Nilai sempurna

231 40 11
                                    

Wajah anak SMP itu memias saat melihat nilai seratus di kertas ulangan harinya, tangan Lulut bergetar. Seumur hidup, Lulut tidak pernah setakut ini. Ia berlari menuju toilet untuk menenangkan diri, dengan perlahan Lulut mengatur nafas untuk tetap setabil. Tidak boleh! Ayah tidak boleh tahu tentang hal ini. Jika Ayah tahu Lulut takut Ia akan bernasib sama seperti Rajendra.

"Nggak! Tenang Lulut. Nggak ada yang tahu kalo Lo nyontek . Ini cuma sekali cuma sekali lain kalo jangan kalap nonton film sampe subuh."

Ckrek!

Salah satu pintu kamar mandi terbuka, dengan tampang kalemnya anak perempuan itu mencuci tangan di sebelah Lulut, apa dia mendengar omongan Lulut tadi? Bodoh! Ia tidak memastikan terlebih dahulu Jika toilet ini kosong dan what the! Ini Toilet perempuan?!

"Kenapa muka Lo tegang gitu? Salah masuk toilet ya? Lain kali kalo mau masuk kamar mandi liat-liat dulu. Panik banget kaya Ketahun habis nyontek."

Anak perempuan itu maju selangkah semakin dekat dengan Lulut, anak bungsu Tuan Andromeda itu terlihat sangat polos,"habis nyontek?"

"Jangan asal ngomong!"

"Hmmm kok asal ngomong sih?" ucap nya dengan nada manja membuat Lulut ingin muntah di depan wajah kakak kelasnya itu.

"Gue nggak akan kasih tahu siapa-siapa tenang aja. Tapi dengan satu syarat."

Buah dada Kakak kelas itu semakin mengenai dada Lulut, sepertinya dia sengaja! Dasar perempuan murahan! Dandanan udah kaya mau dangdutan, rok di atas Lutut, kaos kaki pendek. Disana Ia tahu perempuan ini buronan OSIS.

"Apa!"

Gadis itu menjauh, melipat kedua tangan di depan dada."Kasih gue nomor kak Renjana. Lo mau kan jadi adik ipar gue? Mau dong pasti ya. Seksi gini masa nggak mau."

"Najis! Kakak gue nggak suka jablay!"

"Shit! Awas Lo Lulut!"

•••••

Suasana meja makan terasa Canggung hanya ada bunyi denting sendok dan garpu saling beradu. Lulut hari ini sangat pendiam membuat satu rumah sunyi tanpa celotehan. Bunda berusaha membuka obrolan dengan si bungsu namun hanya di tanggapi seadanya.

"Lulut kenapa sayang? Ada yang jahat di sekolah. Seharian ini Bunda nggak denger Lulut ngomong lho."

"Tadi kan udah bun."

"Biasanya lebih heboh dari Itu, anak bunda yang satu ini biasanya suka marah kalo es krim di kulkas habis, kenapa kali ini nggak? Kenapa hmmm."

Rajendra memang duduk di samping Bunda namun seakan ada jarak yang terbentang lebar diantara mereka. Kapan Bunda pernah bertanya hal remeh-temeh seperti itu? Tidak pernah sama sekali. Saat kemarin Ia di pukul habis-habisan oleh ayah pun Bunda acuh, selalu acuh. Tidak ada tanya tidak ada peluk. Bolehkah Rajendra iri dengan kasih sayang yang Bunda limpahkan kepada adik nya? Jendra juga sakit Bunda, punggung Jendra biru-biru kepala Jendra juga sakit kepentok meja.

"Sakuntala."

Bunda menghentikan aksinya membujuk Lulut untuk bercerita, Sakuntala katanya? Suaminya sedang marah? Sampai menyebutkan namanya seperti itu.

"Jangan mengobrol di meja makan."

Semua anak nya diam, Bunda apalagi. Dia ingin menangis saat Andromeda menatapnya dingin. Usai selesai makan malam Bunda langsung mengajak Lulut ke kamar malam ini Bunda akan tidur di kamar anak bungsunya.

"Tetap di tempat kalian."

Semua orang Kembali duduk di tempat masing-masing, Renjana menatap kembaran nya apa dia terkena masalah lagi di sekolah? Tapi nampak nya dia baik-baik saja berbeda dengan adik bungsu nya pandangan Lulut menunduk memandang ubin rumah tidak ada keberanian untuk menatap mata ayah atau mata siapapun di meja makan ini.

"Lulut Hiranya."

"Iy...a Ayah." Jawab nya sedikit ragu.

"Apa Saya pernah mengajaknya Kamu untuk mencontek? Apa Saya pernah mengajarkan kalian berbuat curang!"

"Nggak Ayah." Jawab anak-anak nya serempak.

Andromeda mengeluarkan secarik kertas dari saku piyamanya membuat dada Lulut sesak namun bukan karena Asmanya kambuh tapi karena kertas itu ada di tangan Ayah.

"Mas! Kita udah sepakat nggak mungkin Lulut nyontek! Mungkin itu cuma iseng, namanya juga anak-anak."

Lulut beringsut memeluk Bunda dari samping meminta perlindungan, Ia takut. Lulut sudah janji jika ulangan Sejarah hari ini Ia mendapatkan niat sempurna Ayah akan membelikan Lulut Motor. Ia sangat ingin mengendarai kendaraan beroda dua itu apapun akan Lulut lakukan untuk mendapatkannya.

"Lulut lihat saya! Kamu sangat ingin memiliki motor. Akan Ayah belikan tapi nanti kelas sembilan."

"Tapi ayah udah janji... Kalo aku dapet sempurna di sejarah aku bakalan di beliin motor bulan nanti."

"Dengan itu kamu berani mencontek?"

Lulut menggelengkan kepala dia tidak berani untuk mengaku, air matanya sudah luruh membasahi pipi. Bunda tidak tega melihat anaknya menangis mengajak ke kamar anggap saja masalah ini selesai.

"Kamu harus di hukum."

"Mas!"

"Maaf mencela Ayah, itu bukan punya adek tapi punya aku."

.
.
.
.
.
tbc

2. 11. 2O22

Republish: 3 Januari 2O23

Photograph✓Where stories live. Discover now