satu; perihal jaket denim

26 10 0
                                    

ditulis dari sudut pandang jaket denim
sebagai sebuah benda

— & —

Semua tahu kalau rasa yang tertaut antara Laksamana Bersaudara itu tiada semunya. Tiada duanya. Ia nyata; kelihatan jelas saat tangan kecil mereka saling mengenggam. Salurkan asa, cita, serta keyakinan belia. Lucu dan manis. Bahkan selimut kamar Arsaka diam-diam tersenyum saat melingkupi tubuh mereka. Ia bercerita, si bungsu Adirga menyusul ke kamar kakak sebab tidak tahan dengan keributan ibu-ayah timbulkan.

"Sulung Arsaka itu, dia baik sekali. Izinkan Adik tidur bersama padahal ilernya masih suka menetes. Sementara Arsaka biasanya tidak akan membiarkanku kotor sedikit. Ia relakan. Arsaka peluk Adik, tutupi telinganya, bisiki kata upaya antarkan mereka pada nirwana." Selimut cerita banyak. Aku menanggapi ala kadar.

"Aku jadi ingin dekat dengan Adirga. Kiranya apa bisa?"

"Mungkin bisa saja!"

Biar kukenalkan pada benda kesukaan Arsaka. Itu aku; jaket denim bersandang gelar kepunyaan putra tertua Laksamana. Aku teramat bangga. Menggantung apik di depan lemari tanpa dilipat seperti pakaian lain. Ukuranku kecil, pas dengan tubuhnya. Sekalinya Arsaka akan bermain, dia pasti langsung meraihku. Mengenakanku selalu bagai aku jaket ternyaman di dunia.

"Kamu kok nggak pakai baju lengan panjang? Nanti sakit." Arsaka berujar saat ia dan Adirga berjongkok di sebelah selokan. Kaki keduanya sudah habis disapu lumpur. Si kecil Adirga memaksa untuk mereka bermain di situ. Arsaka tidak suka kotor, tetapi demi Adirga ia rela dibasuh noda paling menjijikkan sekalipun.

"Buru-buru tadi." Hidung serta kedua pipi Adirga sudah memerah. Bersin menyusul kemudian. Bocah bungsu memang tidak tahan kedinginan.

"Pakai punyaku."

Aku dialihfungsikan jadi jaket putra termuda Laksamana. Ada bagian dari diriku tak rela berpisah pemilik lama, senang juga sebab keinginanku semalam terwujud tanpa aba-aba. Aku dekat dengan Adirga. Tubuh Arsaka memang kecil, Adirga lebih kecil lagi. Dengannya aku tampak kedodoran. Pergelangan tangannya bahkan tenggelam. Arsaka kepalang tepis risau yang ia acuhkan. "Adik, kamu Kakak antar pulang mau, ya? Mainnya dilanjut nanti. Kakak memang mau jadi dokter, ngobatin kamu, tapi Kakak tetap nggak suka kamu sakit."

Begitulah aku ganti gelar hak milik Adirga. Memang tidak ada kata-kata Arsaka memberikannya, tetapi ia tidak pernah memintaku balik. Sekali lagi, Arsaka relakan. Adirga juga menyayangiku. Ia tetap biarkan aku menumpang di kamar; bahkan sampai ukuranku sebanding dengan proporsi, sampai ia meninggi tidak muat mengenakanku lagi, sampai teriakan ibu-ayah lewati batas dini hari.

"Aku minta cerai! Anak-anak biar ikut sama aku."

"Ikut, katamu? Kamu bahkan nggak pernah jadi Ibu buat mereka! Siapa yang selama ini ajari mereka, siapa yang selama ini masakin mereka, siapa yang selama ini ambil rapor mereka? Aku! Aku ini yang kamu selingkuhi!" Ayah menyahut marah tanpa mampu menahan godaan untuk membanting vas yang menjerit pilu.

"Fine! I'm out from this hell!" Ibu mengemasi barang, dari kamar aku bisa dengar mereka saling bertanya ingin dibawa kemana. Arsaka diam saja, lain Adirga yang merengek ikut. Ia tetap sayang pada sang ibu meski tahu kalau dia yang salah. Wanita itu enggan menggubrisnya. Bahkan wajah sesal atau belas kasihan pun tidak ada.

"You fucked up, jalang bangsat!" Cercaan ayah mengiringi langkah kaki ibu tinggalkan kewajiban, kehidupan, dan anak bungsu yang putus harapan. Arsaka tetap tinggal diam.

Aku kira hanya akan sampai di sana. Nyatanya salah besar. Tepat beberapa hari setelahnya, Adirga yang memang sudah muak meneruskan jejak ibu hengkang dari rumah. Aku tahu dia membanggakan keluarga baru yang Adirga sebut-sebut sebagai teman. Dari sana Adirga kenal pukulan, batang rokok, tidak sehatnya pergaulan. Aku tahu semuanya, tetapi aku cuma sebatas benda mati. Tidak bisa merasa, tidak bisa memberi tahu siapa-siapa. Dia putuskan meninggalkanku di sini, membusuk bersama lemari baju tanpa melirikku sekilas pun.

Anak remaja biasa saja ya beranjak dewasa tanpa lihat ke masa kanak-kanaknya. Kalau ditinggal begini, Adirga, aku ... bagaimana?

Tokyo Revengers Fanfiction; BertautWhere stories live. Discover now