05. Cerita Malam✏️

294 154 65
                                    

Selepas magrib usai, aku duduk di sofa ruang keluarga sembari menonton kartun Tom and Jery yang masih menjadi favorite ku sejak kecil. Menikmati setoples kripik pisang kesukaan ku, dengan segelas air putih di atas meja, aku menonton serial anak-anak itu dengan serius.

"Yelah dah gede nontonnya kartun." Cibir abang lelaki ku itu dan mengambil duduk di sebelahku.

"Sibuk banget sih lo, Bang." ucapku yang tak merubah arah pandang, tetap fokus pada layar televisi.

"Anjir lo, Bang napa di ganti?!" Aku memukul kepalanya dengan toples keripik pisang itu, dan berusaha merebut remot tv di tangannya.

"Apaan sih, Dek sakit tau." Ia berdiri dan belari, berusaha menjauhkan remot tv itu dari ku.

Terjadilah kejar-kejaran di rumah malam ini, seperti kisah tom and jerry yang ku tonton di televisi.

                                      ***

"Bunda lagi ngapain?" Tanyanya, pada bunda yang masih sibuk berkutat dengan laptop di depannya.

"Lagi ngurus data-data sekolah, kamu kenapa belum tidur?" Bunda bertanya, namun matanya yang masih fokus dengan laptop di depannya.

"Belum ngantuk." jawabnya singkat. "Bunda aku senang banget deh bisa sekolah disana, temannya baik-baik. Aku baru seminggu disana udah punya teman." ucapnya gemas seperti anak Tk yang sedang menceritakan awal sekolahnya.

Ini sudah yang kedua kalinya Anathan menceritakan soal kebahagiannya bisa bersekolah disana, dan bisa kenal dengan Rafa, Zura, dan Jia.

Bunda menutup layar laptopnya, ia membalikkan badannya, menghadap sang putra. "Bagus dong kalau gitu berarti bunda ga salah milihan sekolah." Bunda mengelus penuh sayang rambut legam sang putra. "Kamu berteman baik-baik ya!! belajar yang rajin, yang pinter. Biar bisa entar wujudin cita-cita kamu." ucap bunda dengan seulas senyum yang begitu teduh.

Kemudian bunda mengelus pucuk kepala sang putra. "Tidur gih udah malam."

"Entar lagi bunda, aku mau nyalin materi bahasa inggris. Tadi aku telat jadi ketinggalan pelajarannya." Cemberutnya.

"Kok bisa? bukannya tadi kamu pergi cepat, terus kamu tadi berangkat bawa mobil bunda kan?" tanyannya heran.

"Iya, tadi aku ke indomaret, terus aku tu liat teman aku di halte. Jadi, ngobrol dulu.. lupa deh kalau udah telat, untungnya tadi hujan." Nathan menatap bundanya dengan wajah gemes seperti anak kucing. "Maaf Bunda besok janji deh ga bakal ngulangi lagi." Nathan mengangkat jari kelingkingnya tinggi-tinggi.

"Janji." Bunda mengaikat kelingkingnya ke kelingking sang putra dan tersenyum manis.

"Bunda maafin. Besok jangan di ulang ya." Kata bunda.

Nathan mengangguk dan Bunda kembali fokus dengan kerjaannya.

Nathan yang sudah tumbuh dewasa tetapi ia tetap seperti anak kecil bila bersama bundanya, manja namun dia mandiri.

"Bunda aku mau nanya."

"Nanya apa?"

"Kezia tu gimana sih, Bunda?"

"Kamu jangan cinta-cintaan dulu ya." Peringat sang bunda.  Nathan menggeleng, "Bukan ihh... Bunda mah salah sangka aja. Aku penasaran, dia kalau sama aku ketus mulu," jelas Nathan.

Bunda berpikir sejenak, dan kemudian berkata, "Jia pintar, anak baik juga...Bunda ga bisa nyeritain tentang dia sama kamu, kan rahasia antara guru dan anak murid. Kalau kamu penasaran cari tau sendiri, kan kalian berteman."

                                     ***

"BANG IYAN!!! BALIKIN REMOTNYA." teriak ku kepadanya.

"Ambil sendiri." Katanya, dan masih berlari mengelilingi kursi.

Kini aku hanya diam di tempat, nafas ku tersenggal gara-gara terus berkejar-kejaran dengannya.

"Serah dah makan aja tu tv!! aku mau buat tugas," Kesel ku dan berjalan menuju kamar dengan hentakan kaki yang  berdentum-dentum.

"Eleh merajuk." Cibirnya lagi.

Aku terus berjalan dan mengabaikannya, membuka pintu kamar ku dan menghempaskannya dengan kuat.

Bruhkk

"Buset!!roboh ni rumah entar."

Aku duduk di meja belajar ku, membuka buku catatan bahasa inggris niatnya sih menyalin materi tadi pagi. Aku sudah meminjam buku catatan Zura untuk menyalin materi yang tertinggal tadi.

Membalik buku catatan itu dan aku segera menyalin materi tadi pagi,  Belum juga tinta itu tersentuh pada helai kertas, sebuah panggilan telpon mengurungkan niat ku.

Sebuah panggilan masuk di telpon ku.

"Siapa sih yang nelpon." Aku mengangkatnya tanpa melihat nama kontaknya.

"Asalammualaikum, maaf meganggung malam-malam." Terdengar suara di ujung telpon itu.

Aku terkejut, seperti mengenal suaranya, aku langsung melihat layar ponsel dan tertera nama papa ku sayang.

"Walaikumsalam, Papa i miss you, kapan pulang? bang iyan jahat tau." Aku mencerca banyak pertanyaan dan memasang wajah murung.

"Nanti ya, nak. kalau pekerjaan Papa udah selesai kerjanya, kamu di apain sama bang Iyan?"

"Dijahilin mulu." Ucapku dengan suara yang sedikit memelan dan menahan air mata.

"Telepon ma siapa? katanya mau nyalin tugas." Ucap bang Iyan, dan mendekat ke meja belajar ku.

"Papa lo ini, Bang. Suuzon aja lo nya." Aku menatapnya nyalang.

"Papa!!!abang rindu!! kapan pulang?!" Pekiknya.

"Apaan sih bang berisik!! sakit telinga gue." ucapku dan mendorong kepalanya jauh dari telinga ku.

Papa hanya tersenyum sendu disana, menahan kerinduannya terhadap dua buah hati yang di cintainya. Sudah hampir setengah tahun lamanya ia merantau ke kota orang dan baru pulang sekali saat mengambil rapor ku.

"Dek, kasih telponnya ke abang ya papa mau ngomong, kamu kerjain tugasnya ya jangan begadang terus ya, nak. Jaga kesehatan kamu."

"Iya, Pa. Papa juga jaga kesehatannya." ucapku nanar.

Bang iyan ia masih berdiri di ujung meja belajarku, sedang menguping.

Aku memberikan ponsel ku kepadanya.

"Nah papa mau bicara." Ia mengambil ponsel itu dan berjalan keluar dari kamar ku. Aku menatap bingung sampai punggu lelaki itu lenyap di balik pintu.

"Kepo. Mau ngomong apa ya?" Bathin ku. Mengibaskan tangan di udara seolah-olah menghapus prasangka buruk di otak ku.

"Dah lah lanjut nyalin materi aja."

🌧

Hujan Dan Pelangi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang