26. Bakwan Jagung

904 145 55
                                    

Jam istirahat sudah tiba, jadi saat ini aku langsung menghubungi Fifi untuk makan bersama.

Dan setelahnya, aku langsung tersenyum dengan begitu bahagia. Karena baru dering pertama, tapi Fifi sudah langsung menerima panggilan telepon yang kulakukan padanya.

"Assalamu'alaikum, Nad."

"Wa'alaikumsalam, Fi. Gimana? Pasien udah selesai?"

Terdengar helaan napas cukup panjang di seberang sana.

"Sebenarnya, pasien poli udah selesai, Nad. Tapi pasien bangsal, lagi bejibun nih. Banyak banget jumlahnya. Sampai numpuk-numpuk berkas pasien rawat inapnya. Makanya Kanjeng Ratu lagi galak banget nih hari ini. Sensi pol, bawaannya judes mulu karena saking capeknya."

Aku terkekeh geli, karena beberapa hari ini, Fifi tetap saja menggunakan inisial Kanjeng Ratu setiap kali dia sedang membicarakan tentang dokter Leny.

"Terus gimana? Jadi makan siang bareng nggak?"

Lagi-lagi, aku mendengar Fifi sedang menghela napasnya dengan cukup panjang saat ini.

"Maaf, Nad. Kayaknya, nggak bisa deh. Kamu juga pasti tahu sendiri kan, aku nggak bakal bisa kabur kalau Kanjeng Ratu lagi mode siaga tiga kaya begini. Kalau aku sampai nekat buat pergi, bisa-bisa nilai tugas sama sikapku hari ini jadi C. Gila aja. Aku beneran nggak mau, Nad. Nggak mau nilaiku sampai jelek. Dan lebih dari itu, aku nggak mau lama-lama di sini kalau dokter pembimbingku tetep Kanjeng Ratu."

Aku makin terkekeh karena mendengar sungutan dari Fifi yang kentara sekali sedang menahan kesal di sana.

"Padahal, hari ini, aku udah masakin sop ayam kaya pesenan kamu kemarin lho. Sama bakwan, plus perkedel kentang juga. Kering kentangnya juga udah aku bikinin, pedes manis kaya kesukaan kamu."

"Oh tidak. Jangan bikin aku bisa jadi makin emosi gara-gara kamu pamerin kaya gitu ya, Nad."

Aku langsung tertawa. Karena semua bekal makanan yang kubawa hari ini memang makanan kesukaan Fifi semua.

"Nad, udah dulu ya. Soalnya, Kanjeng Ratu udah balik lagi nih. Jadi aku harus cepet stand by. Makanannya kamu habisin aja, daripada mubadzir. Maaf ya, sayangku? Maaf banget karena aku yang minta buat dimasakin, tapi malah aku juga yang nggak bisa buat makan siang bareng kamu hari ini. Padahal, aku beneran lagi pengin banget makan sop ayam sama kering kentang buatanmu."

"Nggak papa, Fi. Tenang aja. Aku masih ada makanan masakanku di kost kok. Tadi pagi, aku udah nyimpen beberapa, dan pasti bakal cukup buat kita berdua. Jadi nanti malem, kalau kamu udah pulang, kamu langsung ke tempatku aja. Biar bisa menuhin rasa ngidammu sama sop ayam dan kering kentang buatanku."

"Asik! Emang bu dokter Nadira itu sahabat paling pengertian buat Fifi. Paling peka dan paling aku cintai. Uwu! Kalau kaya gini ceritanya, aku jelas makin sayang kan jadinya."

Aku kembali terkekeh dengan begitu geli, karena hari ini sudah mendengar lagi bualan khas dari Fifi.

"Udah, sana. Nggak usah mau gombal mulu sama aku. Katanya, Kanjeng Ratu udah mau datang?"

"Ah iya. Karena saking senengnya masih tetep bisa makan sop ayam sama kering kentang buatanmu, walau makan siang kita hari ini batal, aku jadi hampir aja lupa sama bahaya besar yang sedang sangat setia mengintaiku di sini."

Rasa Punya Nadira ✔Where stories live. Discover now