8. Dunia Begitu Sempit

181 30 9
                                    

TERLALU BANYAK ANGKA membuat Mingyu pusing setengah mati. Ditambah lagi, keberadaan Seokmin yang sama sekali tidak bisa menghentikan mulutnya untuk menerjemahkan arti dari setiap angka, kepala Mingyu semakin terasa pening. Semakin lama, denyut pusingnya semakin kuat dan menyiksa. Mingyu memukul tangan Seokmin ringan. Langsung tersandar setelahnya. "Harusnya kamu peka dengan perasaan atasanmu. Jika wajahku mulai pucat, berhentilah membicarakan angka yang menyebalkan itu."

Seokmin memandang wajah Mingyu lamat. Rasanya, selama apa pun ia memandang wajah Mingyu yang sialnya harus ia akui sangatlah tampan, tidak ada satu titik pun yang memberitahu bahwa wajah itu sedang pucat. Karenanya, Seokmin kembali fokus ke pekerjaannya. Membantu Mingyu menganalisis apakah proyek yang ada di hadapan mereka sekarang ini memang layak diteruskan atau tidak. Dan jawabannya, "tidak. Ayahmu akan mengamuk dan membunuh kita berdua jika kamu sampai nekat menandatangani kontrak tidak waras ini."

Mingyu tertawa. Menghirup kopinya yang sudah mendingin. "Hanya kamu yang akan dibunuh," ralatnya. "Karena dia tahu segala keputusanku berada dalam pengawasanmu."

Jeda hanya berlangsung selama kurang dari satu menit. Seokmin kembali membacakan banyak arti yang berhasil ia tangkap dari setiap cetakan angka di sana. Membuat Mingyu semakin kesal. Kini bahu Seokmin yang menjadi incarannya. "Bukankah aku sudah memintamu untuk berhenti?"

"Kamu akan menerima proyek menjijikan ini kalau tidak kuberitahu."

Tangan Mingyu mengibas. Berjalan dengan lunglai meninggalkan meja kerja kebanggaannya lalu menjatuhkan tubuhnya yang berukuran jumbo ke atas sofa panjang depan televisi. "Sejak awal aku memang tidak tertarik dengan proyek itu. Aku tidak tertarik bekerjasama dengan Si Pangeran Arab itu."

"Pangeran Arab?" tanya Seokmin. Memutar kursi yang tengah didudukinya ke arah Mingyu. Karena memang, ia sama sekali belum pernah bertemu dengan salah satu relasi keluarga Kim yang satu ini.

"Wajahnya mirip orang Arab," kata Mingyu sambil tertawa. Menjelaskan secara detail bagaimana sosok yang ia temui kemarin, karena Seokmin tidak bisa mendampinginya saat melakukan pertemuan. "Pokoknya bulu matanya sangat lentik, seperti memakai bulu mata palsu."

Seokmin tergelak. "Kamu mengambil keputusan berdasarkan penampilannya?"

Tanpa ragu Mingyu menganggukan kepala. Menyalakan televisi. Secara otomatis jari tangannya terus memencet tombol remot hingga berhenti pada satu saluran yang sedang menayangkan berita. "Setidaknya acara seperti ini jauh lebih menyenangkan disimak daripada menyimak penjelasanmu tentang angka."

Akan tetapi, berita yang ditayangkan bukanlah berita politik, kriminalitas, apalagi ekonomi. Melainkan berita dating sepasang selebriti. Seokmin tertawa nyaring. "Kamu senang menyimak infotainment?"

"Sejak kapan Si Mungil ini beralih profesi menjadi pembawa berita gosip?"

Si Mungil. Seokmin menatap sosok yang berada dalam layar televisi itu dengan nanar. Lee Jihoon, sahabatnya sewaktu SMA. Satu-satunya orang yang tahu bagaimana kondisi keluarga Seokmin, selain keluarga Mingyu tentunya. Tapi, kembali lagi, "sejak kapan Jihoon beralih profesi?" Seokmin ikut mempertanyakan.

Mingyu tertawa. Melempar bantal sofa ke arah Seokmin. "Harusnya kamu sudah tahu ini. Bukankah dia mantanmu?"

"Tidak pernah membantah rumor itu bukan berarti aku membenarkannya."

"Wow..." Mingyu tergelak. "Jadi kalian tidak pernah berpacaran? Jadi selama ini kamu belum pernah berpacaran sama sekali? Aku jadi merinding. Jangan-jangan selama ini kamu menyukaiku."

"Aish! Kenapa topik pembicaraan kita semakin jauh dan malah mengganggu privasiku?"

"Tidak usah sok gaya memakai privasi-privasi, toh tidak akan ada yang peduli kecuali aku."

BAMBOOZLE (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang