Bab 5

7.1K 931 8
                                    

Sejak pertemuanku dengan Leander kepalaku terus berdenyut sakit karena banyak pikiran tentang Ciel. Aku khawatir jika nanti Ciel akan mengkhianatiku setelah kebaikan yang aku perbuat. Terlebih surat yang aku kirim tidak kunjung dibalas oleh Kaisar. Aku takut jika nanti Ciel masih akan tetap mengirimku sebagai upeti perdamaian jika nanti ia menjadi Kaisar meski aku telah bersikap baik seperti ini. Yah, meski aku tau kekasaranku selama ini tidak akan gampang membuatnya melupakannya.

Ah tidak, lupakan saja. Saat ini aku harus memenangkan hati Ciel. Aku harus membuatnya percaya bahwa aku tidak ingin bermusuhan lagi dengannya. Jika Kaisar dan Leander mati lebih baik aku pergi dari istana ini. Aku tidak mau dipermainkan oleh Gavril lagi. Aku hanya berharap semoga aku bisa menghentikan Gavril naik takhta. Setidaknya jika Leander yang naik takhta, orang itu tidak akan menelantarkanku. Meski aku tidak tau Leander menyayangiku atau tidak, tapi dia pasti masih menganggapku sebagai adiknya. Orang itu pasti akan menyuruhku menikah dengan orang yang aku mau. Sementara Gavril, aku tidak punya harapan terhadap kakak keduaku itu. Tidak seperti Leander yang menyalahkan Jaciel. Gavril lebih memilih menyalahkanku dan Jaciel atas meninggalnya ibu. Terlebih aku yang saat ini berdekatan dengan Jaciel, sudah pasti Gavril pasti akan membenciku. Andai saja Gavril menyayangiku. Ah sialan, apa tidak ada cara untuk membuat Gavril menyukaiku?

Ayo pikirkan Annalise, pasti ada caranya. Pasti ada.

Tch, sialan.

Tunggu, aku ingat dulu Gavril mencintai Nerissa. Alasan Gavril mencintai Nerissa adalah karena Nerissa mirip ibu. Rambut hijau panjangnya membuat Gavril menyukai perempuan itu. Apa hanya itu saja atau ada hal yang lain ya? Entalah, aku tidak ingat. Tapi satu hal yang pasti, aku memiliki wajah yang rupawan seperti mendiang ratu sebelumnya. Hanya saja, warna mata dan rambutku saja yang berbeda. 

Ah, aku ingat. Dikehidupanku sebagai Lisa dulu aku pernah membaca novel, mungkin saja aku bisa menerapkannya. Aku akan mendekatinya terus sampai ia mencariku jika aku tidak ada disisinya.

"Yang Mulia Putri,"

Aku tersadar.

"Pangeran Jaciel ingin menemui anda."

Jaciel menemuiku dengan kakinya sendiri tanpa perintahku? Astaga aku ingat. Dia pasti akan bertanya tentang guru berpedangnya.

"Suruh dia masuk." kataku.

***❤***

Jaciel pov...

Aku duduk di taman sendirian dan merasa kesepian. Ini sudah tiga hari sejak aku tidak bertemu Kak Annalise. Annalise, tuan putri yang angkuh dan sombong. Dia suka menyiksaku hanya karena aku anak haram Kaisar. Jika aku bisa memilih pun aku tidak akan mau punya ayah seperti Kaisar yang mengabaikanku sejak lahir.

Padahal aku juga sangat terluka ketika Ratu membunuh ibuku tepat dimataku. Harusnya aku yang marah pada keluarga kekaisaran yang telah membunuh ibuku. Tapi mereka malah memperlakukanku seenaknya. Terlebih Annalise, orang itu selalu saja menindas dan menyiksaku.

Tapi sesuatu yang aneh tiba-tiba terjadi. Orang itu tiba-tiba berubah menjadi sangat baik. Tentu saja aku tidak akan percaya, hingga aku membiarkannya menyentuh tananman beracun. Anehnya, ketika aku akan dihukum oleh kedua saudaraku yang lain yang baru pertama aku temui juga, Annlise datang membelaku lalu membawaku ke kamarnya. Tak hanya itu ia bahkan membuat nama panggilan untukku seenaknya lalu menyuruhku memanggilnya kakak. Anehnya, aku merasa senang.

Aku pikir kebaikannya hanya akan sebatas itu saja, sampai ia mengirimkan pelayan istananya untuk melayaniku juga, bahkan setiap siang jika dia tidak datang mengunjungiku, aku pasti akan dipanggil menemuinya. Tapi sekarang, sudah tiga hari dia tidak datang kesini maupun memanggilku.

Kenapa? Kenapa Kak Annalise tidak menemuiku? Apa karena aku sudah lancang kemarin? Apa dia marah karena aku meminta belajar berpedang? Jika begitu, aku akan membatalkannya saja. Aku tidak perlu guru berpedang. Asal dia bersikap baik seperti ini dan selalu menghabiskan waktu denganku aku tidak peduli. Aku harus menemuinya dan memintanya tidak perlu mencarikan guru lagi.

Aku segera berlari menuju ke istananya. Para penjaga membiarkan aku masuk, lalu aku melihat Mary. Orang itu pelayan kakak.

"Mary, dimana kakak?" tanyaku.

"Yang Mulia Pangeran, saya memberikan salam pada Yang Mulia."

Aku menganguk meski tidak terbiasa menerima salamnya. Sejak kak Annalise berubah, seluruh pelayan istana putri mulai menghormatiku.

"Dimana kakak?"

"Yang Mulia Putri sedang beristirahat Pangeran. Hari ini tuan putri sedang tidak enak badan." jawab Mary sopan.

"Kakak sakit?" tanyaku khawatir.

Jadi karena itu dia tidak menemuiku.

"Aku boleh menjenguknya?" tanyaku.

"Sebentar Yang Mulia, saya lihat dulu kondisi tuan putri." jawabnya yang kemudian berjalan menyusuri lorong.

Tak butuh waktu lama dia kembali lalu mempersilahkanku masuk ke kamarnya. Aku langsung berlari menuju Annalise. Wajahnya terlihat pucat.

"Kakak baik-baik saja?" tanyaku khawatir.

Dia tersenyum lalu mengusap kepalaku. "Iya. Apa kamu kesini karena ingin bertanya tentang guru berpedangmu?"

"Tidak." jawabku cepat. "A- Aku hanya penasaran kenapa kakak tidak menemuiku."

Dia tertawa kecil. "Maaf Ciel, aku sangat sibuk kemarin dan tadi kepalaku juga merasa pusing. Tapi melihatmu datang menjengukku, aku merasa baikan. Bagaimana kalau kita jalan-jalan keluar istana?"  

Aku membeku, keluar istana?

"Tapi kan kakak sakit,"

Aku terkejut melihat Annalise yang langsung bangun dari tempat tidurnya. Dia tersenyum penuh semangat dan mengatakan baik-baik saja.

Dia berkata bahwa kali ini kita akan berdandan seperti bangsawan biasa bukan sebagai keluarga kekaisaran. Aku menganguk menurut. Aku akan mengikutinya kemana pun.

Tak butuh waktu lama, kita sudah siap.

"Ciel, bagaimana penampilanku?" tanyanya dengan tersenyum.

"Kakak cantik sekali."

"Benarkah? Terimakasih Ciel." ujarnya. "Ciel juga sangat tampan."

Aku tersenyum mendengarnya. "Terimakasih kakak." 

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang