3. player

698 76 0
                                    

 “Bohong yaaaa? Ck, yaudah lah ya pura-pura percaya aja gue.”
-Alinda-
.
.
.
.
.
.
.
.

 

 “Batal pura-pura apa Al? Lo lagi pura-pura? Pura-pura ngapain?”

Alvian dan Nila saling bertukar pandang. Pikiran mereka mendadak buntu mendengar pertanyaan Alin. “Eh, em.. gini loh Lin. CK, anu.. gimana ya..”

“Gimana apanya Nil?” tanya Alin lagi. Nila langsung memutar otak. Mulai berpikir tentang jawaban yang harus dia ucapkan.

“Gue lagi mau nyoba pura-pura jadi cowok,” jawab Alvian sangat cepat. Laki-laki itu langsung menghembuskan nafas pelan setelah selai berbicara. “Si Nila daritadi diliatin cowok terus. Iyakan Nil?”

Alvian menyenggol siku adiknya. Seakan menyuruh gadis berambut coklat itu untuk mengiyakan ucapannya barusan. Nila langsung mengangguk tanpa pikir panjang.

“Nah, jadi.. gue kepikiran buat pura-pura jadi cowok gitu. Biar si Nila keliatan kaya udah punya pawang hehe..” Alvian tertawa canggung. Alasannya ternyata sangat tidak masuk akal.

Alin hanya berkedip beberapa kali sambil menatap Nila dan Alvian bergantian. “Bohong yaaaa? Ck, yaudah lah ya pura-pura percaya aja gue.”

“S-serius lah Lin. Yakali kita baru kenal udah bisa tipu-tipu aja. Gak mungkin kan? Hehe...” Nila kembali meyakinkan Alin. Takut gadis itu akan mencari tahu tentang ucapan Alvian tadi secara diam-diam.

“Kan gue udah bilang. Gue pura-pura percaya aja,” balas Alin sambil menepuk-nepuk pelan bahu Nila. Gadis itu sedikit melirik Alvian dengan tatapan penasaran.

Tai, tai! Umpat Alvian dalam hati. Geram sendiri dengan gaya bicara Alin yang seakan bisa membaca gelagat Alvian dan adiknya jika mereka sedang berbohong.

Kedua mata Alin memicing menatap kakak adik disebelahnya itu. Kemudian kembali menghadap kearah para sahabatnya tanpa rasa heran lagi.

Masa bodo dengan kebohongan Alvian. Toh ia juga tidak perlu mendengar kejujuran dari kedua anak baru itu. Mereka juga tidak cukup dekat untuk bisa saling jujur satu sama lain.

Alvian dan Nila bernafas lega. “Lo sih bang. Asal ngomong gitu. Entar kalau ketauan gimana?” tegur Nila berbisik.

“Iya, iya sorry dek. Mana gue tau kalau si toa telinganya bersih banget gitu. Sampai suara bisik-bisik aja masih kedengeran?” tanya Alvian. Nila menatap Alvian dengan sengit.

“Makanya, bang Alvian juga nyamarnya yang pro dikit dong. Udah tau dari tadi di katain kaya cowok. Ya jakun lah, suara lah, bulu kaki lah astagaaa. Tuh bulu kaki entar dicukur bagian atas!”

Alvian langsung menggeleng dengan cepat. “Enggak! Gue gak mau! Aset berharga ini Nil. Ini aset yang menandakan kalau gue itu jantan! Kalau gue itu laki!”

“Banggg...” Alvian tetap menggeleng. “Hihhh! Nurut atau gue aduin ke bokap?”

Kini giliran Alvian yang berdecak. Sialnya, laki-laki itu kini sedang tidak bisa berkutik sedikitpun. Apalagi bermasalah dengan pria yang tinggal serumah dengannya itu.

“Besok gue pakai stocking,” putus Alvian. Nila menghela nafas pelan. Sungguh, Alvian perempuan jadi-jadian yang paling tidak disukai Nila seumur hidup.

“Besok pakai lipgloss juga yang bener, masa bibir atas tebel bibir bawa tipis? Dikira kita sekolah mau ngebadut? Apa nge dangdut?” sindir Nila.

Alvin berdecak kesal. Kemudian menatap Nila dengan kesal. “Besok pakai liptint aja gue sekalian. Yang warna merah, kalau bisa tebelin aja sekalian.”

She is HandsomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang