lima; perihal pena

11 7 0
                                    

dimuat dari sudut pandang pena arsaka.
CW ; kata-kata kasar, perkelahian, darah.

— & —

Arsaka buat menulis jadi aktivitas memamah kewarasan

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Arsaka buat menulis jadi aktivitas memamah kewarasan. Siklusnya selalu sama: kuasai materi yang diterima, capai kejuaraan sini-sana, letakkan diri di puncak organisasi semata, sampai memahat air mata. Aku ragu apa ia tidak butuh lima kaplet sekaligus paracetamol sebab kelihatan pening sekali. Siapa tahu dengan lima kaplet Arsaka kejang-kejang dan mati. Aku kedengaran jahat, itu tadi hanya bercanda! Namun serius ketika aku mengeluh terus-terusan dipergunakan olehnya. Apa ia tidak bisa mengistirahatkanku sebentar? Sebagai pena, aku juga butuh dimanja.

"Seharusnya kamu ketuk pintu dulu—astaga ada apa?"

Aku tengah menggarap dokumen data siswa saat pintu ruang organisasi dibuka tiba-tiba. Aku hampir terlempar oleh Arsaka. Terjun bebas membentur lantai. Bersyukur genggaman tangan ini tiada tandingan. Anak yang datang butuh waktu untuk mengatur napas megap-megap. Ia membuka mulut, meluncurkan serentet kata dalam satu tarikan oksigen. "Adirgaberantemdikelaskarla!"

Pening di mukanya langsung tersapu bersih. Hanya tersisa wajah yang riakkan kemurkaan. Tanpa basa-basi lagi Arsaka beranjak dari sana. Aku ikut diboyong menjemput kericuhan sebab tangannya tanpa sadar memasukkanku ke saku depan. Gigi-gigi Arsaka menggertak. Ia makin melajukan lari seperti orang kesetanan. Anak yang mengabarkannya tadi bahkan berjalan kepayahan jauh di belakang. Nama Adirga-Karla seperti familiar buatku sendiri, tetapi aku lupa. Aku sering lupa akhir-akhir ini. Lupa jadi pena Arsaka, lupa seberapa isi tinta, lupa kalau aku cuma benda. Aku mengingatnya! Adirga selalu mengisi selisik malam bahwa ia adalah sang adik. Pula bisik kertas tentang Karla terlalu berisik.

Beruntung Arsaka belum sepenuhnya terlambat. Ia berhasil menahan pukulan Adirga sesaat lima inci jaraknya dari menghantam pipi Karla. Jeritan siswi-siswi ketakutan remuk redam. Arsaka remat tangan Adirga sampai buku-buku jarinya memutih, menarik sang adik keluar kelas.

"Udah gue duga lo bakalan dateng." Suara Adirga macam bersusah payah selundupkan kesakitan. Ia berusaha tepis tarikan Arsaka. "Kalau mau tonjok, ya tonjok aja gue, anjing! Gamau ngerusak citra yang lo udah bangun susah payah? Takut lo, pengecut!"

"Lebih akan mampus kamu yang bisa terancam dikeluarkan. Saya bisa mengelak dengan alibi pembelaan dan prestasi, kamu apa? Bangga jadi pem-bully?"

Aku bingung Arsaka mengkhawatirkan Adirga atau bagaimana. Pertumpahan sebenarnya pecah di belakang sekolah. Adirga jegal kaki Arsaka, setengah menindih menggunakan lutut, membabat habis pukulan ke mukanya. Satu, memar biru-ungu tercetak di pipi Arsaka. Dua, suara tulang hidung terdengar. Tiga, Arsaka balas tonjokan dari samping Adirga.

Arsaka membalik posisi. Aku betul-betul terlempar dari sakunya sekarang. Ia layangkan pukulan menghantam ulu hati Adirga. Ketika pemuda itu mengerang, Arsaka kirimkan balik tinjuan ke mukanya. Tangan Adirga setengah buat melindungi diri. Kaki Arsaka tidak tinggal diam, ia tendang beberapa kali ulu hati Adirga yang telah dipukul tadi, menginjaknya kuat-kuat sampai Adirga terbatuk hebat. Darah mimisan Arsaka disambut dengan darah mulut Adirga.

Adirga menepis dengan menyikut Arsaka. Ia tak bosan bersiteru bersama tulang pipi Arsaka, merobek sudut bibirnya. Tetes darah Adirga turut jatuh mewarnai betapa kacaunya wajah Arsaka. Keduanya punya luka yang sama-sama banyak. "Lo. Persis. Sama. Ayah. Lo."

Hal yang terjadi selanjutnya begitu mengejutkan. Entah kapan Arsaka menyadari keberadaanku, perlahan tangannya meraih aku yang cukup dekat. Arsaka cekik Adirga menggunakan satu tangan, sementara yang lain mengarahkan ujung lancipku ke mata kanan Adirga. Bisa aku rasakan deru napas Adirga yang menggebu. Aku tidak sampai menembus kornea matanya, Arsaka cuma menggertak. "IBU KAMU LACUR!"

Aku tidak pernah dengar Arsaka berteriak. Apalagi kekehan tajam nan menyedihkan mengikutinya. Bisa dipastikan kalau orang lain yang mendengar reaksi mereka pasti seperti gelembung meletup; nyalinya langsung menciut. Adirga bahkan terhenyak meski hanya sesaat. Aku disingkirkan jauh-jauh dari tangan Arsaka. Adirga cekal cekikan Arsaka dilehernya, meneruskan perkelahian tindih-menindih ini entah sampai kapan.

Tokyo Revengers Fanfiction; BertautHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin