CHAPTER VI

805 103 20
                                    

Matahari mulai tenggelam, langit oranye menandakan hari akan berakhir. Kemudian sesosok lelaki dengan alis camar tersebut tampak masih sibuk menatap lapangan kampus  dengan segelas kopi kemasan ditangannya yang tersisa seperempat.

Mata bulat itu tampak berbeda, sorotan mata ramahnya tidak lagi terlihat pada parasnya. Aura yang ia pancarkan tidak dapat menarik siapapun untuk sekedar menyapanya. Bahkan tidak akan terlintas dibenak orang-orang juga untuk sekedar melihatnya. Kecuali saudaranya dengan paras rupawan bak malaikat yang berani menghantam kepalanya hingga minuman yang hendak diminumnya terjatuh. Walaupun hanya seperempat.

"Sudah hampir senja. Dan berapa lama lagi kau akan menatap kosong lapangan itu ?" ujar sang pelaku pemukulan kepala.
"YAAA ! KIM JAEMIN !!! Ka-Kau...minuman...ku....."

"Kita punya kebun kopi dan kau bisa membuat kopi sepuas mu hingga kau tewas. Sangat suka mendramatisir"

"Hey pangeran es, walaupun hanya seperempat kau membuatnya tampak mubazir. Itu berharga bagi mereka yang kehausan tetapi tidak memiliki uang. Lagipula kau ingin members-"

"Ssttt" jari lentik itu berhenti tepat di sipemilik bibir tipis itu, dengan agak sedikit menekan agar ia tak dapat mengeluarkan sepatah kata "Sudahi ocehanmu. Kita harus cepat pergi. Aku tidak mau bertemu dengannya dan melewati interogasi di-"

"Terlambat"

Kedua lelaki tersebut bungkam, tubuh keduanya membeku mendengar suara yang keluar dari sosok perempuan dengan kulit pucat serta rambut hitam legam nya. Berjalan melenggak-lenggok menuju kearah mereka. "Kalian tak bisa lepas dari pengawasan ku" ujar perempuan tersebut.

"Sudah ratusan tahun kau terus mengawasi kita, tetapi apa ? Kita tidak mabuk²an, kita tidak menggauli perempuan maupun lelaki, dan kita TIDAK menemukan tanda² kaum penyihir. Kita bukan anak kecil, Kim Soojin !" ucap Minhyung dengan rasa kesal menghadapi interogasi kakak posesifnya, Kim Soojin.

Sang kakak hanya memutar bola matanya malas "Ayah sudah mengatakan pada kami. Dia telah kembali memasuki teritorial kita. Itu bisa menjadi ancaman untuk kita. Sebaiknya kalian berhati-hati"

"Bukankah pembantaian itu terjadi berpuluh tahun yang lalu ? Jika aku tidak salah ia juga mendapat kutukan akibat menikahi seorang manusia kan ?" ujar Jaemin.

"Ya, aku tahu dia sudah lumpuh akibat perbuatannya, dan itu pantas ia terima. Tetapi pheromone ini...mungkinkah anaknya ?"

Jaemin sedikit terkejut mendengar dugaan tersebut tetapi ia berusaha untuk dapat menenangkan dirinya, berbeda dengan Minhyung yang sudah berkeringat dingin. Telapak tangannya sudah basah, jantungnya berdegup kencang, belum lagi lidah nya yang kelu tidak berani mengeluarkan sepatah katapun.

"Renjun, Huang Renjun. Bocah bersurai silver itu kan, Minhyung ?" ucap Soojin secara lugas menatap tajam pada Minhyung yang tengah terkejut atas tebakan kakaknya. "Sudah kubilang tak ada guna nya kau menyembunyikan keberadaan dia. Dimana dia ?"

"Re-Renjun ? Haha Renjun siapa ? Aku tidak mengenalnya. Mungkin kau sala-"

"Jika kau tidak mengenalnya mengapa kau bisa melafalkan namanya dengan benar ?"

Minhyung semakin bungkam. Memang tak seharusnya ia membohongi kakaknya karena tak ada guna nya. Soojin sangat mahir dalam membaca pikiran seseorang. "Jadi ? Mau memberitahu ku dimana dia, Minhyung ku sayang ?".

Alih-alih menjawab, ia pergi dari tempat tersebut. Dengan sekejap keberadaan dia menghilang dari pandangan Soojin dan Jaemin. "Bocah bodoh. Berani nya berusaha untuk membohongi ku. Kuharap kau dapat menjawabnya Jaemin" begitupun dengan Jaemin yang sudah hilang dari pandangan Soojin lebih dulu dari Minhyung.
"Ck...adik-adik sialan. Tidak sopan sekali meninggalkan kakak nya sendirian saat aku tengah berbicara. ...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 15, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝐏𝐎𝐒𝐓𝐄𝐑𝐈𝐓𝐘Where stories live. Discover now