ini dia tidak mau banyak berinteraksi dengannya, jarang mengumbar senyum saat bertegur sapa di rumah. Kadang kala saat Jendra mengajak Lulut bersepeda keliling komplek dia selalu menolak.

"Aku nggak mau ketularan bodoh kaya kakak, jadi jangan terus-terusan ngajak aku main bareng, apalagi sepedaan. Buang-buang waktu."

Setelahnya Jendra tidak pernah lagi mengajak Lulut bermain sepeda atau bermain hal lainnya, Lulut lebih suka diam di rumah terkadang main di halaman belakang seorang diri. Jika dia bosan Lulut akan datang ke kamar Jana untuk bermain game sampai dia ketiduran dikamar.

"Jendra, makan dong sayurnya. Ini Bunda masak banyak untuk kalian lho. Lihat tuh kakak kamu lahap banget makannya."

Jana melekatkan sendok dan garpu yang di pegang, ia melihat ke arah Rajendra. Jana tahu Jendra tidak nyaman dengan pernyataan Bunda barusan, harusnya Bunda tahu kalo Rajendra tidak bisa memakan sayur.

"Jendra nggak suka sayur, Jendra mau mam roti aja."

"Kamu itu bukan nya nggak suka, tapi nggak mau nyoba. Contoh kakak dan adik kamu, suka makan sayur jadi otaknya berkembang."

Tanpa sadar Ayah menyindir Jendra yang tidak memiliki kemampuan otak seperti sodara-sodaranya. Memang walaupun Jana dan Jendra kembar mereka beda angkatan karena dulu ia harus tinggal kelas. Sekarang Renjana kelas dua belas dan ia kelas sebelas.

"Kamu itu nggak menghargai usaha Bunda untuk masak sarapan, bukannya dimakan malah buat roti bakar."

Kesal dengan anak kedua nya yang masih saja ngenyel Jika disuruh makan sayur, Bunda menyiduk nasi dengan sayuran menumpuk di atas nya.

"Makan! Ini Hari Senin, kalian pasti upacara. Bunda nggak mau kalo nanti saat upacara malah pingsan."

Bukannya tidak menghargai usaha Bunda, namun saat Makanan itu masuk ke mulutnya rasanya pahit, perutnya berakhir mual,"Iya Bunda, Jendra makan." Tidak mau Bunda kecewa akhir nya Jendra memakan makana itu dengan tenang.

Di tengah-tengah kepahitan nya ia melihat Ayah membujuk Lulut dengan sangat lembut, mengecup puncak kepalanya sayang, membisikkan kata-kata manis agar Lulut mau beranjak dari sana dan bergabung dengan mereka.

"Ayah janji?"

"Iya Ayah janji, sekarang sarapan. Nanti kamu sakit lagi."

"Ayah mau aku sakit lagi ya!"

Andromeda tergelak melihat betapa lucu nya anak bungsu nya itu, pipi berisi nya mengembung membuat ia tidak kuasa menahan hasrat untuk menggigit pipi itu.

"Yu makan, nanti kalo nggak mau Ayah gigit pipi kamu."

"Bundaaaaa nggak mau sama Ayahhhhhh." Sakuntala memeluk tubuh anaknya, ada-ada saja Suaminya ini.

Sarapan pagi ini di habiskan dengan Lulut yang berbicara panjang lebar tentang keinginannya Ayah tentu akan mengabulkan apa saja yang si bungsu mau. Yang awalnya di larang naek motor ke sekolah akhirnya di izinkan juga.

Di sisi lain Jendra tersenyum melihat keharmonisan keluarganya dia tidak peduli dengan rasa mual yang sedang ia rasakan, melihat keluarga bisa tersenyum dan bahagia itu sudah cukup untuknya.

.
.
.
.
.
tbc

18. 09. 2O22

Republish : 29 Desember 2O22

Photograph✓Where stories live. Discover now