31. kasta

116 20 2
                                    

"Uang itu baik di sebagian sisi kehidupan. Tapi bukan berarti gak bisa jadi buruk,"
--Sayang--
.
.
.
.
.
.


"Pelakunya udah di bawa polisi tadi. Gila ya, gemes banget gue pas tau pelakunya itu siapa. Rasanya pengin gue remes sampe ciut tau gak--shhh.." ucapan Yoina terputus karena Daffa menekan luka di ujung jari telunjuknya dengan kapas.

"Udah di tangkap? Kok Pino tadi sempet nengokin gue?" Alin kembali mengingat kejadian dua jam yang lalu. Tepatnya saat istirahat pertama.

Ia tidak lupa kalau Pino datang bersama Reno berniat untuk menjenguknya di UKS. Tapi di tahan di depan pintu oleh Alvian atas permintaannya yang saat itu tidak mau ada orang datang ke ruang UKS.

"Emang pelakunya Pino?" tanya Fanny.

"Bukan," jawab Yoina. Gadis itu meringis tertahan saat Daffa mencoba menutup lukanya dengan plester. "Pak Dude."

"Hah?!" dua gadis dengan sifat yang hampir mirip itu memekik bersamaan. "serius?!"

"Iyalahh.. gue sendiri yang muka topengnya."

"Tapi kok bisa? Padahal seinget gue, pas kejadian tuh.. tangannya gak keriput. Kulitnya aja masih kenceng kayak anak muda," jelas Fanny. "Gue inget banget kok. Gue bahkan ngeliat ada tahi lalat di pergelangan tangannya."

"Iya?" Fanny mengangguk pada Alin. "Gue juga mikir gitu, Fan. Malah gue ngiranya itu Pino. Karena dia sempet nyariin gue pas istirahat, terus Alvina bilang gue di toilet. Waktunya pas banget sama kejadian si Putri."

"Kejadian Putri? Yang di toilet?" tanya Sayang. Alin dan Fanny mengangguk bersamaan. "Bukannya.. Pino emang ada di sana? Bukan jadi pelaku. Tapi dia yang nolongin Putri."

"Loh?" Alin mengerjap. Kok dia baru tahu beritanya? Padahal sejak kejadian itu sampai sekarang tidak ada yang membicarakan penolong Putri. Padahal Alin sudah yakin seratus persen kalau pelakunya itu Pino. "Emangnya bukan Pino yang.."

"Gak masuk akal lah, Lin. Masa dia jadi pelaku sekaligus penolong?" Yoina ikut menyambung. "Lagian kata Putri, si Pino juga baik banget sama dia. Meskipun pelakunya gak ketangkep sih. Tapi seenggaknya, Putri sama kayak Fanny. Punya orang yang bisa jadi bukti buat ngelaporin diri ke pihak sekolah. Gak kayak korban yang lain."

"Iya sih.. tapi.. korban yang gak punya bukti pelecehan itu kenapa bisa laporin kepsek ke polisi?" gumam Fanny yang masih dapat di dengar oleh yang lain.

"Karena mereka orang kaya. Seenggaknya mereka punya sesuatu buat beratin sekolah. Kalo korbannya kayak Bia, baru susah. Biasanya cuma dapet hinaan tanpa bisa ngapa-ngapain," celetuk Daffa dengan tangan yang sibuk merapikan antiseptik di dalam kotak putih.

"Uang itu baik di sebagian sisi kehidupan. Tapi bukan berarti gak bisa jadi buruk," ucap Sayang sedikit menasehati. "Mereka yang punya uang bisa langsung ngelaporin kasus kejahatan. Tapi sebagian dari mereka malah pake uang buat kejahatan. Kayak pelaku, contoh besarnya. Semua barang yang dipake pelaku itu lumayan mahal, belatinya aja bagus. Tandanya pelaku itu orang kaya."

"Tau dari mana mereka pake belati?" tanya Alin dengan kening berkerut.

"Pak Rayn. Gue pernah liat dia megang belati si pelaku di depan semua guru pas kasus Bia di toilet itu nyebar. Tepatnya di ruang guru ya."

"Udahlah, gak usah dipikirin, yang penting kan pelakunya udah ketangkep. Sekolah kita aman lagi, kan?" Semuanya mengangguk setuju pada ucapan Yoina. Akhirnya..


"Tapi kepala sekolah, termasuk saya meyakini kalau pelakunya ada lebih dari satu."

Suara itu muncul dari balik pintu. Seseorang yang baru saja Sayang sebut namanya masuk ke dalam UKS. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku.

She is HandsomeМесто, где живут истории. Откройте их для себя